Aku menyeruput green tea latte di genggamanku dan menunggu Hera membayar kopi yang baru dia beli. Hari ini adalah hari keberangkatanku dan Hera ke Seoul. Daripada deg-degan, rasa excited ku melebihi rasa deg-degan itu. Gimana bisa nggak? Seoul merupakan salah satu negara yang berada di list negara yang harus aku kunjungi sebelum aku meninggal dan sebentar lagi aku akan menginjakkan kakiku di negara yang penuh dengan oppa tampan.
"Udah?" tanyaku ketika melihat Hera berjalan mendekat ke arahku.
"Cus, cyin," jawabnya.
Aku dan Hera langsung keluar coffee shop tersebut. Ketika hendak menuju pintu check in, Hera menepuk-nepuk pundakku dengan sedikit beringas.
"Kenapa sih lo?" tanyaku yang kaget dengan hal yang baru saja dia lakukan.
"Mending lo cari calon yang kayak begitu deh," ucap Hera sambil menunjuk ke barisan laki-laki yang tengah berdiri yak jauh dari pintu check in. "Mana ganteng, tajir pula, duh kalo ditambah sama setia, sayang anak, sayang istri, wah paket plus-plus itu!" lanjutnya.
"Pilot? Setia? Kayaknya susah deh," jawabku yang langsung dijawab dengan kerutan di kening Hera.
"Tiap hari dikelilingin pramugari cantik-cantik, pasti susah buat setia," lanjutku.
"Susah bukan berarti gak mungkin kan Nao," kata Hera sambil menyeruput vanilla latte-nya.
"Lagian juga kalo bisa milih gue gak mau sama pilot, bisa gak kuat gue ditinggal-tinggal mulu, sebelum nikah udah sering ditinggal sama orang terus pas udah nikah sering ditinggal-tinggal sama suami? Duh gak mau ah gue," ucapku panjang lebar sambil menarik koperku.
"Lah lagian juga lo gak ada koneksi buat kenal sama pilot kan? Malah adanya koneksi sama bences-bences kayak gue."
Kali ini aku yang menepuk pundak Hera. Hahaha bener juga kata-katanya.
*****
Aku termasuk ke dalam segolongan orang yang tahan naik pesawat terbang tapi paling gak tahan saat take off. Aku takut setengah mati. Deru mesin pesawat yang seolah-olah bekerja sangat keras, membuat pikiran burukku melayang kemana-mana. Selalu. Selalu seperti itu. Padahal aku sudah sangat sering menggunakan mode transportasi ini, tapi rasa takutku akan hal yang satu itu tetap tak bisa kuhilangkan.
Seperti saat ini. Aku menggenggam erat tangan Hera. Hera, yang selalu menjadi partner jalan sambil kerjaku inilah yang menjadi korban dari ketakutanku. Tangannya akan aku remas bahkan tak jarang aku cubit karena aku terlalu takut. Bagiku, proses take off yang paling lama hanya 15 menit itu bagai 15 tahun.
"Take off nya gak separah biasanya ya, alhamdulillah deh pilotnya canggih," kata Hera begitu pesawat kami sudah pada kondisi yang lebih stabil. Tanda sabuk pengaman pun sudah dimatikan.
"Bagi gue sama aja," jawabku yang masih mencoba menetralkan debar jantungku.
Hera mulai melihat-lihat majalah yang ada di hadapannya. Sedangkan aku? Boro-boro aku bisa membaca majalah, membuka mata saja rasanya aku sudah mual.
"Paling demen nih gue kalo majalah airlines model-modelnya pake pilot sendiri, jadi ketauan deh berapa banyak yang ganteng."
Aku yang masih menutup mataku sudah bisa membayangkan bagaimana mimik muka Hera saat ini. Mesem-mesem gak jelas sambil tangannya seolah mencubit-cubit gemas pipi sang model.
Penerbangan selama kurang lebih 7 jam itu aku habiskan dengan tertidur. Meski sempat takut setengah mati saat take off, tapi aku masih bisa tidur nyenyak sepanjang perjalanan. Ya daripada aku tidak tidur dan malah berpikiran yang aneh-aneh?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning In Our Forever
Romance[FOREVER SERIES #1] [COMPLETED] #228 Romance 25th May 2018 #384 Romance 21st May 2018 •••• Naora Velonica Gusti, dalam hidupnya ia tidak pernah berpikir bahwa cerita tentang pangeran berkuda putih yang tiba-tiba datang menyelamatkan seorang putri da...