Musim 1 : Sesi 1

35.2K 799 40
                                    

Pagi itu aku berangkat menuju sekolah dengan perasaan tak sabar, dada berdegub dan campur aduk lainnya karena rasa penasaran dengan sekolah baru, dengan jenjang tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari yang sebelumnya. Rasa antusiasku yang bersemangat pagi itu berbanding lurus dengan rasa malu yang menjalar keseluruh tubuhku yang jika kubayangkan; bagaimana jika mereka tidak menyukaiku saat pertama kali perkenalan diri didepan kelas?

"Bu aku berangkat dulu, ya?" Ujarku kepada ibu yang masih sibuk dengan mimpinya
"Oh hati-hati dijalan (meraba-raba nakas mengambil dompetnya), ini uang sakumu" timpanya

Saat bokong ini menyentuh bangku angkutan umum aku masih merasa antusias dengan bayanganku tentang sekolah baru, teman baru dan semua hal yang baru ditingkat pendidikanku yang sudah menanggalkan pakaian putih biru dan berganti menjadi putih abu-abu. 'Oke Alif, kamu bisa!' Ujarku dalam hati yang sedang menyemangati diri sendiri.
Sesampainya disekolah, aku merasa asing dengan semua wajah yang berlalu lalang dikoridor sekolah, ya jelas saja aku merasa asing, tak ada yang aku kenal sama sekali karena dilingkunganku yang baru teman-teman seper-alumniku di menengah pertama tidak ada yang berhasil lolos mencapai pendidikan atas negeri, hanya ada beberapa yang lolos termasuk aku yang beruntung bisa diterima disalah satu sekolah negeri yang dimana semua biaya pendidikanku terbebaskan karena kebijakan pemerintah kota.

Telunjuk ini mencoba menyelusuri setiap kertas dengan banyak daftar nama yang memenuhi seisi papan pengumuman, mencari namaku dan dikelas mana nantinya aku akan ditempatkan. "Ketemu!" Setelah bergerumul dengan banyaknya remaja-remaja yang baru saja lulus SMP yang memenuhi papan pengumuman yang dimana kami memuliki tujuan yang sama, akhirnya aku menemukan cantuman nama dan dikelas mana aku ditempatkan. Aku akan menghabiskan 1 tahun pertamaku nantinya dikelas X IPS 1. Saat pertama kali memilih jurusan SMA aku masih sedikit lamban mengetahui perbedaan IPA dan IPS, aku baru mengetahuinya setelah membutuhkan waktu beberapa menit nencari perbedaan tersebut melalui pencarian di ponsel pintar, entah aku merasa bodoh atau aku yang acuh tak acuh dengan predikat jurusan yang nantinya aku pelajari. Setelahnya aku memantapkan hati untuk memilih jurusan IPS, aku tak mau ambil resiko bertemu dengan hampir seluruh jadwal pelajaran dipenuhi sesuatu yang berbau angka jika mengambil jurusan IPA, terimakasih, aku muak dengan mereka, bahkan sejak masih mengenyam pendidikan sekolah dasar.

Akhirnya aku menemukan kelas baruku, masih sepi dan kosong, atau memang aku yang salah memasuki ruangan? Ah, sepertinya aku tidak salah, diatas pintu kelas sudah terlabel kelas X IIS 1, sudahlah aku masuk saja dan mencari tempat nyaman agar disaat aku tidur disela-sela jam pelajaran tak terlihat oleh guru, bangku belakang yang jelas. Satu persatu murid-murid baru bermunculan dan mencari tempat ternyaman mereka untuk duduk dan mudah mencermati papan tulis, mugkin bagi mereka yang minus akan mencari tempat duduk paling depan karena ketebatasan penglihatan mereka, sekalipun kacamata yang menggantung diantara hidung mereka sudah disesuaikan dengan kodisi minus, plus, silinder atau apalah itu yang mereka idap. Akhirnya kelas sudah terisi penuh, tapi bangku belakang disebelahku masih belum berpenghuni. Aku menyibukan diri dengan ponsel pintarku, menyumpal kedua telinga dengan earphone dengan memutar lagu favorit agar tak terlalu bosan dengan keriuhan yak tak kuketahui apa yang mereka perbincangkan dikali pertemuan mereka yang pertama.

"Assalamualaikum, Selamat siang anak-anak" ucap seorang wanita tua yang jika kuperkirakan nantinya dia akan menjadi salah satu pengajar dikelas ini, bahkan mungkin wali kelas.
"Walaikumsalam" balas kami bersamaan.
"Oiya perkenalkan..." (Tok, tok, tok...) Tiba-tiba ucapnya terhenti karena ada beberapa siswa yang terlambat dihari pertama sekolah.
"Permisi, maaf bu kami terlambat" ujar mereka.
"Tidak apa-apa, besok kalian jangan terlambat, ya? Silahkan duduk"
"Terimakasih, bu" jawab mereka, sebelum duduk mereka bersaliman terlebih dahulu, formalitas klasik dimana yang muda harus menghormati yang lebih tua, apalagi saat masih mengenyam pendidikan setiap bertemu guru pasti refleks kita akan bersaliman dengan siapapun mereka yang kita kenal, walaupun guru tersebut lupa-lupa ingat mungkin.
"Baik, perkenalkan nama saya ibu Sri Ningsih kalian bisa panggil saya ibu Ning, jangan panggil ibu Sri, ya? Karena staf pengajar wanita disekolah ini rata-rata banyak menggunakan nama Sri, jadi jika kalian ada urusan dengan saya jangan hanya menyebut nama depan saya saja, takutnya guru lain yang menyauti kalian, ya nak?"
"Iya, bu Ning" kompak kami.
"Ya, disini ibu akan menjadi wali kelas kalian sekaligus guru mata pelajaran pendidikan agama islam. Baiklah kalian memperkenal diri, sebutkan nama, asal sekolah dan alamat rumah kalian. Dimulai dari depan paling kanan, ya?" Pintanya.
Baiklah mungkin ini akan lama jadi aku tak mungkin mendektekan satu-persatu perkenalan teman-teman baruku dikelas yang dimana jumlahnya ada 35 murid. Setelah perkenalan dan sebagai macamnya wali kelas kami berkata untuk awal masuk sekolah jam pelajaran dikosongkan untuk anak-anak agar menyesuiakan dengan lingkungan dan teman-teman barunya.

alifianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang