32

3.1K 639 31
                                    

"saya mohon biarkan Aziel tinggal bersama saya" Itu adalah kalimat yang diucapkan Garren beberapa hari yang lalu.

Dirinya bahkan sampai berlutut memohon pada Alan, dan dengan banyak pertimbangan Alan pun mengizinkan dengan syarat dia dan Melvin juga ikut tinggal bersama.

"Sayang kamu mau makan malam apa?" Tanya Garren mendekati Aziel yang sedang asik bermain dengan sapinya.

"Terserah"

"Terserah itu apa?"

"Ga tau, terserah" Jawab Aziel acuh.

"Ikan mau?" Tanya Garren lagi.

"Engga"

"Ayam?"

"Engga"

"Terus maunya apa?"

"Terserah" Jawaban dari Aziel itu sukses membuat Garren menghela nafas panjangnya.

"Sayang, Opan punya permainan" Ujar Opan membuat Aziel tertarik dan langsung menghampirinya.

"Di kepala Opan ini udah tertulis makanan yang mau kamu makan, tebak apa?"

Aziel terlihat berpikir sebelum menjawab dengan antusias, "lobster!"

"Betull, hebat cucu Opan" Puji Opan membuat Aziel tersenyum lebar.

Garren tersenyum, mengelus lembut kepala Aziel sebelum berlalu ke dapur, "papih bilang ke bibi dulu ya"

×××

"Lobster nya enak banget!!" Aziel berseru dengan tangan yang kembali mengambil hidangan lobster dihadapannya.

"Ini ada udang juga, papih kupasin ya" Garren lalu memberikan beberapa udang pada piring milik Aziel.

"Ih Jiel kan suka kepalanya! Kenapa di kupas"

"Maaf, papih ga tau" Sesal Garren.

"Makanya jangan sok tau" Ketus Aziel.

Garren menatap sedih Aziel. Seberapa banyak waktu berharga yang dia lewati sampai-sampai dirinya bahkan tidak tau hal sekecil ini? Pikir Garren.

"Jangan kasar kasar sama ayahnya" Tegur Alden.

Baru ingin Aziel kembali mengomel, Garren kembali bersuara, "udah gapapa"

Sementara Melvin hanya memperhatikan dalam diam, dia tuh yang penting kenyang, ngomong mah belakangan.

Tapi seseorang mencuri perhatiannya. Kenapa Evan hanya diam saja? Pikir Melvin.

"Kamu ga makan Van?"

Evan menggaruk lehernya yang tak gatal, "aku alergi seafood om"

Melvin mengernyit, melihat sekeliling meja makan yang hanya dipenuhi seafood.

"Lah terus kamu makan apa?"

"Nanti aja, gampang om"

Aziel yang mendengar itu langsung mengeluarkan sosis siap makan dan rumput laut dari kantung celananya.

"Buset cil, itu kantung celana apa lemari makanan" Melvin terheran heran.

"Hehe buat Jiel nyemil"

"Pantes pipi lu tumpah tumpah cil"

"Pipi Jiel bukan air!"

Aziel mendekati Evan, memberikan sosis dan rumput laut itu pada Evan, "makan ini dulu pan, nanti Jiel bilangin bibi buat masakin lauk buat Evan ya"

Saat hendak berlalu ke dapur, Aziel terhenti oleh suara Alden, "makannya duduk, jangan jalan jalan"

"Ih kan Jiel mau ke bibi, Evan kan abangnya Jiel! Dia harus makan" Ujar Aziel lalu berlalu begitu saja.

Setelah acara makan malam itu, mereka memutuskan untuk berkumpul di ruang tamu dengan Aziel yang tentu saja terus mengoceh.

"Makanya kan, jiel tuh berasa babu Sofia pas itu, pokoknya tuh Jiel itu-" Celoteh Jiel tak ada henti.

"Sayang Opan mau ngomong" Ujar Alan, mencoba memotong celotehan Aziel.

"Apa Opan?"

"Jiel mulai besok bakal sering bolak balik ke rumah sakit, gapapa kan sayang?"

"Ngapain?" Aziel memiringkan kepalanya bingung.

"Biar jiel cepat sembuh"

"Kan Jiel ga sakit!"

"Dokter bilang, Jiel masih sakit. Jadi perlu di obatin" Melvin mencoba memberi pengertian.

"Dokternya sok tau" Jawaban kesal dari Aziel itu membuat mereka semua tertawa keras.

"Ikutin aja ya kata dokter, nanti Opan, om Melvin, Abang Evan, Abang Alden, sama Papih akan selalu nemenin Jiel" Kini Garren lah yang berujar.

Aziel mengedikkan bahunya, engga peduli dia tuh, ngikut aje.

"Jiel mah bionya chef Arnold, karepmu"

×××
Lanjut??

Selamat hari natal buat semua yang merayakan🥳🥳

Aku kepengen deh cerita ini dibukuin, menurut kalian gimana? Ada yang mau beli gaa?🤔🤔

Makasiii banyakk yang udah vote, komen, dan follow akuu💕💕
*25/12/2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Abangku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang