Pulau Terpencil (7)

28.1K 224 24
                                    

Hello, Sexy Readers

Mau tanya dong, kalian tahu work saya yang ini dari mana? Soalnya banyak pembaca baru alias bukan followers. Tapi makasih loh kalian udah sempetin baca, vote dan komen. Sayang kalian semua.

Love,
💋 Bella 💋

ADITYA'S POV

Angin pagi yang segar menyentuh kulit, membawa aroma garam dari laut yang memecah kesunyian pantai. Langkah kaki kuantarkan di atas pasir yang masih lembap, ritmis, dan menenangkan. Rasanya, setiap detak jantungku seakan terhubung dengan alam sekitar-langit biru, ombak yang bergulung, dan suara burung camar yang terbang tinggi.

Tubuhku sudah terbiasa dengan latihan fisik, meski usia mulai bertambah, aku masih cukup disiplin menjaga kebugaran. Kuakui, inilah caraku menjerat wanita. Siapa bilang perempuan tidak suka pemandangan bagus. Diriku sendiri menjadi buktinya. Setiap kali tidur bersama, pasangan seksku bukan hanya terpesona pada adik kecilku, tapi juga pada otot dada dan abs-ku.

Di atas pasir, aku bertelanjang dada, berlari diiringi sepoi angin yang menerpa kulit, dan mataku menatap sosok itu, sosok luar biasa sexy yang juga sama telanjangnya denganku.

Luna dengan perut bulatnya duduk di atas tikar yang dianyam dari daun kelapa. Seperti dugaanku, dia memang hamil dan aku tahu anak di dalam rahimnya adalah anakku.

Walaupun hamil, Luna jauh dari kesan membosankan. Malah dia semakin menggairahkan. Pinggulnya lebih lebar, rasanya mantap saat menangkupnya dan menggerakkannya ketika menggagahinya dari belakang. Payudaranya tampak penuh dengan puting yang semakin menonjol dan areola melebar, memudahkanku untuk menghisapnya setiap kali kami bercinta.

Apa barusan aku menyebut bercinta, bukan lagi bersenggama atau bersetubuh? Kurasa ya. Sekarang aku ingin menjaganya, menjaga buah cinta kami yang berkembang dalam kandungannya.

Senyum tipis menghiasi wajah Luna, tapi tatapannya tertuju pada penisku, barang kejantanan perkasa yang rajin menggagahinya. Matanya menyusuri garis tubuhku dengan penuh nafsu.

Semakin hari, Luna semakin lepas dari kontrolnya. Dia tak lagi melihatku dengan kebingungannya yang dulu. Kini, tatapannya penuh dengan hasrat yang tak bisa dia bendung. Gairah itu membakar, terasa di udara, seperti aliran listrik yang mengalir di antara kami.

Dulu, dia mungkin ragu, penuh kebingungan, mencoba menahan perasaannya-tapi aku tahu, itu hanya soal waktu. Aku sudah cukup lama mengamati setiap gerak-geriknya, dan aku tahu ketika dia tak lagi bisa melawan arus.

Dia menatapku, dan bukan hanya sekadar pandangan biasa. Matanya sedikit terpejam, bibirnya hampir terkatup rapat, tapi aku bisa lihat bagaimana napasnya berubah. Ada sesuatu yang membara di dalam dirinya, sesuatu yang dia coba tahan tapi tak bisa dipendam lebih lama. Aku tahu dia tertarik padaku, bahkan jika dia belum sepenuhnya sadar seberapa dalam perasaannya itu. Aku sudah menguji batasnya-dan sekarang, dia tak bisa lagi menghindar.

Mulanya aku mengabaikannya. Dia perempuan, tidak ada bedanya dengan perempuan lain yang menatapku terkagum-kagum. Namun, begitu kami terdampar berdua di pulau terpencil ini, aku tahu persis apa yang aku inginkan, dan Luna... dia adalah bagian dari rencana itu.

Aku bisa lihat bagaimana dia berpegang pada semua aturan yang dia percaya, hidup dengan cara yang polos dan sederhana. Dia masih perawan, masih belum pernah disentuh oleh dunia yang sebenarnya. Dan itu, justru yang menarik buatku. Aku suka tantangan, suka membongkar sesuatu yang tampak kuat, tapi sebenarnya rapuh di dalam.

Luna bukan wanita yang mudah dijinakkan. Dia tidak terang-terangan melemparkan dirinya ke pelukanku seperti perempuan pada umumnya. Namun, aku juga tahu betul caranya menaklukkan seorang gadis seperti dia. Aku bukan tipe pria yang duduk menunggu atau bermain-main. Aku tahu apa yang aku inginkan, dan aku bergerak cepat untuk mendapatkannya.

SEVEN SHOTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang