Pria itu sudah menaruh gelas kosong di atas nakas. Lantas ikut tersenyum melihat Amaya.
"Harusnya kamu mengabariku lebih dahulu, agar aku bisa menjemputmu."
"Aku ingin mengejutkanmu, tetapi aku yang kaget karena diabaikan seperti tadi."
"Maaf."
"Sudahlah. Aku juga sering larut saat sudah bekerja."
Tidak ingin memperpanjang masalah, maka dengan satu gerakan tangan, Rava sudah menepuk-nepuk tempat kosong di sisinya. Meminta Amaya untuk duduk bersamanya.
"Kamu tidak mandi dulu?" tanya istrinya itu sembari membereskan beberapa berkas yang masih tergeletak.
"Nanti saja. Aku masih merasa bersih juga." Rava lantas merebahkan tubuh kembali, sementara Amaya sudah duduk dengan memangku lagi laptopnya.
"Kamu tidak ke ruang kerja saja?" Rava sudah menoleh. Memperhatikan Amaya dari tempatnya tidur.
"Aku lebih nyaman bekerja di dalam kamar seperti ini. Lagi pula, aku ingin menemanimu."
Jawaban yang diucapkan tanpa pikir panjang oleh Amaya ternyata mampu membuat debar jantung Rava terasa mencepat, sementara matanya masih memuja wanita itu.
"Kamu sedang merayuku sekarang?"
"Hah?" Amaya langsung melihat balik suaminya itu dengan raut bingung yang kentara.
"Sudahlah, lupakan. Lebih baik kamu bercerita tentang harimu selama aku tidak ada. Aku ingin mendengarnya sebelum tidur."
"Cerita, ya ... mungkin ada satu cerita." Wajah Amaya lantas mengeras tanpa wanita itu sadari.
"Cerita apa?"
"Beberapa hari lalu, saat aku pulang setelah mengambil ponselku, aku bertemu dengannya."
"Siapa?"
"Ragil. Siapa lagi memang?"
Rava diam. Berusaha untuk memikirkan respon yang tepat. Dengan perlahan, ia kembali bangun masih dengan menatap istrinya itu.
"Lalu?"
"Kugigit."
"Maksudmu?"
"Ia ingin mengajakku bicara sampai menahan tanganku. Jadi, karena kesal aku menggigit tangannya."
Fokus Rava langsung buyar saat mendengar jawaban Amaya yang terdengar ajaib itu. Ia bahkan sudah tidak lagi menahan tawa. Lantas terbahak dengan keras suaranya.
"Kamu malah tertawa, Rav. Padahal, aku sudah sangat serius seperti ini."
"Semua juga akan tertawa saat mendengar ceritamu, May. Tingkahmu terlalu aneh sampai bisa dilewatkan begitu saja."
"Tidak seaneh itu, kok."
Kali ini giliran Amaya yang merajuk. Wanita itu memilih untuk tidak lagi melihat Rava dan balik menatap layar laptop dengan bibir dimanyunkan.
"Kamu marah?" tanya Rava dengan napas yang kembali teratur.
Namun, pria itu tidak mendapat jawaban. Amaya hanya diam masih dengan kesal yang kentara.
"Dasar, kekanakan sepertiku," lanjut Rava sambil kedua tangannya terjulur. Lantas mengambil laptop Amaya dalam sekali gerakan.
"Rava!" pekik Amaya karena sebal.
"Lupakan dulu soal kerja."
Tidak memberi jeda, pria itu langsung menutup laptop istrinya itu dan memasukkannya dalam laci nakas yang ada di samping tempat tidur.
"Kamu mengajakku berkelahi, ya?! Berikan laptopku," pinta Amaya yang tentu diabaikan oleh Rava.
Bukan memberikan balik laptop, Rava justru memberi sebuah pelukan erat. Memaksa tubuh mungil Amaya untuk terjebak dalam dekapnya.
"Kamu aneh, deh. Aku ini sedang serius, tahu!"
Amaya berusaha melepaskan pelukan, tetapi Rava menahan dan langsung menjatuhkan tubuh mereka bersama ke atas empuknya tempat tidur.
"Aku tahu, tempe, kamu sedang serius. Namun, lebih baik kita sekarang tidur lebih dahulu. Aku sudah lelah. Biar nanti kupikirkan lagi masalahmu itu."
"Lawakanmu tidak lucu."
"Memang aku bukan pelawak."
Amaya langsung mendengus saat merasa kalah dari Rava. Ia terlalu sadar bahwa dirinya tidak akan menang jika beradu argumen dengan pria itu. Jadi, tanpa melawan lagi, pada akhirnya Amaya memilih untuk ikut terlelap. Mencoba untuk menikmati hangat pelukan yang agak dirindunya tersebut.
.
.
Ditulis oleh: Penulisdsy
Vote, follow, dan komentar jangan lupa
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Wedding
Romance[Romance - 19 ] Follow dulu, baru dibaca. -PRIA yang LICIK bagai RUBAH- Dari semua cerita dongeng aku paling benci dengan kisah putri tidur, karena ia mendapat bahagia hanya dengan tertidur. Ingin sekali aku membangunkan dan menyadarkannya bahwa ti...
Bab 31
Mulai dari awal