~~~
Grey meringis saat Darius mengoleskan ramuan pada lengan kirinya, "Pelan-pelan, bodoh."
Darius memutar bola mata, "Ini akibatnya kalau sering menggoda wanita," katanya. Grey memang terkenal suka menggoda gadis-gadis di Negeri Leuco. Pengabdi setia Pangeran Moriz itu menggunakan wajah tampannya untuk mencuri perhatian para gadis.
Lidio berhasil mengalahkan Grey dalam pertarungan mereka tadi. Akibatnya, Grey mendapatkan luka di lengan kiri. Tentu saja, teknik yang Lidio kuasai adalah teknik berpedang dari Pangeran Moriz. Tentu tak ada yang bisa mengalahkan teknik Pangeran Moriz yang ahli dalam berpedang itu.
Saat ini mereka sedang berada di ruang pengobatan kastil. Grey dan Darius duduk di kursi, dan Lidio berdiri di hadapan mereka. Sedangkan, Pangeran Moriz sedang bersandar di pintu ruangan itu.
"Hey, aku tidak menggodanya. Aku mengatakan yang sebenarnya," balas Grey tak terima.
Lidio memutar bola matanya malas, "Sudahlah. Tidak apa-apa, Grey. Cepatlah, aku ingin pulang. Pasti Zenas dan Bibinya belum makan."
"Apa urusannya denganmu kalau mereka belum makan?" tanya Grey.
"Tentu saja aku harus memasakkan makanan untuk mereka. Sebagai seorang tamu, aku harus tahu diri."
"Kau bisa memasak?" tanya Pangeran Moriz tidak percaya. Nadanya terdengar meremehkan.
Lidio menoleh ke arah Pangeran Moriz, "Tentu saja," jawabnya. Dia menatap pria berjubah itu dengan tatapan sinis.
"Wah, kau luar biasa. Kau bisa jadi istri idaman para lelaki di Negeri Leuco," kata Grey menggoda. Dia mengangkat alis berulang kali sembari tersenyum lebar.
Darius geleng-geleng kepala. Pria itu telah selesai memberi pengobatan pada Grey. Dia kemudian mengambil dan membersihkan peralatan pengobatan yang baru saja dia pakai.
"Hentikan omong kosongmu itu, Grey!" ujar Pangeran Moriz dengan nada dingin.
Lidio tersenyum mengejek pada Grey, sehingga membuat pria itu mendengus kesal.
"Ayo, Lidio. Aku akan mengantarmu pulang," kata Pangeran Moriz.
Lidio mengangguk. Dia berpamitan pada Grey dan Darius. Setelah itu, dia berjalan berdampingan dengan Pangeran Moriz keluar dari kastil.
Saat sudah keluar dari kastil, para pengawal berdiri dengan berjejer rapi di depan pintu masuk, seperti menyambut kedatangan Pangeran Moriz dan Lidio.
Lantas hal itu membuat Lidio memutar bola matanya malas. Mereka seperti sedang menikah saat ini. Bedanya Lidio dan Pangeran Moriz tidak bergandengan tangan. Dengan cepat Lidio menggelengkan kepala, dia merasa konyol telah memikirkan dirinya menikah dengan Pangeran berwajah dingin itu.
Pangeran Moriz naik ke punggung kuda lalu mengulurkan tangan pada Lidio, ingin membantu gadis itu naik dan duduk di belakangnya.
Lidio menatap Moriz bingung, "Bukankah tadi ada dua ekor kuda?"
Pangeran Moriz berdecak, "Naik saja."
Lidio mendengus lalu menerima uluran tangan Pangeran Moriz. Sehingga Moriz mengangkat tubuh gadis itu, membantunya naik. Saat Lidio sudah duduk di belakang Moriz, Pangeran dari Negeri Leuco itu keluar dari kastil. Kudanya melesat menuju rumah Zenas.
Saat di perjalanan, banyak orang-orang yang menunduk hormat pada Pangeran Moriz dan memandang heran Lidio. Bahkan ada yang memberi tatapan sinis, dan ada pun yang mengedipkan mata pada gadis berambut cokelat kemerahan itu. Yang memberi kedipan sudah di pastikan adalah kaum pria. Hal itu membuat Lidio lagi-lagi mendengus. Baiklah. Sudah berapa kali dia mendengus hari ini?
