33. APRICITY

Mulai dari awal
                                    

Samira tertawa kecil, tampak tidak tersinggung. "Yah, kalau lo mau, gue bisa bantu konfirmasi."

"Caranya?" tanya Reylin cepat, mendahului Chana

Samira mengulas senyum tipis. "Mudah." Kemudian bangkit dari duduk dan menatap Chana. "Kalau lo belum percaya dan penasaran, lo bisa membuat kami bertemu lagi."

Chana terdiam, tenggelam dalam pikirannya sebelum akhirnya berkata, "jadi, ini alasan lo bahas tentang hal ini?"

Samira terkekeh. "Kalau lo gak mau, ya gak masalah. Gue masih ada urusan di kantor, see u!" Ia mengambil tas Hermes Birkin-nya, lalu melangkah keluar dengan langkah anggun, meninggalkan Chana dan Reylin dalam kebingungan.

Reylin menatap sahabatnya dengan ragu. "Chana, lo gak mungkin diam aja, kan?"

Chana menyesap kopi latte nya dengan anggun, lalu mengusap pelan pegangan cangkir dengan ibu jarinya. "Hanya gue yang bisa menjadi segala alasan Anizhar, Rey. Kalau cerita itu benar, gue harus pastikan perempuan itu sepenuhnya dilupakan olehnya."

Reylin tersenyum lebar. "Seperti yang gue duga. Seorang Chana Lita Neswara gak mungkin berdiam diri."

Berhubungan dekat dengan seorang perempuan penuh ambisi yang rela menghalalkan segala cara seperti Chana, Reylin sangat memahami tabiat sahabatnya itu. Terutama tentang Anizhar, sahabatnya itu sangat sensitif dan sudah dipastikan perkataan Samira hanya mengundang kemarahan serta api cemburu dalam diri Chana.

.O.

Sira hanya bisa mengeluh dalam hati saat gurunya memberikan hukuman untuk mengembalikan semua buku paket matematika ke perpustakaan, gara-gara ia tertidur selama pelajaran. Tumpukan buku yang berat kini ada di tangannya sangat berat dan hampir menutupi pandangan. Bahkan Sira harus berhati-hati setiap kali melangkah dan berusaha menjaga keseimbangan buku-buku di tangannya.

Namun, di tengah perjalanan seseorang yang sedang berlari dengan ceroboh malah menyenggol bahunya membuat Sira oleng dan menabrak punggung seseorang. Buku-buku di tangannya terjatuh, berserakan di lantai, sementara pantatnya mendarat dengan keras di lantai.

"Ah, sialan!" rutuk Sira mengelus pantatnya yang nyeri.

"Lo gak papa? Sorry gue ga tahu ada orang yang mau lewat."

Mendengar suara itu sontak Sira mendongak dan mendapati Varga yang sudah setengah jongkok memunguti buku-bukunya.

Sira buru-buru menggeleng, lagipula Varga tidak salah. "Bukan salah lo. Gue yang ceroboh. Maaf, ya, gue malah nabrak punggung lo."

Varga mengukir senyum tipis. "It's okey. Mau dibawa kemana?" Bola mata Varga melirik pada buku paket di tangannya.

"Ke perpus. Makasih banget!" Sira hendak merebut buku-buku itu dari tangan Varga, tetapi lelaki itu menghindar.

"Gue bantu bawain, ini terlalu berat untuk cewek." ucapnya sebelum melangkah pergi terlebih dahulu menuju perpustakaan dengan semua buku paket.

Sira terpana sejenak, lalu mendengus kecil. "Buset dah, gue ditinggal," gumamnya, buru-buru menyusul langkah Varga yang lebar.

Setibanya di perpustakaan, Sira membantu Varga dan meletakkan buku-buku di meja. Gadis itu lalu berbicara sejenak kepada penjaga perpustakaan terkait konfirmasi pengembalian buku paket yang dipinjam, sebelum melangkah keluar bersama Varga.

"Makasih banget, Var. Padahal tadi itu hukuman gue dari Bu Herla karena ketiduran di kelas," ucapnya tersenyum malu.

Varga terkekeh. "Santai aja. Lain kali jangan ketiduran di kelas."

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang