17

52.9K 13.4K 1.6K
                                    

Dengan kaki bergerak-gerak karena gugup, Mark duduk di luar ruang kesehatan. Dia tidak boleh masuk karena dia laki-laki.
Untung saja di dalam masih ada dokter sekolah, dan untung saja tadi ada Alice Kim yang datang karena Mark berteriak minta tolong.

Hmm... kebetulan, kesengajaan, atau takdir?

Tiba-tiba pemikiran itu muncul di benak Mark.
Entah hanya perasaannya saja atau Alice memang semakin hari semakin sering berkeliaran di sekitar Mark. Beberapa kali Mark ikut susulan bersama kelas akselerasi, dan sering mereka berpapasan di sekitar sekolah.

Anehnya, Alice tampak seperti ingin bilang sesuatu. Tapi dia selalu ragu-ragu dan akhirnya pergi melewati Mark tanpa berkata apapun.





Mau apa sih dia sebenarnya?

Apa jangan-jangan Alice mau menyatakan cinta?

Mark menoyor kepalanya sendiri saat sifat ge-ernya mulai kambuh.
Tepat saat itu Alice membuka pintu ruang kesehatan. Ekspresinya serius seperti biasa.

"Esther kenapa?" tanya Mark, langsung menghampiri Alice.

"Ng..." cewek itu malah tampak bingung. "Dia pingsan, tapi sekarang udah siuman."

"Maksudnya, dia sakit apa?" tanya Mark tidak sabar.

Alice menggeleng.
"Nggak tau ㅡtadi aku cuma diminta bantu-bantu sedikit, tapi Jang-seonsaeng nggak bilang apa-apa soal itu."

"Oh," komentar Mark pendek.
Ia lalu bergerak hendak membuka pintu, tapi Alice mencegahnya.

"Jangan! Kata Jang-seonsaeng kamu nggak boleh masuk!"

"Ish, iya deh."

Mark menjauh dari pintu.
Selama beberapa menit mereka berdua diam dalam kecanggungan. Seperti biasa, Mark memergoki Alice beberapa kali seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi akhirnya ia kembali mengadu kuku-kuku jarinya alih-alih berbicara.

"Kamu nggak pulang?" tanya Mark akhirnya.

"Ah?" Alice terperanjat. "Aku ㅡya, aku mau pulang tapi siapa tau Choi Esther butuh bantuan lagi."

"Maksudnya," Mark menatap tajam Alice. "Tadi kamu ngapain masih di kelas? Sendirian?"

Lagi-lagi Alice tampak kaget, tapi ekspresinya tetap dijaga setenang mungkin.
"Ada urusan, sedikit."

Mark tak percaya, ia mencoba menangkap kebohongan di mata Alice. Tapi yang ia temukan hanya sepasang mata yang tampak sangat lelah seperti kurang tidur berhari-hari.

"Jangan-jangan... kamu sengaja menguntit aku ya?" tuduh Mark.

"Apa?" Alice berdecak. "Tuduhan itu sama sekali nggak berdasar, Mark Lee."

"Oh ya? Terus kenapa akhir-akhir ini kayaknya kita sering banget tiba-tiba ada di tempat yang sama?" kata Mark. "Dan aku rasa kamu mau ngomong sesuatu."

Alice tidak menjawab, ia mengalihkan pandangan mata untuk menghindar dari Mark.

"Tuh, kan. Kayaknya bener ya? Gotcha~" Mark terkekeh puas.

"Sorry," ujar Alice. "Aku nggak bermaksud ganggu ㅡapalagi menguntit kamu. Maaf kalau misalnya kamu merasa terganggu."

Mendengar permintaan maaf Alice, Mark merasa agak menyesal sudah menuduh yang tidak-tidak. Lagipula, kalau dipikir dengan akal sehat ㅡuntuk apa seorang Alice Kim menguntit orang seperti Mark?

Mark memang selebriti, tapi di sekolah ini andaikan ada sistem kasta maka Alice ada jauh di atasnya.

"Ehㅡ bukan gitu maksudnya..." Mark nyengir. "Aku cuma... Ya, barangkali kamu ada perlu sesuatu gitu. Just tell me, then."

Alice tampak mempertimbangkan tawaran itu. Beberapa kali akan mengatakan sesuatu namun seperti menelannya lagi.
Lama-lama Mark jadi kesal sendiri.

"Hadeh, ya udah deh. Nanti aja ngomongnya," ujar Mark sambil merogoh saku celananya. Lebih baik main game daripada menghadapi Alice yang tidak jelas.

"Oh shit," umpat Mark. "Lupa, handphone-nya kan hilang."

"Hilang?" Alice langsung tampak tertarik. "Kok bisa?"

"Eh? Ya... namanya juga lagi apes," jawab Mark. "Tapi barangkali kamu liat? Kantong serut kecil warna abu-abu ㅡisinya recehan 20 ₩, handphone, dan..."

"Apa?"

"Anuㅡ bukan apa-apa. Hehe. Cuma... mainan. Ya, mainan," jawab Mark ㅡia tidak mungkin menjawab kalau mesin waktunya hilang.

"Oh..." Alice mengangguk-angguk.



Mereka saling diam lagi, menunggu Esther keluar dari ruang kesehatan. Sepertinya di area kelas sudah tidak ada siswa lain. Untung saja Mark tidak ada latihan sore ini karena beralasan mau mengerjakan PR.




"Mark..." panggil Alice tiba-tiba.

"Ya?"

"Ng..." gumamnya ragu. "Kalau misalnya, aku bisa menemukan barang-barang kamu yang hilang ㅡkamu mau nggak..."

Kalimat Alice yang terputus membuat Mark menebak-nebak.



Mau apa?

Membayar sejuta won?

Menjadi pacarnya?

Hush.


"Mau....?" tanya Mark.

"Aku butuh bantuan kamu," ucap Alice mantap. "Saya mau kamu bantu saya."

"Hah?" Mark bingung. "Bantu apa?"

Alice menggiggit bibirnya dengan gugup.
"Nanti aja, yang penting sekarang aku bantu cari tas kamu yang hilang itu."

"Tapiㅡ apa sih yang bisa aku bantu buat kamu?" tanya Mark.

"Ada," jawab Alice misterius. "Aku yakin, dalam hal ini kamu bisa bantu banyak."
.
.
.
.
.
ㅡtbc

ps: contains spin off of nowhere; njm

Backup ; mark lee ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang