Bab 18

30.3K 1.9K 41
                                    


_Happy Reading_



Mungkin mulai sekarang Xavier harus belajar untuk lebih menghargai orang lain. Mengingat bagaimana sikap-sikap buruknya pada Aileen. Membuatnya merasa... bersalah?Entahlah. Ia tidak tahu bagaimana cara mendefinisikan arti perasaan yang mengganggunya itu sejak Aileen pergi dari mansion seminggu yang lalu.

Sudah seminggu berlalu. Sepertinya Aileen bisa bertahan tanpa membawa dompet, kartu identitas dan semua yang wanita itu tinggalkan di mansion, termasuk Xavier.

Xavier pun belum menyerah untuk mencari keberadaan sang istri. Ia masih terus mengerahkan seluruh ajudannya untuk mencari ke semua tempat. Bahkan Xavier sudah memperluas pencariannya hingga luar negeri. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri tidak akan menyerah sebelum menemukan Aileen dan membawanya pulang.

Xavier menyandarkan kedua sikunya pada pembatas balkon. Bersandar nyaman walaupun terpaan angin malam terus mengusiknya. Memainkan rambut hitamnya yang sekarang acak-acakan.

Xavier tidak mempunyai hari yang baik akhir-akhir ini. Ia terus saja marah-marah tanpa alasan yang jelas. Aileen benar-benar membuatnya kelimpungan. Untuk pertama kalinya wanita itu bisa membuat Xavier yang egois dan berkuasa bertekuk lutut, bahkan bersedia mengibarkan bendera putih jika itu bisa membuatnya pulang.

Seminggu tanpa Aileen jika itu dilakukan karena kepentingan bisnis tidak masalah. Karena Xavier tahu setiap ia pulang, Aileen akan ada di rumah dan menunggunya.

Dulu.

Sebelum wanita itu berubah. Yang awalnya begitu perhatian dan terus menempelinya hingga membuatnya muak sekarang menjadi lebih abai, bahkan terkadang terkesan sama sekali tidak peduli padanya.

"Kau muak padaku?" Xavier bertanya pelan seolah pada Aileen. Namun, yang menjawabnya hanya kegelapan.

Xavier tersenyum kecil. "Lucu sekali bagaimana caramu membuatku merasa seperti ini."

Cukup dengan pergi diam-diam, lenyap tanpa membawa apapun dan tidak sedikitpun meninggalkan jejak. Aileen benar-benar menghilang dari peredaran Xavier.

Xavier menatap telapak tangan kanannya yang terdapat sebuah bekas luka memanjang mengikuti garis tangannya. Memang tidak terlalu besar, tetapi dari bekasnya bisa dilihat kalau lukanya lumayan dalam.

Katakanlah ia gila. Tapi bekas luka itu Xavier sendiri yang membuatnya. Xavier menggores sendiri tangannya.

Saat berada di kelas menengah atas, Xavier pernah merasa hampir depresi karena paksaan belajar dan belajar yang ia dapatkan dari Kakek dan Ayahnya.

Masa-masa remajanya tidak sama dengan teman-teman seumurannya yang lain.

Sebagai penerus satu-satunya keluarga Maxim, Xavier dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Harus sempurna.

Jam belajarnya dimulai dari jam tujuh pagi dan baru akan selesai setelah jam sepuluh malam. Tidak ada waktu untuk istirahat atau pun bermain-main. Kakeknya membuatnya belajar secara gila-gilaan. Setiap hari selama dua belas tahun kehidupan sekolahnya.

Xavier akan terbebas dari jam belajarnya jika ia sakit. Baru Kakeknya akan memberikan sedikit kelapangan. Karena itu ia melukai tangannya sendiri menggunakan pisau buah di meja makan.

Saat menginjak bangku kuliah, Xavier sedikit lebih bebas karena berkuliah jauh di luar negeri. Jauh dari rumah dan Kakek serta Ayahnya. Meskipun ia tetap diawasi.

Kebebasan dari kekangan Ayah dan Kakeknya tidak berhenti begitu saja bahkan setelah ia lulus perguruan tinggi dengan nilai sempurna dan segala prestasi membanggakan yang ia dapatkan. Xavier masih menjadi boneka mereka. Ia berhasil menjalankan perusahaan hingga jauh lebih sukses seperti sekarang.

Saat berada di ambang kesuksesannya, Xavier harus menerima dirinya dijodohkan dengan seorang wanita dari keluarga sahabat sang Kakek dengan alasan; itu akan membuat perusahaan mereka semakin melebarkan sayapnya. Membuat perusahaan mereka semakin sukses.

Xavier awalnya menolak semua itu. Ia bersikukuh bahwa ia akan menyukseskan perusahaan dengan usahanya sendiri seperti di awal. Namun kembali lagi. Perintah Kakek adalah mutlak.

Xavier akhirnya menutup mata, menyerah terus-menerus dijadikan sebagai boneka oleh Kakek dan Ayahnya. Bukannya ia tidak bisa menolak dan memberontak. Tapi Xavier tahu apa itu artinya balas budi. Ia menganggap semua yang ia lakukan sebagai bentuk balas budi.

Sementara dengan wanita yang dijodohkan dengannya, tidak ada yang salah dengan wanita itu. Aileen adalah seorang wanita cantik, mempesona dan baik hati, plus dari keluarga terpandang. Ia juga berpendidikan tinggi. Semua tentang Aileen itu selalu tampak sempurna.

Tapi semuanya tentang perasaan. Semenarik apapun wanita yang akan dijodohkan dengannya itu, Xavier tetap tidak menyukainya. Pria itu sama sekali tidak tertarik. Apalagi waktu itu ia juga sedang menjalin hubungan dengan wanita yang pernah menjadi adik tingkatnya saat kuliah di luar negeri dulu.

Rosaline.

Satu-satunya wanita yang pernah Xavier respon.

Tidak peduli meskipun Aileen selalu mencoba menarik perhatiannya dengan mengajaknya mengobrol atau dengan hal-hal lain yang disukai pria itu seperti berkuda atau menembak, itu semua tetap tidak bisa menarik perhatian Xavier yang dingin.

Aileen bahkan waktu itu sampai rela belajar berkuda dan menembak agar Xavier meliriknya. Sedikit saja. Tapi itu tak pernah terjadi.

Setelah pernikahan pun, semuanya tetap sama. Xavier terus mengabaikan Aileen. Hingga pada suatu hari, wanita itu tahu alasan Xavier selalu mengabaikannya; ada wanita lain yang pria itu cintai. Tapi mereka tidak bisa bersama karena Xavier yang dijodohkan dengannya.

Xavier tidak peduli dengan wanita yang dinikahinya itu. Tetapi ia tetap memenuhi semua kebutuhan Aileen sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai suami. Hanya sebatas itu. Pernikahan hanya sebuah status
bagi Xavier.

Mereka juga tidur seranjang. Tapi Xavier dulu sering tidak pulang dan lebih memilih bermalam di kantornya. Di sana ada ruangan khusus untuknya beristirahat. Ia memang sudah jelas-jelas mencoba menghindari sang istri.

Dua tahun Xavier terus mengabaikan Aileen sebagai seorang istri. Sedangkan dirinya baru seminggu ditinggal pergi sudah sefrustasi ini?

Bagaimana wanita itu bisa bertahan selama itu dengan semua sikap brengsek yang Xavier miliki?

Cinta? Tampaknya itu tidak cukup untuk membuat Aileen tetap bertahan. Buktinya lama-kelamaan wanita itu muak juga diabaikan, bukan?

Xavier membuat Aileen menunggu terlalu lama. Sementara dirinya sendiri terus berperang dengan perasaan dan akalnya yang terus berkata jika ia mencintai Rosaline.

Xavier tersenyum sumir. Sebuah senyum sendu langka yang baru dua kali ini ia tampilkan selama hidupnya. Bahkan saat Xavier kecil sering dihukum dengan dicambuk oleh Kakeknya jika nakal, ia tidak pernah menangis dan menampilkan ekspresi menyedihkannya itu di depan sang Kakek untuk berharap diampuni.

Xavier egois dan angkuh sejak kecil. Ia tidak suka dikasihani.

Tapi wajah sendu itu kini ada lagi karena Aileen. Sementara yang pertama saat Xavier pertama kali mendatangi dan melihat makam ibunya yang sudah tiada karena melahirkannya. Alasan itu jugalah yang membuat ayahnya membencinya. Ayahnya menganggapnya sebagai pembunuh ibunya.

Semenjak menikah juga, Xavier hidup terpisah dari Kakek dan Ayahnya. Ia benar-benar bebas setelah itu. Tetapi mereka selalu mengawasi Aileen. Xavier yakin dua pria tua bangka itu pasti juga sudah mengetahui mengenai kabar menghilangnya Aileen dari mansionnya.

Bagus. Dengan begitu mereka akan membantu mencari keberadaan menantu kesayangan mereka itu.

"Dia tidak merindukanku, ya?"

Xavier mendongak ke atas. Menatap langit malam yang pekat. "Aku..." Ia mendesah. "Tolong kembalikan Aileen padaku."




_TBC_













XAVIER'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang