💚BAB 44💚

115 22 4
                                    

"Abaaaaaang!!"

Jello berlari dari pintu kamar dan langsung memeluk tubuh Dirga yang sedang berlatih berjalan di tengah kamar. Dirga seketika terhuyung, usahanya untuk tetap berdiri tegak dengan menumpukan tubuh pada tongkat sikunya pun sia-sia belaka. Karena saat tubuh Jello memeluknya, tangannya tergelincir oleh tubrukan yang terlalu tiba-tiba. Membuat tongkatnya tak lagi menapak lantai karena mengikuti tangannya yang melayang liar di sisi tubuh guna mencari keseimbangan.

Beruntung, Dirga berhasil mengarahkan tubuhnya ke kiri, sehingga ia bisa jatuh di atas bean bag, bukan di atas lantai. Dirga tak bisa bayangkan jika ia terjatuh dengan menghantam lantai yang keras. Bahkan jatuh di atas bean bag pun membuat tubuhnya terasa sakit, terlebih dengan Jello yang turut menimpa.

"Woy!! Lo hati-hati, dong!" Bayu berlari menghampiri keduanya dan langsung menarik Jello menjauh.

"Lo enggak apa-apa?" tanya Bayu khawatir pada Dirga yang masih terbaring di atas bean bag.

"Gue enggak apa-apa. Tolong bantuin gue bangun, dong, Bay," pinta Dirga seraya mengulurkan tangannya.

"Kaki lo gemeteran, tuh. Lo gue papah aja, jangan jalan sendiri. Hari ini juga jangan latihan jalan lagi, dari tadi kan lo juga udah banyak latihan," tegas Bayu. Tangannya dengan cekatan langsung merangkul tubuh Dirga dan mengalungkan tangan kanan Dirga pada bahunya. Tak peduli dengan tongkat siku—yang masih menempel di tangan Dirga—sesekali mengenai kakinya.

Dirga melihat ke bawah untuk memastikan ucapan Bayu. Langsung terlihat di sana, kakinya memang agak bergetar. Pantas saja Dirga merasa kakinya lemas. Sempat dia mengira rasa lemas itu akibat terlalu terkejut karena tubrukan yang tiba-tiba hingga terjatuh, tapi ternyata stamina tubuhnya yang memang sudah terkuras.

"Thanks," sahut Dirga, sama sekali tidak melakukan perlawanan. "Gue mau duduk di kursi meja belajar aja, Bay. Bosan di kasur terus," lanjutnya saat sadar Bayu membawanya ke arah ranjang.

Dirga sudah duduk di kursi meja belajar, menghadap Jello yang duduk di atas ranjangnya, menangis. "Nangisnya udahan, dong, Jell. Masa udah lama enggak ketemu Abang, kamunya malah nangis terus?" bujuk Dirga.

"Maafin aku, Bang. Aku seneng banget bisa ketemu Abang, akhirnya kebablasan nyeruduk sampe bikin Abang jatoh," cicit Jello di tengah isak tangisnya.

"Iya, Abang maafin. Abang juga enggak apa-apa, kok. Tanpa kamu seruduk juga Abang sekarang sering jatuh sendiri. Memang kakinya Abang yang belum kuat berdiri lama-lama. Udah, berhenti nangisnya." Dirga terus berusaha menenangkan Jello sambil melepas tongkat siku dari tangannya.

Jello mengusap kasar matanya yang masih berurai air mata. "Susah, Bang. Air matanya enggak mau berhenti. Ini tuh soalnya nangis kumpulan emosi aku campur aduk. Aku seneng banget banget bisa ketemu Abang lagi, tapi aku juga sedih inget ortu Abang. Aku juga seneng banget lihat Abang sehat, tapi aku juga sedih lihat kaki Abang. Ini juga nangis karena aku bangga dan bersyukur banget Abang masih di sini. Kalau aku jadi Abang, aku pasti udah enggak kuat dan pilih bunuh diri, Bang. Tapi Abang masih di sini, jadi aku seneng banget banget dan bersyukur banget banget. Abang memang orang paling hebat dan kuat yang aku kenal. Makanya Abang jangan suruh-suruh berhenti, nanti aku malah makin nangis kejer."

"Udah dibilangin mulut dijaga! Masih aja ngoceh enggak jelas!" Bayu menoyor tubuh Jello kesal. Sekilas ia melirik ke arah Dirga, memastikan sahabatnya tidak terlalu terpengaruh mendengar ucapan Jello.

Dirga hanya tersenyum tipis. Diam-diam dia menggeser kursi yang diduduki hingga lebih menempel ke meja belajar, sehingga Dirga bisa menyembunyikan kaki kanannya di bawah meja itu. Tak terlalu terekspos seperti sebelumnya.

Hampir 20 menit dihabiskan Jello dengan menangis. Dirga dan Bayu pun tak lagi berusaha menenangkan remaja itu. Bayu memilih bermain gim di ponsel. Sementara Dirga mencoret-coret buku sketsanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Green SketchbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang