Sebelum baca, vote dululah! Biar semangat post.
Sebuah gedung berlantai empat bercat kuning gading berpadu krem di beberapa bagian yang tampak seperti kantor biasa. Terdapat tulisan cukup besar nama kantor tersebut "Gugusan Finance" di bagian depan bangunan tersebut. Janu baru saja sampai dengan mobil jenis SUV yang baru dibelinya beberapa bulan lalu.
Dia segera turun, lalu menyapa beberapa orang berpakaian biasa yang baru saja keluar dari gedung itu.
"Hei, Jan! Bagaimana? Lancar kemarin?" tanya seorang pria bertato naga di lehernya.
"Lancar. Kau bagaimana, Jo?" tanya Janu. Dia juga tersenyum tipis pada orang-orang berpenampilan sama di belakang pria bernama Jo itu.
"Ada kendala sedikit, tapi bisa disingkirkan secepatnya. Ya, sudah kalau begitu, Janu. Aku permisi." Pria bernama Jo dan orang-orang di belakangnya melenggang pergi.
Sementara, Janu menatap ke arah mereka dengan ekspresi tak terbaca. Kemudian, lelaki berjaket denim itu segera masuk ke dalam bangunan dan masuk lift untuk menuju lantai paling bawah. Benar, bangunan atas hanya pengecoh dari fungsi bangunan sebenarnya. Seketika, perubahan terjadi ketika lift yang membawa Janu ke lantai bawah tanah. Lorong gelap yang hanya diterangi neon merah. Janu sampai harus menyipitkan mata setiap kali datang ke tempat ini karena minimnya cahaya.
"Selamat datang, Janu!" ucap seorang pria berbadan besar menyambut di depan sebuah pintu besi. Di tangan kanannya terdapat tatto naga sama seperti pria bernama Jo tadi.
"Iya, Van. Bos ada?" tanya Janu.
"Ada, kebetulan baru saja kembali dari Moskow."
Janu mengangguk. Kemudian, pria bernama Devan itu membawa Janu untuk masuk ke dalam ruangan yang ternyata sangat nyaman. Sangat jauh dari kesan seram ketika perjalanan ke sini. Kurang lebih luasnya sama dengan apartemen yang ditinggali Janu sekarang. Ada ruang tamu dengan sofa lembut berwarna abu. Beberapa kamar yang pintunya tertutup dan dapur cukup besar tampak dari ruang tamu.
"Tunggu saja, Jan. Bos sedang mandi. Dia akan selesai sebentar lagi." Devan pergi meninggalkan Janu sendiri.
Sementara, Janu duduk tenang sembari memainkan ponselnya. Sial! Dia lupa, di tempat ini tidak bisa dijangkau sinyal ponsel.
"Hei, Janu! Kamu sudah datang? Tunggu sebentar, ya," suara lembut seorang wanita menginterupsi.
Janu mengangkat wajahnya. Dia tidak terkejut melihat pemandangan itu, seorang wanita seumuran Jendra keluar dari sebuah kamar hanya memakai handuk yang melilit tubuh bagian dada hingga sedikit turun menutupi bokong. Wajahnya yang putih seperti porselen sangat kontras dengan handuk hitam yang ia pakai.
Janu mengangguk, ketika wanita itu masuk lagi ke kamar tadi untuk berpakaian. Tak berapa kemudian, wanita itu kembali dengan setelan piyama satin berwarna hitam yang sangat tipis. Bahkan, bagian dadanya terekspos dengan sangat jelas.
"Bagaimana, Janu?" tanya wanita itu, sembari membawakan secangkir teh hijau untuk Janu.
"Beres, Kak. Tidak ada yang tertinggal. Dan ini beberapa berkas yang aku dapat dari orang itu." Janu mengambil sebuah amplop cokelat dari balik jaket denimnya.
"Syukurlah. Klien kita membutuhkan ini besok. Aku selalu yakin dengan pekerjaanmu, Sayang." Wanita itu menyempatkan diri menepuk pelan kepala Janu, lalu ia kembali duduk di sofa seberang dengan menyilangkan sebelah kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hangatnya Ranjang Ayah Muda
ChickLitNarumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh-jauh sana!