Sesi 2

14.5K 532 23
                                    

Arseto perwira, seorang pemuda tampan yang satu minggu belakangan sering sekali mengisi pikiranku. Bukan tanpa sebab pikiranku terisi oleh-nya. Ini semua berkat permainan konyol yang kumainkan bersama teman-teman yang lain.

.....

‌Aku mencoba memposisikan tubuhku bertatapan dengan wajahnya, mencoba menjelaskan tentang keberadaanku yang tiba-tiba ini, mungkin keberadaan yang tidak diinginkan.
‌"Hey mengertilah, ini hanya permainan. Aku tak peduli jika kau mengabaikanku, tapi yang jelas aku hanya ingin menyelesaikan permainan ini" ujarku sedikit berbisik kearahnya. Ia hanya memandangiku beberapa detik dan setelahnya terjadilah hal yang tak diduga, ia kembali bertatapan mesra dengan layar ponselnya dan mengacuhkanku yang kini duduk menghadap kearahnya. Aku hanya mencoba kembali menoleh ke arah mereka yang kini sedang menahan tawa karena aksiku yang hanya menjadi angin lalu. Dengan wajah memelas dan berkata tanpa bersuara "sudah ya, aku tidak bisa lagi" dan dengan mengatupkan kedua telapak tanganku tanda memohon, mereka masih tetap menahan tawa sembari menyuruhku untuk tetap terus mencobanya dengan ayunan tangan gerakan mengusir. Kali ini aku hanya mencoba membuang rasa malu demi tercapainya rasa puas mereka "HAI, KAMU TAMPAN SEKALI. BOLEH KENALAN?" Demi tuhan, wajahnku memanas seketika dengan apa yang baru saja kukatakan. Banyak pasang mata hampir satu kelas kini mulai melirik sumber suara memalukan yang berasal dari mulutku. Mereka yang ikut bermain dan selamat dari hal memalukan yang kulakukan saat ini terbelalak dan hampir meledakkan tawa mereka yang tertahan. Hal yang memalukan selanjutnya adalah; banyak dari mereka yang mengarahkan ponsel mereka kearahku dan mencurahkan hal menarik yang baru saja terjadi, entah mereka mengunggah curahan melalui foto atau video itu di akun sosial media mereka, dimana aku menjadi korban kekalahan permainan menyebalkan itu. Dan hal yang lebih memalukan selanjutnya adalah dia hanya mengacuhkan ku, tak peduli dengan apa yang terjadi denganku beserta mereka-mereka yang ikut menyaksikan sesuatu yang terjadi denganku yang sedang berada diahadapanmu untuk menyelesaikan tantangan ini. Akhirnya aku tak kuasa untuk menyerah dari keacuhan dan rasa malu yang sudah menjalar keseluruh tubuhku. "Loh, Lif, kenapa kamu kembali? Tantanganmu belum selesai, kamu belum berhasil menggoda dia!" Ujar Cindy dengan raut wajah sedang menahan tawa dengan selipan ekspresi tak puas dengan aksiku yang gagal. "Peduli setan, aku menyerah dia terlalu datar dan aku sudah terlanjur malu dengan ini semua dan kalian malah asik merekam aksi ini dan mengunggahnya ke insta story, jahat kalian, sudahlah aku tak ingin bermain permainan ini lagi!" Wajahku sudah memanas dengan kejadian yang baru saja terjadi, aku mencoba untuk mengerti yang baru saja terjadi hanyalah permainan saja. Aku kembali ke mejaku dan beberapa dari mereka yang ikut bermain mendatangi mejaku dan hanya mengatakan kata-kata penenang "ayolah, lif, jangan terlalu terbawa perasaan. Ini kan hanya permainan saja" aku terlanjur terbawa perasaan, terbawa perasaan saat aku menyadari aku ternyata tertarik dengan dia yang menjadi objek tantangan untuk hukuman kekalahanku...

Sebelum melangkahkan kaki keluar menuju gerbang sekolah, aku menyempatkan diri untuk menuju toilet karena rasa ingin buang air yang sudah tak kuasa kubendung. Saat memasuki toilet aku melihat satu murid yang tak asing, murid tampan yang baru saja menjadi objek hukuman untuk tantangan dari permainan yang baru saja kumainkan dengan teman-teman baruku. Saat kedua pasang mata ini kembali saling bertemu untuk yang ketiga kalinya, ya, tiga kali, yang kedua sudah terjadi dikelas dan satunya baru saja terjadi. Aku hanya sedikit menunduk, mencoba mengalihkan pandanganku dan mempercepat langkah menuju bilik toilet dan menutup pintunya, agar saat ia memandangiku ia tak mendapati jika objek yang baru saja ia pandangi wajahnya sedang memanas, entah malu atau... Sudahlah aku harus menyelesaikan 'urusanku' terlebih dahulu. Setelah urusanku selesai dengan lega, aku melangkah keluar dan betapa terkejutnya aku mendapati objek yang beberapa kali membuat wajahku memanas kini sedang asik menata rambut didepan kaca toilet dan memandangiku kembali melalui bayangan pantulan cermin. Kami kembali beradu tatap, belum sempat aku mempercepat langkah menuju keluar toilet, sebuah tangan memberhentikan langkahku untuk segera keluar. Yatuhan sepertinya dia ingin membalaskan dendam atas perlakuan memalukan yang membuat jagad sosial media kelas terpenuhi oleh rekaman unggahan kejadian yang menjadi bahan tertawaan mereka. jika kalian pernah merasakan perasaan tercekat dan tak bisa berkutik karena sesuatu yang membuat kalian takut, mungkin itu yang kurasakan saat ini. "maafkan aku jika kamu marah karena kejadian memalukan tadi, sungguh aku tak ingin melakukannya, maaf!" Ujarku dengan sekali tarikan napas dan menutup mata ini, untuk mengantisipasi tak melihat hal yang tidak diinginkan akan terjadi nantinya. Hening, beberapa sekian detik tak ada tanggapan darinya. Tetapi tangan kokohnya masih tetap menggenggam pergelangan tanganku yang sudah mulai berkeringat. Aku mencoba membuka mata dan melihat apa yang terjadi, walaupun resikonya aku akan mendapati layangan pukulan atau sesuatu yang akan menyakiti tubuhku yang akan kulihat nantinya. Dia hanya tersenyum dan seperti menahan tawa dengan apa yang ia lihat. "Memang ada yang lucu?" Ujarku dengan pandangan sedikit was-was untuk melihatnya. "Tidak sih, tapi kamu sungguh-sungguh terlihat lucu dengan mimik wajah seperti orang yang akan diperkosa. Kamu harus lihat wajahmu sendiri dicermin" dia menanggapi dengan tersenyum geli. "Ah tidak lucu!" Aku mulai melepaskan genggamannya dari pergelanganku dengan cepat bersamaan dengan wajahku yang kembali memanas. Dengan segera aku kembali melangkahkan kaki keluar dari toilet, setengah berlari tetapi dari arah belakang dua tangan mulus nan kokoh memelukku dengan kencang dan menarik kembali tubuhku ke dalam toilet.
"Ada apa sih denganmu? Kau masih ingin membalaskan rasa kesalmu untuk kejadian yang tadi, jika iya sekarang saja katakan dan selesaikan!" Ujarku dengan kesal dan mencoba melepaskan pelukannya yang mengencang dipinggangku.

alifianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang