2

172 18 2
                                    

“ihh Rion kok jalannya cepet banget” Keluh Dion mencoba menyamai langkahnya.

Biasanya ketika sampai di sekolah, mereka akan berjalan berdampingan, tapi kini Rion malah terlihat mempercepat langkah kakinya.

“Rion tungguin aku”

“Ga usah deket deket!” Kesal Rion.

“Kamu masih marah gara gara boneka kemarin? Cuman boneka doang padahal”

Rion tiba-tiba berhenti berjalan, membuat Dion dibelakang menabrak tubuhnya.

“Kok tiba tiba berhenti sih!” Sebal Dion.

“Kamu enak ngomong gitu karena semua yang kamu mau pasti selalu dikasih!” Marah Rion lalu langsung berlari meninggalkan Dion begitu saja.

“Rion tunggu” Dion menghentakkan kakinya kesal.

Bagi Dion, Rion itu pemarah dan sangat susah didekati. Hingga terkadang cara Dion untuk mendekati Rion itu berlebihan atau malah salah.

×××

Rion sudah sampai di kelasnya. Matanya berair, dia sedih. Boneka itu sangat berharga bagi Rion, karena akhirnya dia memiliki barang yang hanya untuknya.

Yang membuatnya tambah sedih adalah tidak ada yang membela nya, ayahnya masih belum pulang dari pekerjaannya di luar kota. Kemarin bunda nya malah memarahinya karena dianggap tidak menjaga adik-adiknya dengan benar.

Dan boneka itu dibuang begitu saja, tanpa bahkan bunda nya itu mencoba memperbaiki atau setidaknya meminta izin pada Rion untuk membuangnya.

“kamu kenapa?” Tanya Niko, menghampiri Rion.

“Boneka aku rusak” Tangis Rion pecah.

“Boneka yang beruang itu?” Kini Bobby yang bertanya,

Rion mengangguk.

“Dimana? Sini aku jahitin!” Caca berujar.

“Dibuang Bunda”

“Ih bunda kamu gimana sih! Emang dia ga bisa jahit?” Layla yang mendengarnya malah jadi emosi sendiri.

Rion hanya diam dengan terus mengelap air matanya.

“Udah jangan nangis lagi, nanti makan siang aku yang traktir!” Axel, orang terkaya di sana membuka suara.

Orang orang itu adalah teman teman dekat dari Rion. Sebenarnya Rion memiliki banyak sekali teman, hanya saja kelima orang itulah yang terdekat.

“Wihh ditraktir bos besar kita” Caca berteriak girang.

Axel hanya menggeleng melihat Caca. Tangannya mengelus kepala Rion perlahan, “udahan nangisnya, nanti matanya sembab”

×××

Siti, guru bahasa Inggris yang saat ini sedang mengajar di kelas 6e itu menghela nafas. “Padahal kembaran kamu sangat pintar, kok kamu enggak?”

Dion menunduk, tidak tau harus menjawab apa.

Memang benar, Rion itu pintar, sangat pintar. Dia sering menjuarai olimpiade matematika maupun IPA, berbeda dengannya yang sulit menangkap pelajaran.

Rion itu selalu mendapat peringkat 3 besar, sedangkan Dion juga 3 besar, hanya saja Dion 3 besar dari bawah.

“Kamu selalu remedial di pelajaran saya, saya harus gimana biar nilai kamu ningkat?” Ujar Bu Siti terdengar frustasi.

“banyak banyak belajar dari kembaran kamu, kamu tidak perlu menang olim kok, tidak remedial saja saya sangat bersyukur”

Dion hanya bisa terdiam sambil menunduk. Sakit hati dengan perkataan guru di depannya.

×××

Dion baru saja ingin kembali ke kelas sebelum segerombolan siswa menghampirinya.

“Eh.. kamu Dion ya? Soalnya ga ada tahi lalatnya” Ucap salah satu siswa itu.

Dion mengangguk. Dion dan Rion adalah kembar identik, satu hal mudah yang dapat membedakan mereka adalah tahi lalat milik Rion di bawa mata kirinya.

“Rionnya kemana? Kita mau ngajakin main basket”

Senyum Dion langsung mengembang mendengar kata basket. “Ga tau, main sama aku aja! Aku juga bisa main basket”

Siswa itu terlihat menggaruk lehernya. “kayaknya kita ga jadi main deh, kapan kapan aja ya”

Mereka lalu berlalu begitu saja membuat Dion kesal.

Tak lama dari kepergian mereka, Dion bisa melihat Rion yang keluar dari arah kantin bersama gengnya.

Dion dengan segera menghampiri nya dan mendorongnya dengan cukup keras.

“Aku benci punya kembaran!” Teriak Dion kesal.

×××
Lanjut??

Kita Kembar Kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang