8

123 13 6
                                    

Wisuda ke 118

San tersenyum sambil menandatangani kehadiran sebagai wisudawan. Ia dan beberapa temannya masuk menempati kursi yang tertera nama, juga ditemani orangtua masing-masing.

Laki-laki itu memperhatikan jajaran panitia di depan samping kirinya.

Laki-laki itu memperhatikan jajaran panitia di depan samping kirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tidak ada Ahin.

San membuka roomchat, tidak ada ucapan selamat meskipun mereka tidak kontakan lebih dari sebulan karena San terlalu fokus skripsian dan Ahin yang sibuk magang.

"Abis dari sini langsung packing ya, pesawat kita dimajuin besok pagi," kata mama San.

"Iya, ma."

Di hari bahagia ini harusnya San full senyum, dari proses wisuda, San baru tersenyum dua kali ketika namanya dipanggil dan berfoto dengan dekan sambil memegang ijazah.

Bahkan setelah keluar dari aula, beberapa teman San menunggu di bawah untuk berfoto-foto, San masih enggan senyum.

Laki-laki itu menghembuskan napas berat saat orangtuanya menyuruh masuk ke mobil untuk pulang.

"SAN!"

"APAAN?!" teriak San membalas panggilan Mingi.

"SINI DULU!"

"Ribet banget emang tuh anak. Balik aja dulu ntar aku bisa pulang sendiri, ga lama kok, ma, pa."

San melepas kancing jasnya, berjalan cepat menghampiri Mingi.

Tapi Mingi tidak ada.

"Kok? Ngerjain gue, nih? WOI, GI!"

"Kak San!"

"Kak San!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ahin.."

Gadis itu mengontrol napasnya, "congraduation!"

Ahin menegakkan tubuhnya lalu tersenyum, "maaf kak, aku ga kepilih jadi pembaca nama."

"Congraduation sekali lagi, kak!" ucap Ahin ceria.

San tersenyum lega, tak lama wajahnya berkerut menahan haru.

"Kapan pulang, kak?"

"Besok pagi," jawab San menundukkan kepalanya.

"Oh.. Ini bunganya, kak. Clear ya.."

San mengambil bucket bunga asli, membaui dan menyentuh setiap kelopak bunga dengan telunjuknya.

"Aku ga bisa lama, kak. Pengawas di tempat magang cuma ngasih dispen setengah jam. Oh iya, ada satu lagi.." Ahin mencari sesuatu di tasnya, San yang penasaran mendekat.

Tangan Ahin berhenti mengaduk isi tasnya, ia menoleh ke San, jelas wajah mereka sangat dekat.

Ahin tersenyum simpul mengeluarkan tangannya, meraih dasi San yang cukup longgar dan mencium bibir laki-laki itu.

Katakanlah Ahin merencanakan ini sebagai perpisahan, membiarkan tautan itu sampai San sendiri yang melepaskanya.

Sepuluh detik berlalu, Ahin membuka satu matanya. Mata San ikut terpejam.

Choi San bajingan (3)

Harusnya lo lepas, Choi San.

Bibir Ahin melumat sekali lalu dilepas, mengusap bibir San. Ahin pikir ini tidak akan selesai jika dia tidak mengakhirinya.

"Hati-hati di jalan, kak. See you."

Jiwa pecundang dalam diri San membiarkan Ahin pergi dan jiwa pecundangnya membiarkan ia menangis.

Perempuan seberani Ahin tidak cocok untuk laki-laki pencundang.

"See you," lirih San memeluk buket bunga yang tersisa dari Ahin.






⌛Fin.

©joaapark

senior | choi san ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang