안녕하세요👋👋 Happy reading!
32. KECEWA
"Bukan Tuhan yang jahat, cuma gue aja yang bodoh karena berharap lebih sama cowok yang belum selesai sama masa lalunya."
-Maggiera-
...Sore ini, pulang sekolah, Maggiera langsung berjalan menuju mall tempat ia bertemu dengan Ayna beberapa waktu lalu. Sore ini, entah yang keberapa, Bu Cenaya kembali meliburkan ekskul PMR. Kabar baik, Maggiera juga tidak mau bertemu dengan Zolta.
Oh, iya. Ngomong-ngomong soal Zolta, Maggiera tidak melihatnya sejak di sekolah tadi. Entah kemana perginya iblis itu.
Melirik jam di ponsel, ia telah duduk di bangku yang sama tempatnya duduk beberapa hari lalu. Astaga, Ayna belum tiba juga.
Laksa latihan lagi hari ini. Entahlah, menurutnya, pelatih mereka terlalu keras pada anak-anaknya. Bagaimana mungkin para murid silat itu tak diberi waktu sedikitpun untuk istirahat barang sehari? Hah, entahlah.
Hingga sepuluh menit lagi menunggu, Ayna akhirnya tiba. Dengan tas kecil tersampir di bahu. Rambut panjangnya bergerak-gerak ditiup angin. Jangan lupakan, beberapa buku juga terlihat di peluknya dengan satu tangan. Sangat khas anak kuliahan.
"Aduh. Sorry, Ra, lama. Kejebak macet tadi di jalan. Mana angkotnya keseringan berhenti lagi." Ayna meletakkan beberapa bukunya ke samping Maggiera, ia duduk di sana dan mengipas-ngipas wajahnya yang terlihat kepanasan.
"Nggak apa-apa kali, Kak. Ayo, jadikan ke rumah gue?"
"Gas."
Maggiera tertawa. Mereka berdua langsung beranjak dari sana. Berdiri di pinggir jalan, menunggu ada angkot yang lewat.
"Laksa belum pulang, ya?" Ayna bertanya sesaat sebelum tangannya terayun ke depan, memanggil angkot yang terlihat lewat di depan mereka.
Saat angkot berhenti, keduanya masuk dan segera mengambil duduk. Angkot masih sepi saat itu. "Belum, Kak. Makin hari makin keras mereka latihan. Kemarin-kemarin aja sok-sokan nasehatin gue ngomong soal 'jaga kesehatan, Ra', 'jangan terlalu keras sama diri sendiri', nyatanya dia sendiri yang keras sama tubuhnya." Maggiera menjelaskan.
"Dia emang gitu, Ra, dari dulu. Udah sering dibilangin juga, masih aja bebal. Lama-lama gue yang bosen ngomonginnya, biarin aja. Nanti kalo udah sakit, baru tau kalo dia itu ngerepotin orang."
Jadilah, sepanjang perjalanan menuju rumah Maggiera, keduanya sama-sama membicarakan Laksa. Entahlah bagaimana kondisi sang empu yang sejak tadi dibicarakan. Mungkin, sedang dimarahi pelatih karena tak berhenti terbatuk. Hehe, bercanda.
Tiba di rumah Maggiera, gadis itu terlihat menghela nafas panjang saat dilihatnya satu mobil terparkir rapi di depan rumahnya. Tidak, itu bukan mobil yang sering di pakai oleh supir di rumah Maggiera. Melainkan-
"Papa." Maggiera berkata lirih. Ia bingung harus melakukan apa karena sekarang, Genta terlihat duduk di atas sofa dengan gaya angkuhnya. Lalu menatap Maggiera yang balas menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
Tetapi, ajaib. Genta hanya melirik sebentar seperti tak peduli, lalu kembali menatap layar televisi yang tengah hidup di depannya.
Sedangkan kedua gadis yang sempat tertahan di ambang pintu itu kini kembali mengambil langkah. Ayna melirik Genta sekilas yang dibalas dengan lirikan tajamnya. Ayna mendecih.
Ada apa dengan mereka?
Beruntung saat sampai di kamar Maggiera, Genta tak melakukan apa-apa.
Maggiera meletakkan tas ke atas tempat tidur. Lalu melirik Ayna sungkan. Ia bingung harus mengatakan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGGIERA
RomanceTentang seorang gadis perindu yang mengharapkan sebuah kebahagiaan tanpa air mata, namun saat ia hampir mendapatkannya, sesuatu yang besar terjadi dalam hidupnya.