"Ada apa?" tanya Pangeran Moriz saat merasakan napas dengusan Lidio di punggungnya.
"Tidak apa-apa."
"Jangan perdulikan mereka, tatap saja punggungku," ujar Pangeran Moriz dengan nada datar yang seperti biasanya. Dia memang memerhatikan rakyat-rakyat Negerinya yang memandang Lidio. Kecantikan gadis itu sudah menjadi alasan yang cukup bagi Moriz dari pertanyaan mengapa gadis itu selalu menjadi pusat perhatian.
Lidio menuruti perintah Pangeran Moriz, dia menatap punggung pria itu. Cukup lama dia terdiam dan mencoba untuk menikmati perjalanan. Hingga akhirnya dia bersuara, "Moriz, hewan apa pasanganmu?" tanyanya.
"Kelelawar."
Lantas Lidio terkejut mendengarnya,"Oh, b-begitu ya," jawabnya. Tiba-tiba saja Lidio teringat pada Black, kelelawar yang sering mengikutinya dulu. Kakek itu memberikan perintah pada Black untuk kembali ke tempat asalnya, mungkinkah tempat asal Black di dimensi ini?
Suasana yang cukup canggung di antara mereka akhirnya telah berakhir. Mereka sudah sampai di depan rumah Zenas.
Lidio turun dari kuda, "Kau tidak ingin masuk dulu?" tanyanya pada Moriz.
"Tidak. Aku harus kembali ke kastil," kata Moriz. Atau lebih tepatnya, dia tidak ingin bertemu Zenas.
"Baiklah. Terima kasih, Moriz." Lidio tersenyum. Karena pelatihan berpedang itu, hubungan Lidio dan Moriz menjadi sedikit membaik. Meski, Pangeran Moriz masih tetap saja bersikap dingin dan datar. Tapi, Lidio sudah memakluminya. Pangeran Moriz bersikap seperti itu bukan hanya pada dirinya, tapi ke semua orang yang dia temui. Bahkan pada Ayah dan Ibunya sendiri. Lidio berusaha untuk terbiasa menghadapi sifat alami Pangeran Moriz.
Pangeran Moriz mengangguk lalu pergi. Lidio menatap kepergian Moriz yang melaju pergi dengan kuda. Saat sudah jauh, Lidio melangkah masuk ke dalam rumah Zenas.
"Aku pulang!"
"Hey. Kau sudah pulang?" Zenas tersenyum. Pria itu sedang duduk di kursi sembari meruncingkan anak panahnya.
Lidio mengangguk lalu menghampiri Zenas.
"Bagaimana pelatihan pedangmu tadi?" tanya Zenas. Zenas memang sudah tahu bahwa Lidio di latih berpedang oleh Pangeran Moriz. Lidio selalu mengajak Zenas untuk ikut bersamanya ke kastil, tapi Zenas selalu menolak. Bahkan Zenas memberitahu Lidio cara menghadapi sikap dingin Pangeran Moriz. Zenas pun mengajari Lidio memanah setelah Lidio pulang berlatih pedang di kastil.
Lidio tersenyum lebar, "Aku sudah menguasainya."
"Mengapa bisa secepat itu?" Zenas terlihat tidak percaya.
Lidio tersenyum angkuh, "Karena aku hebat."
Zenas memutar bola matanya, "Bagaimana? Apa kau sudah siap ikut turnamen itu?"
Lidio mendengus, "Bagaimana bisa? Aku belum menemukan pasanganku."
Zenas terkekeh, "Kau harus cepat mencarinya. Seminggu lagi turnamen akan di mulai."
"Ya. Aku akan mencarinya besok."
______________________________________
Tinggalkan jejak kalian. Terima kasih sudah membaca chapter ini^^
-dilla
KAMU SEDANG MEMBACA
The Leuco
FantasyStella telah membuat kesepakatan dengan seorang pria tua yang bersedia menyembuhkan penyakit ibunya, tetapi dengan syarat bahwa ia bersedia di kirim ke dimensi lain untuk membebaskan seorang pangeran dari kutukannya. Di sana, Stella hidup dengan ide...
Chapter 6: Practicing sword
Mulai dari awal