"Kenapa tiba-tiba ngajak Zahra ke pertandingan futsal? Pokoknya kamu harus jelasin ke aku." Grace mengikuti Aditya ke dalam rumah.
"Gak ada penjelasan," ucap Aditya dengan nada malas sambil terus berjalan menuju tangga. Dia sangat kelelahan ditambah tak enak badan sepulang kerja dan begitu sampai di rumah, Grace sudah menunggu di teras untuk membahas persoalan asmara mereka.
"Kamu harus jelasin ke aku!" paksa Grace dengan nada tinggi dan membuat Aditya berhenti sebelum menoleh ke arahnya dengan wajah jengah.
"Grace tolong tinggalin aku sendiri! Aku lagi gak ada tenaga lebih untuk melayani semua pertanyaan kamu."
Grace menatapnya dengan tajam. "Kamu berusaha menghindar karena kamu mulai suka sama perempuan itu!"
"Aku lagi gak enak badan! Sekali lagi, aku lagi gak enak badan! Tolong pulang ke rumah suami kamu!" balas Aditya dengan nada tinggi pula yang membuat wanita di hadapannya terkejut lantaran dia jarang seketus itu padanya.
Grace angguk-angguk kepala seolah paham sesuatu, tapi tatapannya tak percaya. "Kamu gak pernah pahami aku!" Dia langsung berbalik dan keluar dari rumah Aditya.
Aditya yang memang benar tak enak badan itu memilih tak peduli dan berjalan ke arah sebaliknya. Andai saja Grace mengalah dan memilih memperhatikan pengakuannya yang sedang jujur bahwa dia sedang tak enak badan, mungkin dia berpikir lain. Tapi nyatanya Grace tak peduli pada apa pun kecuali perasaan dirinya sendiri yang dianggapnya harus selalu dipahami, pikir Aditya.
Aditya masuk ke kamarnya untuk istirahat, tapi satu jam kemudian dia mulai merasa tak nyaman saat suhu tubuhnya mulai meningkat. Secepat kilat dia mencari obat penurun demam, tapi saat hendak minum dia baru sadar air di atas nakasnya ternyata habis karena sudah diminumnya sepulang kerja. Hendak memanggil Lastri pun dia merasa sangat lemah.
Alhasil dia menuruni tangga menuju dapur dengan sempoyongan sambil berpegangan pada pembatas. Begitu sampai di dapur, Lastri terkejut dengan wajahnya yang pucat.
"Tuan? Tuan sakit?"
"Tolong air, Bu ...." Aditya berjalan sekuat tenaga untuk duduk di sofa ruang tamu.
Lastri buru-buru mengambil air sebelum menyusul untuk memberikan kepada Aditya. Pria muda itu meminum obatnya dan beberapa saat kemudian memilih berbaring di sofa. "Saya antar ke kamar, ya, Tuan."
Aditya menggeleng. "Gak usah, Bu ...." Dia berencana kembali ke kamarnya jika pusingnya sudah mereda. Saat-saat seperti itu dia merasa sangat sendiri. Tak ada Grace ataupun orang-orang yang dianggapnya teman dan sahabat.
Sontak Lastri bergegas ke kamarnya dan mengambil bantal dan selimutnya. Baru kembali menuruni tangga, dia sudah menemukan Zahra yang baru saja pulang kerja.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bu."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Nona." Lastri mematung di tempat dengan barang-barang bawaannya itu membuat Zahra heran sebelum menoleh ke samping mendapati Aditya yang tengah tertidur di sofa.
"Kenapa gak suruh tidur di dalam aja, Bu? Dia merepotkan Ibu aja."
"Tuan belum mau ke kamar, Nona."
Manik hitam Zahra menangkap obat di atas meja. "Dia lagi sakit?"
Lastri mengangguk. "Iya, Nona. Demam kayaknya."
"Coba Ibu pegang dahinya."
Lastri menggeleng. "Mohon maaf, Nona aja." Meskipun sudah bekerja dengan keluarga Aditya sejak pria itu masih kecil, tapi dia tahu sekali bahwa Aditya itu tak suka sembarangan disentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Hati Aditya
Spiritual"Aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah! Selamat datang di neraka!" Zahra seorang guru muda berprestasi yang telah menginjak usia 29 tahun tapi belum kunjung menikah. Setiap hari dia berdoa untuk mendapatkan jodoh terbaik dalam hidupnya, hing...