L I M A

45.3K 3.6K 18
                                    

Don't forget to vomment ya😊

Enjoy!

*****

Riuh tepuk tangan penonton membuat air mataku mengalir. Selalu seperti ini ketika aku mendapatkan antusiasme dari tamu fashion show yang kuikuti. Bagiku tepuk tangan mereka bagai angin semilir yang begitu menyegarkan, mengobati rasa lelahku terhadap pekerjaan yang begitu aku sukai ini.

Sejak dulu aku memang suka menggambar. Pohon, orang, rumah, gunung, apapun. Pelajaran favoritku adalah pelajaran yang ada hubungannya dengan menggambar. Mama yang selalu mendukung apa mau anaknya melihat potensi seni dalam diriku. Maka dari itu Mama mendaftarkanku les melukis saat aku duduk di sekolah dasar. Tapi cat air, cat minyak, kuas, dan teman-temannya seperti tidak mau bersahabat denganku, sampai akhirnya aku meminta untuk berhenti les lukis.

Sampai lulus SMA aku tak pernah lagi didaftarkan les seni oleh Mama, karena sejak masuk SMP kegiatan seniku seolah ku kesampingkan terlebih dahulu. Lomba mewakili sekolah adalah penyebabnya. Meski tak pernah juara satu, tapi aku selalu diikutsertakan pada setiap lomba cerdas cermat, dan itulah penyebab Mama dan Papa sepakat ingin aku menjadi seorang dokter. Padahal aku paling benci pelajaran biologi.

Aku turuti kemauan mereka dan akhirnya aku diterima di fakultas kedokteran salah satu universitas negeri ternama di Jakarta. Tapi lagi-lagi aku merasa bahwa segala hal yang berhubungan dengan dokter tak bisa menjadi sahabatku, dan berbekal nekat, aku kembali mengikuti tes ujian masuk perguruan tinggi di tahun berikutnya dengan mengambil jurusan desain.

Dan aku diterima di kampus yang aku mau. Mama dan Papa sempat marah padaku, karena aku, satu-satunya harapan Mama dan Papa untuk mempunyai anak seorang dokter, harus kandas. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, Mama dan Papa melihatku begitu happy menjalankan kuliahku bahkan aku lulus 3.5 tahun membuat Mama dan Papa mulai percaya pada setiap keputusan yang aku pilih.

"Ternyata, anak semata wayang Mama dan Papa sudah dewasa."

Begitu kata Mama waktu aku di wisuda. Setelah lulus tidak serta-merta aku langsung menjadi perancang busana yang dikenal seperti sekarang. Aku benar-benar merasakan jatuh bangun jatuh lagi bahkan sampai terguling-guling. Tapi Mama dan Papa tidak pernah sekalipun menyalakan keputusan yang aku buat. Mama dan Papa selalu mendukungku. Selalu. Sampai sekarang aku dapat berdiri di salah satu panggung Fashion Show yang sudah menjadi mimpiku sejak lama, itu semua karena doa dari mereka.

Duh aku jadi terharu.

"Congratulation ya, sayang."

Bu Ros langsung memberikanku selamat serta kecupan di pipi kanan-kiriku begitu aku turun dari panggung.

"Bu Ros, terima kasih Bu atas support-nya kepada saya selama ini, saya berhutang budi sekali sama Ibu," ucapku.

Bu Ros menggelengkan kepalanya, "bukan hutang, jangan dianggap hutang! Saya senang sekali bisa kerjasama dengan desainer yang tahu apa yang dia inginkan dan tetap rendah hati meski karyanya sudah melanglang buana ke mancanegara," jawab Bu Ros.

"Ibu habis ini mau langsung ke hotel atau mau jalan-jalan cantik dulu?"

Bu Ros tertawa mendengar pertanyaan dari Hera. "Saya mau langsung pulang ke Indonesia," jawabnya.

"Loh? Kok cepet banget Bu?" tanyaku.

"Iya, keponakanku kan mau menikah bulan depan, nah aku kebagian jadi seksi sibuknya, makanya harus buru-buru pulang karena masih banyak yang harus diurus," jelas Bu Ros.

"Oh begitu Bu, kalau begitu hati-hati di jalan ya Bu, salam untuk keluarga di Jakarta," balasku.

Aku dan Bu Ros berpisah setelah itu. Aku dan Hera masih sibuk membereskan peralatan yang kami bawa, meski sudah ada tim yang membereskan, tapi aku dan Hera terbiasa ikut dalam membereskan supaya barang-barang kami tidak ada yang tertinggal.

The Beginning In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang