"Gilbert mengatakan bahwa di ujung kota queral bagian selatan sedang mengalami masalah karena tingkat kejahatan yang meningkat. Aku ingin kau, sebagai pewaris sah Claudian untuk mulai belajar menangani masalah seperti ini mulai dari sekarang. Jadi aku akan mengirim mu ke desa ujung itu besok."Asher berkata tegas di atas kursi kerjanya.
Menatap lekat pada si sulung yang duduk dengan tegak di hadapannya. Mendengarkan tanpa bantahan.
"Dan juga, selama kau berada di sana, kau akan menginap di paviliun yang sama dengan ibu dan adik tirimu. Mengerti, Owen?"kembali Asher lanjutkan kalimatnya.
"Ya, Ayah. Aku mengerti,"balas Owen dengan wajah tanpa ekspresi.
Asher menangguk puas. Namun tak sedikitpun memberikan apresiasi atau merasa bangga.
"Kau bisa keluar sekarang,"titah pria yang masih terlihat segar meski telah mulai menua itu. Namun memiliki kesuraman tersendiri di dalam dirinya.
Owen memberikan salam formal pada sang ayah dan pemimpin kota besar ini, lalu berjalan tanpa suara meninggalkan ruangan itu.
Namun begitu pintu telah tertutup, Owen mendapati seorang anak yang hampir setinggi dadanya tengah menatap dengan terkejut, lalu berlari dengan cepat meninggalkan Owen yang terdiam. Tak mengatakan apapun dan berlalu pergi pula dari depan ruangan sang ayah yang kini ia yakini tengah kembali bergelut dengan berbagai pekerjaan sebagai seorang Duke.
Paviliun ujung queral. Tempat wanita dan anak itu, ya? Batinnya kembali teringat dengan dua orang asing yang dahulu masuk ke dalam keluarga kecilnya.
Owen diam-diam menghela napasnya, menyadari bahwa keluarga ini telah begitu kacau dan pecah belah saat ini. Namun, ia tak menyalahkan Gaia maupun ahvi. Tak pula membenci keduanya. Sebab, sang ayah sendiri lah penyebab terbesar dari segala hal yang terjadi, dan Owen sadar betul akan hal itu.
Namun di sisi lain pun, ia tak bisa pula menyukai dua orang asing itu. Begitupun dengan adik bungsunya, Elijah. Entah mengapa dengan dirinya. Mungkin karena ego yang membesar atau rasa terpuruk yang tak kunjung hilang, ia tak pernah bisa untuk menerima elijah dengan sepenuh hati.
Hanya melihat tumbuh kembang anak itu untuk sesekali, selebihnya ia memilih untuk membutakan mata akan bocah tujuh tahun itu.
Biarlah semuanya menjadi seperti ini terus menerus. Rasanya pemuda itu telah mati rasa setelah kematian Sang ibu tujuh tahun lalu.
Pemuda berumur tujuh belas tahun itu kini berjalan dengan tegap. Menegaskan bahwa ia adalah sulung dari keluarga Claudian.
***
Kereta kuda dengan lambang Claudian berhenti di depan bangunan paviliun yang cukup besar.
Gaia berdiri di depannya bersama dengan pelayan-pelayan lain, menunggu kedatangan sulung Claudian yang akan menginap di sini untuk beberapa waktu.
Senyum Gaia sedikit melebar, begitu mendapati pemuda yang dulunya hanya seorang anak kecil yang tak mengerti apapun, kini berubah menjadi remaja tampan yang dapat Gaia tebak pula memiliki kepintaran yang tinggi. Sama seperti Claudian lainnya.
Para pelayan membungkukkan tubuh begitu Owen mendekat. Dan Gaia memberi anggukan singkat yang anggun. Lalu dibalas dengan salam dari remaja itu.
"Selamat datang, tuan muda Owen."Gaia berkata dengan ramah. Yang dibalas anggukan oleh Owen.
"Bagaimana kabarmu sekarang? Apa perjalanannya lancar?"Gaia mencoba berbasa-basi. Seraya menuntun remaja itu memasuki paviliun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wendigo
FantasyCover by pinterest Ahvi bukanlah garis keturunan sah dari keluarga Claudian. Maka dari itu, ia harus berjuang keras mendapatkan pengakuan dan secuil kasih sayang dari sang ayah. Namun pada akhirnya, hingga maut menjemput Ahvi, sedikitpun usapan pad...