안녕하세요👋👋 Happy reading guysss🤠
21. JEBAKAN ILUSI
Ekspektasi yang begitu indah hanya akan hancur oleh realita yang begitu gila.
...Hujan tidak kunjung reda. Hampir jam tiga, bisa-bisa dia telat ekskul PMR. Tunggu-tunggu, bukannya ini hujan, ya? Masa iya ekskul tetap lanjut?
Maggiera menatap deras hujan di depannya. Menimbang-nimbang apakah tidak apa-apa dia menerobos hujan. Melirik Kelly di samping yang terlihat bosan duduk di depan kelas. Dia tidak bisa meninggalkan Kelly, tapi dia juga tidak bisa bolos ekskul PMR.
Bulan depan Sanastra mengikuti lomba PMR seluruh SMA di Jakarta. Bolos sekali, sama saja ia mengundurkan diri dari sana. Tidak bisa! Ia harus hadir, apapun caranya.
Jarak UKS dengan kelas X.B cukup berjauhan tetapi bisa saja diakses dengan melewati koridor-koridor kelas. Namun, apa seorang adik kelas paling bawah seperti Maggiera berani melewati koridor kelas sebelas dan kelas dua belas yang masih ramai?
Sekali lagi, ia melirik Kelly. Yang ditatap terlihat acuh, kepalanya ditumpu sebelah tangan, mungkin berdiri di depan hujan membuatnya mengantuk. Mungkin lagi, pikirannya sedang melayang memikirkan kasur hangatnya di rumah, dengan earphone di telinga dan mendengarkan lagu-lagu barat diiringi rintik-rintik hujan.
Satu...
Lirikan kesekian, kakinya bersiap melangkah menerobos hujan.
Dua...
"Ra?"
Kelly menatap bingung. Alisnya terangkat sebelah.
"Ngapain lo gitu? Neduh woi!"
Maggiera menyengir. Sebelum kakinya benar-benar sudah berlari dan tubuhnya mulai tertimpa hujan, tas hitamnya diletakkan di atas kepala.
"Woi, Ra! Hujan, Ra! Berhenti nggak lu!"
Maggiera tetap berlari melewati lapangan sekolah yang basah. Berkat modal nekat dan takut telat, ia menjadi sorotan hampir seluruh murid Sanastra yang masih menunggu hujan reda.
Kakinya yang berbalut sepatu kets meniti genangan air yang meluas. Sebelum tubuhnya menubruk sesuatu dan membuat langkahnya terhenti. Kepalanya yang masih tertunduk diangkat perlahan.
Apakah kalian pernah merasa senang sekaligus bingung dalam waktu yang bersamaan? Bukankah itu normal. Namun, ini cukup menyebalkan. Satu sisi kita senang dengan sesuatu, namun di sisi lain, kita terpaksa dibuat berpikir akan hal yang membuat senang itu. Apakah hal itu nyata? Atau hanya ilusi mata yang meyakinkan?
Tapi, gadis itu yakin sekali, bahwa di depannya adalah...
"Ra?"
Suaranya, tak salah lagi, begitu familiar di telinga. Suara khas yang akhir-akhir ini sangat dirindukannya, suara yang selalu membuatnya melemah dan dibuat salau tingkah.
Cowok itu memegang bahu Maggiera, meletakkan jaket, dan meneduhinya dengan tubuhnya. Mungkin, cowok itu tidak membawa payung seperti di drakor-drakor romantis. Atau merapalkan kata-kata manis berbuah omong-kosong seperti di novel-novel. Tetapi melihat wajahnya sudah lebih dari cukup untuk membentuk kurva tipis di sudut bibir Maggiera.
Dengan satu rangkulan lembut di bahu, Maggiera seperti kembali merasakan sesuatu bergejolak dalam hatinya. Separuh dirinya hendak berkata bahwa itu mungkin hanya ilusi. Tetapi, apakah ada ilusi senyata ini?
Jawabannya ada.
Rambutnya yang basah, wajahnya yang ketika dipandang dalam jarak dekat, mampu membentuk debaran tak menentu pada hatinya. Sentuhannya, suaranya, bahkan sikapnya. Tak salah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGGIERA
RomanceTentang seorang gadis perindu yang mengharapkan sebuah kebahagiaan tanpa air mata, namun saat ia hampir mendapatkannya, sesuatu yang besar terjadi dalam hidupnya.