"cokelat?" ujarnya yang kini sudah berdiri dihadapanku menyodorkan cokelat dan tak lupa senyum yang terhias diwajahnya.
"mau apa lagi kesini?"
"aku masih punya tanggung jawab, masih sakit kakinya?"
"setidaknya aku masih bisa berjalan, sudahlah aku tak ingin mendebat apapun pagi ini deganmu, kau lebih baik pergi berangkat lebih dulu!" usirku.
"loh, lif, kok malah ngobrol disini? Cepat berangkat sudah jam berapa ini? Eh ada nak Seto, kalian sudah janjian mau berangkat bareng hari ini?" tiba-tiba ibu keluar dari rumah dan menginterupsi pembicaraan kami.
"iya tante.." sanggahnya dengan mencium tangan ibuku, selayaknya hormat kepada yang lebih tua "kami berangkat dulu, ya, tan?"
"oiya, kalian hati-hati dijalan, ya?"
"pasti tante, Alif tidak akan lecet kok"
"eh tapi..!" aku mencoba menginterupsi sepertinya gagal dan memang benar gagal. Pagi ini aku tidak bisa menolak seseorang yang baru saja kemarin kuabaikan, lebih tepatnya terpaksa kuabaikan. Perjalan ke sekolah pagi ini membuatku sedikit canggung dibuatnya, terlebih saat Arseto meminta mengeratkan peganganku ke perutnya, entah dia sengaja atau tidak mengebutkan laju motornya dengan kecepatan yang tak bisa kuabaikan mengenai keselamatan kita berdua. Tapi untungnya kami selamat sampai disekolah, terimakasih Tuhan kau masih menyertai kami berdua dilindunganmu dari bahaya motor sialan itu.
"terimakasih untuk tumpangan hari ini, lain kali jika kau merasa kesal denganku, bisakah kau membicarakannya padaku dan tidak menyalurkannya dengan mempertaruhkan keselamatan kita dijalan?! Dan ini akan menjadi tumpangan yang terakhir kalinya!"
"aku hanya tak ingin kita terlambat masuk, mau cokelat?" sahutnya dan kembali menawari ku cokelat.
"aku tak ingin cokelat, aku hanya ingin kau tak pernah lagi menggangguku!" setelah mengucapkan itu aku mencoba berjalan cepat meninggalkan Arseto dibelakang. Tak ada adegan kejar-mengejar layaknya drama sabun yang kalian lihat ditelevisi, setelahnya aku langsung masuk menuju kelas.
"aku melihatmu turun dari motor Arseto, kalian sudah akrab?" baru saja bokong ini menyentuh kursi, tiba-tiba Putra datang dengan pertanyaan yang dengan bingung harus bagaimana kujawab.
"tidak... mhhh itu... hanya kebetulan saja, kita berpas-pasan dijalan dan dia menawari tumpangan, itu saja." Ujarku dengan mengulas senyum kaku.
"tapi kemarin dia juga mengantarmu pulang, kan, saat kau berada di UKS? Aku lihat dia sangat kawatir dengan kondisimu, sampai-sampai dia harus ikut izin tak ikut pelajaran untuk menjagamu"
"hah?"
Putra hanya menganggukan kepala, setelahnya ia meninggalkanku didalam kelas entah kemana. Tak berselang lama setelah semua murid hampir mengisi tempat duduknya masing-masing, aku merasa ada yang tak beres dengan mereka semua. Aku mendengar sedikit bisikan jika ada gosip tetang kedekatanku dengan seorang Arseto, demi Tuhan kalian menggosipkan seorang lelaki dengan laki-laki lainnya?
"Alifff! Bagaimana dengan kakimu?" Ujar Cecil yang baru saja datang dan hampir tak memiliki kesempatan mengikuti pelajaran hari ini, karena-karena jika tak tepat waktu, gerbang sekolah tak lagi memberikan toleransi dan membiarkan mereka semua yang termenung karena sudah tak ada harapan lagi bisa masuk dibiarkan kembali kerumah masing-masing. Tak sampai disitu pihak sekolah bertanggungjawab terhadap murid-muridnya, pihak sekolah akan menghubungi orangtua murid perihal kembalinya mereka kerumah, dan jika ada murid yang tak berbelok langsung menuju rumah mereka, siap-siap saja orangtua dirumah menanti jawaban dan sebuah sidang kecil akan diadakan (jika orangtua tersebut masih peduli kepada anak mereka).
KAMU SEDANG MEMBACA
alifian
Teen FictionAlifian Permadi adalah salah satu dari sekian banyaknya remaja-remaja didunia ini yang memiliki kisah pribadinya sendiri. Kisah kehidupan keluarga, pertemanan, persabahatan hingga percintaan dialaminya layaknya problematika kehidupan biasa. P.s. T...