"Titik-titik pola yang awalnya terpisah, akhirnya saling terhubung dengan suatu garis dan menampakkan sebuah gambar pada akhirnya."
*****
Suasana di club yang berada di bilangan Jakarta Pusat pada malam itu terlihat lebih ramai dibanding malam biasanya. Mungkin, karena saat itu hari Minggu, hari terakhir yang tepat untuk melepas seluruh lelah yang menumpuk di hari-hari sebelumnya.
Dentuman musik, kepul asap rokok, dan suara riuh orang menjadi satu padu membentuk sebuah irama bising yang mengusik kuping Amaya. Wanita itu sebenarnya terpaksa untuk datang ke club saat itu, karena desakan dari ketiga sahabat dekatnya untuk merayakan pesta lajang Helen.
Jangankan untuk sekadar membuka mulut, untuk bernapas saja rasanya sesak bagi Amaya. Asupan oksigen di tempat itu rasanya sangat tipis, membuat Amaya ingin cepat-cepat pulang dan tidur nyaman di samping Rava.
Bodoh! Bisa-bisanya aku sampai berpikir seperti itu, keluh batinnya dengan satu tangannya sudah refleks terangkat dan menampar diri sendiri. Berusaha ingin sadar dari pikiran gilanya.
"Loh, kamu kenapa, May?" tanya Derish melihat sikap aneh Amaya.
"Amaya 'kan memang selalu aneh. Tidak usah dihiraukan, Rish," ledek Aylin sambil menyesap kembali koktailnya. Lantas membuat Amaya memanyunkan bibir tanda marah dalam sekejap.
Namun, hanya sesaat, karena pada detik selanjutnya, kelima sahabat itu termasuk Amaya di dalamnya mulai kembali saling mengobrol, meledek, bahkan menggosip satu sama lain layaknya obrolan wanita lainnya.
Keakraban sangat kental terlihat dari mereka. Tentu saja, karena mereka sudah bersama sejak kelas dua SMA. Dipertemukan dari sebuah kerusuhan yang dibuat Helen dan pada akhirnya berakhir dalam satu kelas yang sama.
"Padahal rasanya masih baru kemarin saat Helen memulai pertengkaran dengan Derish hanya karena seorang laki-laki," celetuk Abel di tengah obrolan.
"Siapa juga yang bertengkar karena seorang laki-laki? Jangan bawa-bawa aku. Semua 'kan karena salah Helen yang langsung marah padaku tanpa berpikir panjang," sanggah Derish tidak mau disalahkan.
"Tidak, tidak. Sebenarnya, biang kerusuhan sebenarnya adalah Abel. Habisnya, Abel pakai acara siram-siram jus segala," timpal Amaya membetulkan yang langsung disetujui oleh ketiga orang sahabatnya, terkecuali Abel.
.
.
-Flashback-
Kedua orang anak perempuan dengan seragam putih abu-abu sedang berjalan cepat melalui lorong kelas. Anak perempuan dengan rambut cokelat sebahu terlihat marah dengan kerutan dahi yang jelas, sementara anak perempuan lainnya yang mendampingi sibuk melarang, meski hanya diabaikan.
Sebenarnya, Amaya tidak ingin terlibat masalah terlebih hanya karena perkara cinta, tetapi ia juga tidak ingin meninggalkan Helen seorang diri saat sahabatnya itu patah hati karena diselingkuhi. Oleh sebab itu, ia terpaksa terseret seperti sekarang untuk melabrak anak perempuan yang berani menggoda kekasih Helen.
"Aku ingin bertemu dengan Derish. Dimana anak itu?" tanya Helen tiba-tiba pada seluruh anak dalam kelas 11 IPS 5.
Beberapa anak yang terlihat mengenal Derish langsung menunjuk seorang anak perempuan bertubuh mungil dengan rambut hitam dikucir satu. Anak itu sedang membaca sebuah buku pelajaran di tengah istirahat. Benar-benar tidak terlihat seperti anak yang berani merebut kekasih orang lain di mata Amaya.
"Sepertinya kamu lebih baik menghentikan saja niatmu untuk menantangnya, Len. Anak itu terlihat seperti anak baik-baik," bisik Amaya kembali melarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Wedding
Romance[Romance - 19 ] Follow dulu, baru dibaca. -PRIA yang LICIK bagai RUBAH- Dari semua cerita dongeng aku paling benci dengan kisah putri tidur, karena ia mendapat bahagia hanya dengan tertidur. Ingin sekali aku membangunkan dan menyadarkannya bahwa ti...