16. WINE EFFECTS

155 12 0
                                    

Tolong tunjukkan ke aku kalau part seperti ini yang kalian suka...

Tolong vote-nya, ya~

Selamat membaca ....

•••

Biarkan aku melepas dahaga dengan bibirmu yang tak pernah tandas.

•••

Pria itu tertegun saat Grace mengatakan dia harus menghentikan mobil di sebuah bangunan mewah bergaya arsitek skandinavia. Namun, ia memilih untuk tak berkomentar dan segera membantu Grace membawa barang-barang Oma masuk ke dalam kamar.

Fasilitas yang Grace sediakan untuk Oma di panti jompo lebih dari kata cukup. Oma bisa melakukan segalanya di sini. Dimulai dari perpustakaan kecil yang ada di kamar, lahan untuk berkebun yang tersedia di kawasan panti, hingga tempat untuk olahraga.

Julian sengaja berbicara seadanya dengan Oma Grace, sebab ia paham Grace pasti membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk bersama dengan orang yang disayanginya.

Karena itu, di sinilah Julian berada. Di kebun luas yang ada di belakang panti. Ada berbagai macam pepohonan buah dan bunga yang tumbuh subur.

Baru saja Julian tahu, bahwa salah satu donatur penting yang berpengaruh pada kesejahteraan panti adalah Gracia Agustine sendiri. Julian telah melihat artikel lengkap tentang Panti Jompo Latisha, nama wanitu itu terpampang jelas sebagai orang yang berpengaruh

“Saya cari Bapak di mana-mana nggak ketemu, kirain sudah pulang. Ternyata di sini.”

Suara itu mengejutkan Julian. Secara responsif tubuhnya menegak saat melihat wajah Grace membayang bersama lampu kebun yang temaram. Tidak terlalu jelas Julian melihat, namun ia tahu bahwa wanita itu menatapnya dengan sorot lelah.

Ada apa? Julian mengernyit.

Pria itu lalu menggeser duduknya,  memberi tempat untuk Grace. Rambut pirang wanita itu telah diikat hingga memberi ruang bebas bagi lehernya yang jenjang. Satu hal yang membuat Julian terkejut adalah, mata cokelat itu kini menunjukkan sorot berbinar yang benar-benar berbeda dengan sorot yang ditunjukkannya beberapa saat yang lalu.

“Saya nungguin kamu,” balas Julian begitu usai dengan keterpanaanya.

Tubuh Grace menghadap pada Julian. Tanyanya, “Oma sudah tidur setelah dikasih suntikan antibiotik sama perawat. Bapak mau cepat pulang?”

Julian diam sejenak, lalu menggeleng pelan. “Sorry, saya nggak tahu harus bersikap bagaimana sama Oma kamu mengingat dia masih pemulihan.”

“Don’t worry.” Grace menatap ke arah kebun bunga. Pahatan wajahnya entah mengapa terlihat sangat sempurna di mata Julian sekarang. “Saya tadinya mau tidur di sini saja nemenin Oma, tapi dia nggak mau. Takut ngerepotin saya, katanya,” kekeh Grace.

So, are we going home now?” tanya Julian langsung.

Dan, Grace menatap Julian lagi. Kini lebih lama. Seolah dengan sengaja membawa Julian menyelam ke dalam mata cokelatnya. Mata yang seharusnya memiliki kehangatan di dalam sana, tetapi Julian justru tak menemukannya.

“Atau kamu masih belum mau pulang?”

“Kamu pulang ke mana?”

“Saya?” Julian menunjuk dirinya sendiri, kebingungan. “Rumah saya di PIK. Waktu itu saya bilang sama kamu.”

“Ada siapa di sana?”

Julian tak mampu mencerna pertanyaan Grace dengan cepat. Otaknya seperti tidak berfungsi, seolah menjadi dungu. Apa yang dimaksud wanita ini sebenarnya?

Dealing with the President Director Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang