Bucin Story JeNa

5.6K 177 4
                                    

Era baru. Selamat menikmati!





"Hei, kenapa nangis?" Jendra yang baru keluar dari ruangannya mendadak panik, saat melihat pipi Narumi basah. Ia buru-buru mengambil sapu tangan yang selalu tersedia di sakunya. Maklumlah, kalau seusia Jendra memang terbiasa membawa sapu tangan. Bukan tissue yang sekali pakai buang. Dia punya banyak koleksi sapu tangan. Kali ini berwarna coklat muda dengan garis pink. Hadiah dari Narumi. Pink, tidak masalah, selagi dari kekasih hati, Jendra pun rela memakai setelan serba pink.

"Gak papa, Pa, cuma keinget Ibu aja," katanya tertawa. Dia merasa lucu melihat ekspresi panik Jendra yang menggemaskan.

Lelaki itu ternyata sangat ekspresif, berbeda sekali saat dia berhadapan dengan orang lain. Dingin, datar, kayak tembok, mendominasi wajah Jendra yang diapa-apain tampan. Narumi kadang agak insecure, sebab bosnya itu ternyata punya banyak fans. Kalau dulu ketika ada Malini mereka menahan diri, tetapi beda saat tau Jendra sudah single lagi. Bahkan, sebelum mereka resmi, berbagai ucapan, hadiah, menenuhi meja sekretaris Narumi. Susah, ya, punya cowok ganteng, fans-nya banyak. Mana cantik-cantik pula. Hadeh!

"Oh, saya kira apa. Ayo, pulang! Atau mau ke bandara sekalian?"

Narumi kembali melihat jam yang melingkar di lengan kirinya. Masih ada dua jam lagi sebelum pesawat Janu landing.

"Kalau pulang gak kelamaan? Langsung ke bandara aja, deh. Nah, sebelum itu kita makan dulu, Pa."

"Oke, Tuan Putri. Saya ikut apa mau Anda," canda Jendra berlagak jadi pelayan kerajaan. Ia mengulurkan tangan agar Narumi segera menerimanya.

Dengan senang hati, Narumi menerima uluran tangan Jendra. Kemudian keduanya tertawa lebar, sampai sebuah ketukan menghentikan.

"Aku yang buka, Pa!" Narumi melepas genggaman Jendra lalu menuju pintu.

Ceklek!

Pintu terbuka menampilkan bahu lebar seseorang. Narumi bertanya-tanya siapa gerangan pria yang memakai parfum menyengat di sore hari begini.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Narumi sopan.

Orang itu berbalik, senyum khas sales pasta gigi seperti pagi tadi.

"Sudah mau pulang?"

Narumi mengangguk kaku. Dia tidak menyangka, ternyata Bara. Parfumnya benar-benar mengganggu di indera penciuman Narumi. Tidak seperti milik Jendra yang menenangkan. Eh.

"Boleh pulang bareng saya?" pintanya berbinar. Puppy eyes si Bara kayak anjing minta makan. Duh, kalau mikir gak ada Jendra di belakangnya, Narumi pengin ngelus gitu.

"Eng--"

"Ada perlu apa, ya, Pak Bara?" Tiba-tiba pintu terbuka lebar. Wajah datar Jendra sudah seperti elang yang siap menerkam.

Narumi meringis. Apalagi saat tangan Jendra memeluk posesif pinggangnya.

"Oh, tidak apa-apa, Pak. Lain kali saja kalau gitu, ya, Na. Saya permisi!" Senyumnya gak luntur, walau hatinya sedikit tercubit. Bara melangkah pergi dari sana menuju lift.

"Pa, ih! Judes amat!" protes Narumi.

Jendra tidak peduli. Matanya masih melirik Bara yang hilang di belokan lift. Kemudian, ia menarik Narumi kembali ke ruangan dan menguncinya dengan aplikasi di i-Phone-nya.

"Lah, katanya mau pulang? Kok, malah dikunci, sih!" protes Narumi lagi. Dia berusaha merebut ponsel dari saku Jendra.

Lelaki itu masih diam dengan catatan tajam. "Kamu sudah lama tidak dihukum, Naru!" desis Jendra, membuat Narumi merinding.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang