M a t a h a r i sudah menampakan sinarnya, malam yang gelap sudah berlalu. Aku segera bangkit dari kasur dan bergegas ke kamar mandi memulai aktifitasku.
Setelah rapih dengan semua pakaian yang aku kenakan juga bedak yang agak tebal untuk menutupi garis mataku yang menghitam. Aku jadi sering menangis akhir-akhir ini, karena tidak tahan dengan gejolak sakitnya percintaan. Segera aku menuruni tangga menuju dapur, menyiapkan sarapan pagi hanya dengan memakan roti selai saja sudah cukup.
Abang tidak berkunjung ke sini lagi, bahkan menghubungiku hanya satu kali dalam tiga hari. Kalau kalian bertanya aku kangen sama dia? Tentu saja iya! Aku ingin memeluknya sekarang, menumpahkan keluh kesahku kepadanya.
Tidak terduga, dan membuatku tercengang. Saat aku membuka pintu untuk keluar, disana sudah ada Raihan yang sedang duduk manis di halaman rumahku. Kurang kerjaan memang, "Ngapain lo?"
"Selamat pagi, Jessica," Sapanya.
Huft. Aku sampai lupa kalau aku tidak sopan tadi, "Pa-pagi juga Raihan" Semoga dia tidak melihat wajahku yang malu.
"Yaudah yuk, berangkat," Tanpa ada penolakan dari diriku, Raihan sudah memegang telapak tanganku lalu dia menggenggamnya. Hangat, padahal udara pagi ini sangat dingin. Menyadari kalau pagi ini sangat dingin, Raihan mengendarai mobil untuk menjemputku. Di dalam, keheningan mulai tercipta, aku memperhatikan jalanan di depan dan samping kiriku. Sedangkan Raihan, ia serius sekali mengendarai mobilnya, karena aku tidak tahan oleh keheningan ini, akhirnya aku membuka suara terlebih dahulu.
"Raihan,"
"Hmm?"
"Kok lo gak bilang kalau mau ke rumah?" Memang ini terlihat aneh, biasanya Raihan menghubungiku untuk sekedar memberitahu.
"Gue gak ada pulsa."
Mendengar itu rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak. Dan, ya, aku tertawa. Tidak memperdulikan raut wajah Raihan yang kebingungan dan kesal. Aku sudah tidak tahan lagi, masa sih seorang Raihan yang hidupnya serba ada, pulsa saja tidak ada? Itu sangat memalukan, "Lo kalau ngomong yang beneran dikit, Rai.. Haha,"
"Eh gue serius, deh. Pulsa gue abis. Ah, parah lo malah ngetawain gue," Sambil mengerucutkan bibir nya, dan itu mengundang tawaku kembali. "Ah jahat lo mah jangan ngetawain gue," Kata Raihan dengan wajah yang sudah tertekuk. Menyadari kalau kelakuanku sudah berlebihan, aku segera menstabilkan suaraku.
"Ya, ya sorry... Udah jangan ngambek, muka lo tambah jelek kalau kayak gini." refleks aku mencubit pipi Raihan, lalu aku menyadari perbuatanku tadi, aku langsung diam sesaat, "So-sorry, gak sengaja sumpah." Ujarku dengan mengulurkan dua jari tanda aku menyerah.
"Arr, iya no problem." Jawab Raihan dengan kikuk. "Besok lo ada acara gak?" Tambahnya.
"Mmm, enggak. Gue kan di rumah aja,"
"Good! Besok gue jemput jam sebelas siang," Dengan nada yang bersemangat.
"Emang mau kemana?"
"Ke pelaminan."
"Dih jayus lo, ah."
Raihan menampak seulas senyum mengejek, dan aku membalasnya dengan memukul lengannya.
"Duh... Udah woy, mau mati muda nih,"
Menyadari ulahku yang bodoh, aku langsung menghentikan pukulan bertubi-tubi tadi. "Lagian lo mah ngegoda gue mulu! Untung iman gue tinggi.""Ckck... Gue cium juga lo nyerah." Gumam Raihan dengan seringainya.
Tapi aku tidak memperdulikan dengan seringainya itu. Yang aku tangkap hanya kata "gue cium" yang langsung teringat kembali dengan adegan romantis Lulu dan Nathan. Jantungku kembali berpompa dengan detakan beritme cepat. Seperti tertusuk-tusuk jutaan jarum suntik yang amat mematikan. Merasakan sakit yang perlahan dengan ritme ciumannya. Semakin lama aku melihat adegan itu, semakin lama pula rasa sakit yang ditorehkan. Ingin rasanya lepas dari bayang-bayang semu itu, namun nihil aku sudah mengingatnya kembali.
"Woy.... Apa lo masih di dunia lain?" Raihan seperti mantra sihir yang langsung menginterupsiku ke alam nyata.
Tapi tunggu, Raihan tadi bilang aku lagi di dunia lain? Memangnya aku setan!
"Gue bukan setan." Sepertinya aku terbawa emosi.
"Akhirnya lo sadar dari lamunan lo. Kenapa sih lo? Masa pagi-pagi kesambet?"
"Gu-gue baik-baik aja."
"Lo gak bisa bohong sama gue Jessica! Jelas tadi lo gue panggilin gak nengok sama sekali. Lo ngelamunin apaan?"
"Gue inget kalo Nathan nyium Lulu." Ujarku keceplosan.
"APA?!"
"Emangnya gue belum kasih tahu lo, ya?" Aku menanyakannya dengan polos.
"Lo cuman bilang kalo Nathan mau nembak Lulu. Bukan cium Lulu!" Dengan tatapan mata elangnya kalau diartikan bisa seperti Lo.hutang.penjelasan.sama.gue.
"So-sorry! Gue lupa. Oke calm down. Bakalan gue ceritain nanti, ya, tuh dikit lagi kita udah mau sampai gerbang," Seperti habis di terkam binatang buas dan ada penyelamat waktu, aku akan segera bebas dari intimidasi matanya Raihan.
"Hufft... Oke. Tapi lo harus tepatin itu. Gue gak mau tahu!" Dengan nada yang terpatah-patah dan menekan.
Akhirnya sampai juga di sekolah, penjara ilmu. Ya aku menyebutnya begitu, karena tadi jalanan cukup macet, jadi kami sampai lebih lama dari waktu yang di perkirakan.
"Makasih atas tumpangannya, Sobat...," Sedikit merenggangkan suasana, walaupun jayus sih sebenarnya.
"Ya. Selow aja. Tapi ini gak gratis ya! Lo harus bayar dengan penjelasan perihal mereka berdua" Ancamnya
"Ohh oke-oke, gue gak bakal lupa. Udah, ya gue ke kelas duluan. Bye,"
"Bye."
Apa gak ada kata yang lebih spesial lagi dari sekedar panggilan sobat? Panggil gue sayang, beb atau honney gitu? Ujar Raihan dalam hati.
***
Kyiiiaaaaa gue balik lagi... ada yang kangen? Gak ada oke:") . Gue tau iya ini pendek! :" . Pikiran gue lagi gak dapet buat cerita ini.. maafkan dakuuu.. tapi berhubung senin libuurr.. ayeey, insyaallah gue update jd 3x ya.. jadi tinggal 2x lagi..
Klo ada yg nanya tamat nya kapan? Mmmm gue blm bisa kasih tau. Karena gue juga maunya sampe jessica punya anak:v
Gue gak bakal munculin tokoh jahat. Paling cuman kayak berantem gtu2 aja ya.
Okeh makasih yg udah mampir di cerita gue.. love you :*
Mari berteman!
Instagram: kn.andiniImndin