Rio POV
Aku menyentuh jarinya. Ku selipkan jari-jariku di jari tangannya hingga kita saling menggengam. Yang mengatakan Riana tak pantas denganku, berarti mereka adalah orang-orang tak berperasaan. Mataku tak lepas memandang wajahnya sangat menenangkan dan selalu membuatku bahagia.
Hampir 4 tahun kita menjalin asmara. Suka duka kami lewati, dia selalu menjadi kekuataanku dan membuat aku mengerti namanya meredam emosi. Aku suka caranya mengkhawatirkanku. Aku suka cara dia memberikanku perhatian. Aku suka semua tentang Riana.
Pagi ini dia sudah mulai terlihat sehat, walaupun saat menatapku masih ada rasa kekecewaan. Jujur, aku cukup sulit menghentikan kebiasaan merokok. Membuat badanku tak karuan awalnya. Tapi karna Riana selalu mengisi hari-hariku dan membuatku melupakan kebiasaan buruk yang sering aku lakukan sebelumnya, aku jadi sedikit mulai terbiasa, tapi tak jarang kalau aku sering khilaf.
Pagi ini aku mengajaknya makan bubur sambil keliling di kawasan Kaliurang. Aku sengaja tak menggunakan motor di saat udara segar begini.
"Habissin Riana." Ucapku sambil terus memandangnya karna makananku juga sudah lebih dulu habis.
"Aku udah kenyang. Kamu aja yang habissin."
"Gak mau. Aku juga udah kenyang. Kenyang liattin kamu." Riana tak menjawab gomballan yang sering ku lontarkan. Dia memilih untuk memakan beberapa sendok lagi lalu meneguk teh hangatnya.
"Nah kalok gitu kan makin sayang aku."
"Bawel kamu." Aku terkekeh lalu beranjak dari duduk dan membayar makanan kami.
Kegiatan kami yang sederhana selalu menjadi kesan indah dalam hidupku. Belajar untuk semakin mengenal satu sama lain secara intens. Membuatku terbiasa dengan dirinya yang apa adanya, begitupun dia yang menilaiku. Disini aku belajar untuk melihat isi hatinya, melihat kelebihannya dan selalu menikmati cara dia menunjukkan perasaannya padaku, hingga aku bisa jatuh cinta dengannya secara tulus. Tanpa berpikir dia cocok denganku secara fisik atau tidak. Seperti kebanyakan orang yang menilai.
***
Author POV"Pagi cantik." Sapa Bagas yang sudah ready di atas motor milik pakdhenya.
"Pagi Bagas." Jawab Vanny lalu menggunakan helmnya, lalu naik ke atas motor Bagas.
"Jangan lupa pegangan biar mesra." Ucap Bagas sambil bersiap-siap. Vanny ngikut saja, dengan berpegangan pada jaket Bagas.
Selama perjalanan mereka tak banyak bicara, Bagas lebih serius mengendarai motor bututnya.
Besok aku bilang bapak buat kirim motorku yang di Makassar. Malu-maluin bawa Vanny pakek motor ini. Adanya Vanny iffil.
Sesampainya mereka di sekolah, Bagas segera memarkirkan motornya. Sedangkan Vanny menunggu Bagas.
"Vanny." Gadis itu menoleh.
Namun Vanny menghiraukan panggilan itu dan mendekat ke arah Bagas.
"Van bentar." Tahan laki-laki di belakang Vanny.
"Apalagi?"
"Aku perlu bicara sama kamu."
"Gak ada waktu." Jawab Vanny yang terus menghindar.
"Sebentar aja Van." Lalu dengan memaksa pria itu menarik tangan Vanny, namun lebih dulu Bagas menahan gadis itu.
"Siapa dia Van?" Tanya Bagas mendekat ke Vanny.
Pria itu menatap Bagas dengan tajam.
"Mending kita ke kelas. Dia gak penting Gas." Kini giliran Vanny yang menarik tangan Bagas untuk menghiraukan pria yang mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent ✔
Teen Fiction[COMPLETE✔] [CERITA PANJANG⚠] "Untuk bisa bertahan aku harus diam, jika tidak ingin terluka mulutku harus tetap bungkam. Membuat semua menjadi kebohongan, untuk bisa mempertahankan sebuah hubungan. Tapi jika terbuka adalah sebuah pilihan, aku tidak...