Putus

517 58 4
                                    

"Tolong bicara denganku! Kamu terus menghindariku. Kamu seharusnya merespon!

Aditya hanya menghela napas mendengar tuntutan Grace di seberang telepon. Pekerjaannya banyak ditambah Grace yang selalu ingin dipahami membuatnya terbebani. "Gak merespon juga respon," balasnya singkat.

"Apa maksud kamu?!

"Aku ingin sendiri dulu untuk berpikir. Beri aku waktu." Sekilas Aditya melirik jam tangannya. "Jam istirahatku hampir habis. Aku harus kembali ke kantor. Bye." Dia mengakhiri panggilan lebih dulu. 

Grace tak mau tahu, sore harinya dia kembali menunggu di teras rumah Aditya tapi justru yang pulang lebih awal adalah Zahra. Gadis itu keluar dari mobilnya sambil menenteng tasnya dengan wajah kelelahan. 

Mendadak Grace salah tingkah dibuatnya seolah sedang merasa terancam. Dia langsung berdiri dari kursi dan tak berani menatap Zahra sedikit pun. Zahra yang terlalu lelah hanya meliriknya sekilas dengan datar sebelum masuk ke dalam rumah dengan perasaan tak peduli. 

Lastri buru-buru menyiapkan teh untuk Zahra. "Ada Mbak Grace di depan, Nona. Apa perlu saya suruh pergi?"

"Dia tamunya Aditya. Ini rumahnya Aditya. Saya malas berurusan dengan Aditya dan dia, Bu."

Lastri justru menatapnya dengan sedih. "Apa Nona gak cemburu sama sekali?

Mustahil Zahra tak terganggu. Aditya suaminya, pria yang menikahinya. Tapi dia sungguh sudah terlalu lelah dengan kehidupannya bersama Aditya selama ini, sehingga dia memilih tak peduli untuk menjaga kewarasannya.

"Saya mau istirahat, Bu. Saya akan tidur di kamarnya Aditya."

Lastri mengangguk paham. "Baik, Nona. Barang-barang Nona juga sementara sudah dipindahkan ke kamarnya tuan." 

"Terima kasih, ya, Bu."

"Sama-sama, Nona."

Tak lama Aditya sudah pulang dan mendapati Grace di teras rumahnya. Sontak ekspresinya berubah terkejut, bukan karena kehadiran Grace, tapi karena mendapati mobil Zahra sudah ada di sana. 

"Aditya? Kita perlu bicara," pinta Grace yang disambut gelengan kepala pria itu sebelum memilih masuk ke dalam rumah dengan cepat. Grace tak menyerah dan terus membuntutinya. 

"Zahra mana, Bu?" tanya Aditya ke arah Lastri. 

"Beliau sedang istirahat di kamar, Tuan."

Perasaan Aditya mendadak tak nyaman. "Apa dia bertemu Grace?"

Lastri mengangguk pelan sambil melirik Grace dengan risih. "Iya, Tuan."

Grace tak mau kalah. "Kita bicara sebentar, Adit. Aku udah nunggu lama. Tolong pahami posisi aku."

Mendengar permintaan Grace justru membuat Aditya kesal lantaran dia masih pusing memikirkan perasaan Zahra, tapi Grace juga ingin dipahami. "Apa yang harus kita bicarakan lagi? Apa?" Nadanya terdengar tak bersahabat. 

Lastri pun memilih pergi dengan perasaan kesal dengan Grace. Ingin sekali dia mengusir perempuan yang dianggapnya sangat mengganggu kenyamanan orang lain itu. 

"Kenapa kamu jadi dingin begini?" 

"Kamu tunggu di sini! Jangan ke mana-mana! Aku harus bicara dulu dengan istriku."

Grace terkejut Aditya benar-benar pergi darinya demi mementingkan Zahra. "Apa-apaan ini?!" Dia tak mengerti. 

Begitu sampai di pintu kamar, Aditya membukanya dengan perlahan dan mendapati Zahra masih duduk dengan seragam lengkap sambil bersandar di dipan. Ekspresinya tampak sangat datar, tapi tak tahu isi hatinya. 

Mencari Hati Aditya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang