18

55.8K 13.2K 844
                                    

[better play the multimedia while reading, Oh My Angel by Jung Sewoon]











"Mark, harusnya nggak usah gini-gini amat," Esther menggeliat lemah di punggung Mark.







"Kamu tuh nggak berat, tapi kalo nggak mau diem jadi susah tau nggak bawanya," Mark berhenti sejenak untuk membetulkan posisi Esther di punggungnya.

"Uh," Esther memekik pelan, mengeratkan lengannya di sekeliling leher Mark.

"Nah, pegangan yang bener," Mark lanjut berjalan.








Selanjutnya Esther memilih diam, menyandarkan kepalanya di bahu Mark yang lebar.

Padahal Esther sudah bersikeras mau pulang dengan taksi, tapi Mark memaksa mengantarnya pulang ㅡtoh rumah Esther tak terlalu jauh dari sekolah. Hari ini hampir saja rahasia Esther terbongkar, tapi sepertinya Mark tidak curiga ㅡjadi sementara ini Esther rasa ia bisa mengistirahatkan jantung dan pikirannya sebentar.









"Mark," panggil Esther.

"Hm?"

"Kamu nggak takut kepergok paparazzi atau fans?"

"Kenapa nggak panggil Murgly kayak biasanya?" Mark bertanya balik, out of topic.

"Ish," Esther mendengus kesal. "Nggak nyambung, Murgly."

Mark terkekeh.
"Nah, itu lebih enak," ucapnya. "Konyol nggak sih kalo aku kangen panggilan itu?"

Esther tidak menjawab, karena tidak tahu apa persisnya jawaban yang tepat.
"Jangan bercanda ah, dari tadi aku takut kena masalah tau nggak gara-gara kamu nekat begini."

"Nggak usah khawatir, ini kan udah gelap. Lagian jam segini orang-orang taunya aku lagi latihan sama yang lain."

"Ish dasar," gerutu Esther.

"Udah lah, kalo ada apa-apa aku yang tanggung jawab," Mark sesumbar.

"Hmm... iya deh, terserah. Terserah Murgly."

"Good girl."








Mereka hampir sampai, tinggal melewati jalan menanjak dan satu kali belokan maka akan sampai di depan rumah Esther. Jalanan basah setelah hujan, jadi tidak terlalu banyak orang yang berkeliaran di luar rumah. Udara sedingin ini pasti orang-orang lebih memilih menghangatkan diri sambil makan ramyeon di depan tv.








"Murgly, aku turun aja deh ㅡini kan tanjakan," Esther menggeliat lagi setelah diam cukup lama.

"Terus kenapa?" Mark mencegahnya. "Tau kan kamu tuh sekurus apa? Tanjakan segini doang mah aku kuat."

"Ih tapi kanㅡ"

"Udah deh, santai aja," potong Mark. "Lagian ini dingin banget loh, mending kamu peluk aku dari belakang~"

"Murgly!"

"Iya iya bercanda ah!" Mark menghindar dari cubitan maut Esther. "Tapi dinginnya nggak bercanda."







Kalau sudah begini Esther hanya bisa menenggelamkan diri lagi di bahu Mark, sambil menerima kenyataan kalau udara memang sangat dingin. Dan punggung Mark sangat hangat.
Esther menghela nafas sedih.









"Kenapa?" tanya Mark.

"Apanya yang kenapa?"

"Kamu lah."

"Hah? Nggak kenapa-kenapa."

"Dih."








Rumah Esther sudah tampak di ujung jalan, tapi Mark belum mengutarakan pertanyaan yang sejak tadi sudah menggantung di mulutnya ㅡalasan sebenarnya dia mengantar Esther pulang begini.
Seumur hidup baru kali ini Mark mengantar teman perempuannya pulang, apalagi dengan cara menggendongnya. Mark merasa agak gugup.








"Aku boleh tanya?" akhirnya Mark berbicara.

"Nggak," jawab Esther tanpa berpikir.

"Heyㅡ emangnya tau aku mau tanya apa?"

"Pokoknya jangan tanya-tanya."

"Kamu sakit apa sih sebenernya?" Mark mengabaikan pernyataan Esther.

"No comment."

Mark menggerutu.
"Apa susahnya sih jawab pertanyaan se-simple itu?"

"Kita udah sampai, mau sampai kapan kamu gendong aku?"







Mark menoleh ke depan, rumah Esther sudah lima meter di hadapan mereka. Dengan berat hati dia menurunkan Esther pelan-pelan, memeganginya sampai cukup yakin Esther yang pucat pasi bisa berdiri dengan baik.







"Thanks," ucap Esther singkat dengan seulas senyum.

"Jawab dulu, kamu sakit apa?"

Esther menggeleng.
"Nggak mau."

"Harus mau," paksa Mark. "Kalo enggak, aku nggak pulang nih."

"Nggak usah drama," cibir Esther. "Sedingin ini pasti baru lima menit juga kamu nggak kuat."

Mark meraih tangan Esther yang dingin.
"Aku serius," ia menatap Esther yang kaget dengan perlakuannya. "Kamu sakit apa?"


Sorot mata Esther meredup. Perlahan ia melepaskan jari-jarinya dari genggaman Mark.
"Jangan sekarang," ucapnya tanpa menatap Mark. "Kamu boleh tau, tapi nggak sekarang."

Mark mengerutkan dahinya.
"Why though?"

Esther menggeleng, senyum tipis mengembang di wajahnya yang kekuningan karena bayang-bayang lampu jalan.
"Karena belum waktunya. Aku masuk dulu, kamu juga harus pulang ㅡudaranya makin dingin."

"Estherㅡ"

"Bye, Mark," Esther melambai sambil melangkah mundur. "Thanks ㅡbuat semuanya."







Mark tidak membalas lambaian itu. Dia mematung di tempat dengan gusar.
.
.
.
.
.
ㅡtbc

Backup ; mark lee ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang