Suasana senja yang begitu kuning di suatu desa tampak mencekam. Raungan tangis seorang anak laki-laki membuat orang-orang di sekelilingnya iba.
Bocah itu mengguncang tubuh sang ibunda yang sudah tak bernyawa. Memeluk serta mengamuki tubuh dingin di balik kain jarik dengan harapan semu bahwa ibunya masih hidup.
"Ibu ... bangun ... aku sama siapaaa? Aku sama siapa kalo ibu gak ada ...."
Membelah kerumunan, seorang laki-laki paruh baya yang berusia cukup tua melangkah. Ia berjongkok tepat di samping tubuh bocah nakal yang berstatus sebagai tetangganya itu. Hatinya iba, tidak ada lagi raut wajah mengesalkan di wajahnya-- hanya pias wajah memucat karena tangis.
"Kamu gak sendirian. Kamu punya saya." Tangan yang menyentuh bahu si bocah tampak menyalurkan ketenangan. Bocah itu berbalik menatapnya-- matanya memerah.
"Pak Rajad, ibu Pak ... ibu ninggalin aku. Orang itu jahat, dia bunuh ibu ...."
Rajad menggeleng pelan. Ia bawa tubuh bergetar Sutrosmo ke dalam pelukannya, lalu menggeleng kecil. "Gak ada yang mau kejadian ini terjadi. Semua itu kecelakaan. Sudah menjadi takdir ibumu berpulang hari ini."
Di luar anak desa Padang Batu-- tepatnya di area sebelum jalan setapak menuju pintu kampung dari korban, keributan sirene polisi terdengar. Pihak aparat berwajib masih berada di sana mengamati sisa-sisa kejadian.
Para tenaga kesehatan-- atas utusan pemerintah-- datang bersama tim-nya ke desa terpencil Padang Batu untuk menjalankan tugas. Namun, siapa yang menyangka jika salah satu pegawai mereka membuat kecerobohan. Menyetir sambil mengantuk hingga menewaskan salah seorang warga setempat.
Kecelakaan tragis yang menggemparkan. Darah berceceran di bawah kilau cahaya kuning dari tenggelamnya matahari. Para anak-anak tak dibiarkan keluar rumah begitupun juga para wanita hamil.
Kesalahan fatal yang berujung beranak pinak.
|Malapetaka 1980|
Matahari naik begitu cepat laksana begitu ingin mengejar malam. Melewati hari-hari persidangan yang melelahkan, akhirnya kembali pecahlah tangis Juan kecil. Di dalam ruang pengadilan, bocah itu berteriak dan memberontak memanggili nama ayahnya. Berada di dekapan sang kakak, ia masih tak begitu mengerti kesalahan apa yang ayahnya lakukan. Yang ia tau, polisi itu menakutkan. Dan tangan ayahnya diborgol oleh mereka. Tak cukup sampai di sana, para polisi itu juga menggiring ayahnya yang tampak menunduk dengan wajah lelahnya.
"Maaa, ayah mau dibawa ke mana? Jaga ayah mama ... jaga ayah. Nanti ayah takut kalo sendirian sama polisi ...."
"Ayah gak boleh dibawa ... Juan mau sama ayah. Jangan ambil ayah Juan!"
Medila turut memeluk tubuh kedua putranya. Juan terdiam saat sang ayah menatap ke arah mereka. Senyum dari wajah teduhnya sangat menenangkan. Beliau adalah orang yang baik, namun, hari sial memang tak pernah ada di kalender.
Dan kesalahannya telah menyebabkan seorang anak kehilangan satu-satunya anggota keluarga yang tersisa di usia yang masih sangat kecil. Mungkin hanya lebih tua beberapa tahun dari anak pertamanya.
Wahab mendongak-- menahan bulir air matanya yang mungkin akan jatuh. Ayah dari Juan itu merasakan perasaan bersalah yang begitu menumpuk. Baik rasa bersalah pada pasangan ibu dan anak yang menjadi korbannya hingga, keluarga kecilnya yang harus menjalani hidup tanpa dia hingga bertahun-tahun ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malapetaka 1980 [END]
Mystery / ThrillerAda begitu banyak hal di dunia ini yang tak kita ketahui. Dunia yang luas masih menyimpan misteri, tidak sepantasnya rasa penasaran membuat diri menentang larangan yang telah dibuat oleh orang-orang terdahulu. Pada tahun 1980, empat sekawan diharusk...