Ponsel gue geter. Gue yang matanya masih lima watt, ngeraba-raba meja samping ranjang gue. Sayup-sayup mata gue ngeliat siapa yang hubungin gue jam segini. Lagian ya, kalau orang pinter, pasti mikir hari Minggu waktunya buat istirahat.
Bunda's Calling...
Pas liat nama bunda, gue langsung sadar. Bunda gue pinter kok. Beneran deh. Beliau udah S2.
"Halo, bun?"
"Adek? Kok lama jawabnya? Salamnya mana?"
Udah ganggu tidur, masih suruh salam, "Assalamu'alaikum, bunda,"
"Wa'alaikumsalam. Adek? Kamu ga pulang ke rumah?"
Gue garuk-garuk kepala. Persis monyet banget gue, "Hng? Masih belum libur, bun. Nanti kalau udah libur, Yona pasti pulang kok,"
"Ya udah. Bunda tunggu. Bawa calon ya?"
"Buunn..." gue ngerengek. Selalu calon, calon, calon aja yang di bahas. Kenapa ga cawet¹nya bi Asih aja sih yang di bahas?
"Adek.. Ayah sama bunda udah pengen nimang cucu. Udah kebelet. Lagian bunda sama ayah udah mulai putih rambutnya. Ayah pengen liat kamu nikah sebelum Allah bawa ayah pulang. Bunda juga sama kayak ayah. Pengen liat kamu sama suamimu dulu. Kalau umur ayah sama bunda panjang, kan bisa main sama cucu,"
Gue tiduran lagi di kasur. Soalnya pas tau telepon dari bunda, gue langsung reflek duduk, "Bunda selalu ngomong gitu. Ayah sama bunda pasti sehat terus kok,"
"Emang kamu siapanya Allah? Bisa tau umur ayah bunda panjang."
"Bun, suruh bang Jojon nikah duluan aja. Yona nanti-nanti aja bun,"
"Jangan jadi wanita workaholic. Kamu juga harus mikir masa depan,"
"Kerja kan juga mikir masa depan bun. Uang buat investasi pendidikan anak,"
Dari seberang, bunda mendengus, "Kamu selalu aja jawab omongan bunda. Mbok ya sekali-sekali kabulin permintaan bunda. Iya, bunda terima kasih sama kamu, karena udah di kirimin uang. Tapi bunda lama-lama bosen. Pengen kamu ngirim cucu buat bunda,"
Gue menghela nafas pelan. Mendengus depan orangtua ga sopan soalnya, "Gini deh bun. Aku kasih penawaran. Bang Jojon biar nikah dulu. Ga lama setelah bang Jojon nikah, aku janji bakal bawa calon,"
"Ga bisa kamu duluan yang nikah? Ayah pengen liat kamu pake kebaya. Maklumin aja, saudara ayah kan cowok semua, jadi ayah pengen liat kamu nikah,"
"Bunda mau terima penawaran aku atau ga? Kalau ga, ya udah, jangan maksa aku buat bawa calon," jujur, gue sedikit kesel. Tapi gue tahan, karena bunda orangnya sedikit baperan.
Bunda ga jawab pertanyaan gue, "Halo, bun? Bunda masih disana kan?"
"Masih. Bunda belum ke pasar kok. Bunda lagi mikir. Kamu udah kayak dosen penguji pendadaran ya. Otak bunda kaget di suruh mikir kayak gini,"
'Lah? Siapa yang suruh bahas masalah calon,' batin gue.
"Ya udah, bunda pikirin dulu aja. Jawabannya ga harus sekarang. Aku mau lanjut tidur. Kurang tidur gara-gara lembur ngerjain laporan dari kantor,"
"Udah sholat subuh?"
"Udah, bun,"
"Jangan lupa makan ya,"
"Iya, bun."
"Love you, baby. Assalamu'alaikum."
"Love you too. Wa'alaikumsalam,"
YOU ARE READING
eternal love between us ✔
Random[Beberapa chapter mengandung unsur DEWASA. Bijaklah dalam membaca. Anak di bawah umur, tolong urungkan niatnya untuk membaca, karena sudah diperingatkan mengandung unsur DEWASA.] "Ini love scenario versi kita. Dimana kita cuma ketemu, dan nikah gitu...