Bab 38

47.4K 2.5K 4
                                    

"Aku tersesat sebelum sampai ke kerajaan dan bertemu dirimu seorang gadis desa biasa. Tidak, aku salah, kamu bukan gadis desa biasa, melainkan penyihir yang menyamar untuk menculik anak-anak. Bukan untuk dimakan tetapi untuk diasuh. Penyihir kesepian itu dengan kehangatan hatinya juga berhasil membuatku masuk dalam perangkap matanya. Benar-benar kemalangan yang menyenangkan."

*****

"Apa?" tanyanya lirih.

Jelas terlihat bahwa Amaya gugup. Tatapan pria itu membuat otaknnya berhenti bekerja dalam seketika.

Tidak menjawab pertanyaan Amaya, Rava justru menarik pelan wanita itu masuk ke dalam kamar. Ia bingung. Pria itu benar-benar tidak tahu cara mengungkapkan perasaannya.

Perlahan, Amaya melepaskan genggaman dan memilih untuk duduk di atas tempat tidur. Sementara, Rava tetap diam, terlihat seperti orang bodoh.

"Kamu kenapa, sih?" wanita itu lagi-lagi bertanya.

"Aku menyukaimu."

"Hah?"

"Kamu mendengarnya dengan jelas tadi."

Rava merendahkan badannya. Pria itu berusaha mensejajarkan diri dengan Amaya, meraih kedua tangannya dan menggengam dengan erat.

Wanita itu tak bisa mencerna apa yang didengarnya. Ia kacau. Hatinya terus berdegup dan wajahnya pasti sudah memanas bagai kepiting rebus.

"Kenapa?"

"Tidak tahu. Aku pun tidak yakin kenapa menyukaimu. Hanya saja akhir-akhir ini aku selalu memikirkanmu dan hal itu membuatku senang. Keberadaanmu seperti udara bagiku. Untuk pertama kalinya aku membutuhkan wanita."

Jawabannya tenang, tetapi justru semakin membuat hati Amaya bergemuruh keras. Tidak yakin harus apa dan bagaimana.

"Kenapa?"

Rava tertawa. Ia mentertawakan wanita bodoh di hadapannya yang hanya bisa terus bertanya.

"Aku tidak bisa menjanjikan apa pun, tetapi aku akan berusaha untuk membuat hubungan ini berhasil. Jadi, apa kamu tertarik menjadi istriku secara hati maupun fisik?"

"Aku takut ... maksudku adalah kukira kita memulai semuanya lagi dengan perlahan. Aku ... aku benar-benar tidak mengira kamu akan menyatakan perasaan padaku," jujur Amaya. Ia semakin gugup. Masih menatap Rava dengan iris hitamnya yang bingung.

"Kamu hanya perlu percaya denganku dan aku akan membayar kembali kepercayaanmu. Sungguh."

"Bolehkan aku menyukaimu?" tanpa sadar Amaya mengungkapkan apa yang ada di dalam benaknya.

Pertanyaan wanita itu membuat kesadaran Rava hilang. Dengan cepat dikecupnya bibir manis Amaya. Wanita itu terkejut dan semakin membulatkan mata.

"And, i love you."

Rava tersenyum menggoda dan kembali menempelkan bibirnya. Bukan untuk sebuah kecupan melainkan untuk sebuah ciuman. Amaya pasrah. Ia tidak bisa mengkhianati hatinya. Ia menginginkan pria itu.

Seakan paham dengan keinginan Amaya, pria itu semakin memperdalam ciumannya, berusaha mencecap rasa Amaya sebanyak mungkin. Bertumpu dengan kedua sikunya, kini Rava mengurung wanita itu dalam pelukan. Tanpa jeda, Amaya membalas cumbuan pria itu.

Gairah mulai mendominasi, membuat ciuman mereka menjadi pangutan liar dan menuntut. Rava kini mulai menjelajahi setiap jengkal tubuh istrinya. Menyingkap atasan yang membalut tubuh Amaya, dengan tetap memangut dalam bibir wanita itu, membuatnya mengerang bergairah.

"Rav ... kita harus berhenti. Aku belum mandi," sela Amaya tersengal-sengal saat bibirnya terlepas dari lumatan Rava.

Tidak mempedulikan ucapannya, Rava justru sibuk mencumbui telinga dan leher Amaya, meninggalkan jejak kepemilikan dan membuat tubuh wanita itu semakin bergetar karena gairahnya sendiri.

Tanpa sadar, Amaya menangkup wajah Rava dan kembali mencumbu bibirnya. Tangan Rava semakin sibuk bergerilya, berusaha menikmati setiap jengkal tubuh istrinya. Bagai candu, keduanya larut dalam kenikmatan tanpa henti yang saling mereka tawarkan. Dinginnya pendingin ruangan yang berada di kamar itu tidak lagi terasa. Amaya dan Rava sibuk untuk memenuhi kebutuhan mereka. Terjebak dalam kabut gairah yang dinamakan cinta.

.

.

Ditulis oleh: Penulisdsy

Vote, follow, dan komentar jangan lupa

[End] Behind The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang