twenty four

50 1 0
                                    


Puri memperhatikan punggung tegap Alam. Dia melangkah sambil sesekali membalas sapaan beberapa orang. Pria itu kenapa begitu hangat. Semakin kesini Alam menjelma menjadi sosok laki-laki matang idaman gadis seperti Puri. Seseorang yang hopeless romantic tiba-tiba dihadapkan dengan pria dewasa yang perhatian.

Namun Puri tidak mungkin mengambil langkah lebih lanjut ada seorang wanita yang memenuhi hati Alam. Pun jika saingannya wanita macam Saphira ia cukup tahu diri dan mundur. Dan  faktor paling utama adalah ia tidak mau menjadi seseorang yang merusak hubungan orang lain. Karena ia merupakan salah satu orang yang tersakiti akibat dari keretakan hubungan orangtuanya yang disebabkan oleh orang ketiga.

"Kamu kenapa suka sekali melamun?"

Puri tersentak ia tidak menjawab karena memang tidak menemukan balasan yang pas.

Alam mengulurkan air mineral pada Puri. Sebelumnya ia sudah membuka tutup botol air mineral yang masih tersegel.

Sekarang mereka berdua sedang berada di taman komplek. Menyadari dirinya yang amat jarang berolahraga akhirnya Puri mengiyakan ajakan Alam tempo lalu untuk berolahraga bersama.

"Saya besar dan tumbuh di komplek ini. Orang-orang disini sangat baik dan hangat makanya saya senang bersantai kayak gini di hari libur."

Puri mengangguk setuju. Tidak dapat dipungkiri beberapa bulan menempati komplek ini ia belum mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang disekitar.

"Kamu pasti betah tinggal disini."

"Semoga, mas."

Taman pagi itu ramai oleh orang-orang setempat. Kebanyakan dari mereka memiliki agenda yang sama yaitu olahraga. Ada yang sekedar lari-lari kecil dan juga hanya berjalan santai. Dibawah pohon-pohon yang menambah suasana adem nampak beberapa orang yang duduk bersantai menikmati udara pagi Bandung yang segar ditemani dengan rumput.

"Mau balik sekarang?"

Puri menangguk. Dibawah langit yang cerah dia orang yang terpaut sepuluh tahun itu berjalan bersama menelusuri jalanan komplek.

Sesampainya mereka didepan rumah Alam nampak Dewi dengan laki-laki dan perempuan muda beserta seorang anak kecil di gendongan perempuan muda itu.

Perempuan itu nampak seperti seseorang yang berada di pigura foto keluarga yang dipajang diruang tamu Alam.

"Sudah pulang ternyata." Ucap Dewi begitu tibanya Alam dan Puri.

"Aku titip Mico, ya mas. Jangan lupa janji kamu bawa Mico jalan-jalan."

"Iya, kalian hati-hati dijalan." Alam mengangguk. Adiknya Neira mengungkit janji Alam tadi malam yang mengajak keponakannya jalan-jalan ke mall. Moco, bocah tiga tahun itu sudah semangat sekali untuk bermain mobil-mobilan.

Perempuan muda itu mengangguk ia menatap Puri sembari tersenyum manis dengan pandangan bertanya.

"Ini Puri, yang mamah ceritain ke kamu. Tetangga sebelah." Ungkap Dewi memberikan informasi.

"Oh, iya. Halo Puri salam kenal saya Neira, adik mas Alam." Selanjutnya Neira memperkenalkan laki-laki disampingnya. "Terus ini Raka, suami saya."

Raka mengangguk menjulurkan tangannya. "Raka."

"Puri."

"Kalian barengan?"

"Iya, mbak."

"Mah kami berangkat dulu." Interupsi Raka yang sedari tadi hanya menyimak.

"Bye sayang, mamah sama papah pergi dulu jangan rewel ya."

"Iyah." Mico berkata lucu anak kecil berumur tiga tahun itu melambaikan tangannya antusias di gendongan Dewi, omanya.

"Mico sama oma dan om dulu, ya."

Sebelum menginjakkan pedalnya Raka membunyikan klakson kemudian meninggalkan tiga orang dewasa itu.

"Kalau gitu Puri pamit dulu tante."

"Kenapa buru-buru, nak? Kalian berdua belum sarapan, kan? Ayo kita sarapan bareng."

"Kayaknya nggak usah, tan. Soalnya Puri juga mau mandi dulu."

"Oh, kalau begitu nggak papa. Lain kali aja deh. Nanti kamu bisa request makanannya, Ri."

Gadis itu terkekeh pelan "Jangan repot-repot, tan."

"Nggak kok, Tante masuk dulu, Mico belum sarapan nih."

"Iya tante."

Tersisa Alam dan Puri disana. Pria itu menoleh padanya. "Besok-besok kamu masih mau jogging, kan?"

Pertanyaan Alam barusan seolah memberi tahu bahwa seterusnya mereka akan selalu bersama melakukan olahraga tersebut. Tidak ada balasan lain dikepala Puri sehingga ia hanya mengangguk.

"Sana mandi biar nggak bau asem."

Bibir merah muda itu mengerucut lucu. Tangan pria dengan wajah oriental itu hinggap dikepala Puri mengacak-acak rambutnya.

***

Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Sedari tadi Alam sesekali mengecek teleponnya menunggu notif seseorang. Pasalnya ia sudah mengirim pesan pada Saphira sejak satu jam yang lalu. Namun hingga kini ia belum menerima balasan.

"Om lam ayo-ayo."

"Iya bentar, Mico. Kita tunggu Aunty Saphira dulu ya."

Rupanya anak kecil seperti Mico sudah mengingat betul perkataan Alam tempo lalu melalu telepon. Ia mengajak keponakannya jalan-jalan dan bermain di arena bermain di mall. Neira tentu tidak keberatan karena ibu muda itu juga akan melakukan liburan singkat bersama suaminya.

Masalahnya, Alam mengajak Saphira ikut bersama tapi Saphira sama sekali tidak memberi kepastian. Padahal Alam sudah mengkonfirmasi tadi malam.

Alam berdecak, sejak pertemuan mereka yang menimbulkan pertengkaran kecil waktu itu mereka berdua belum pernah bersua lagi. Karena sebenarnya Alam ini merupakan salah satu usahanya memperbaiki hubungan mereka. Dengan sikap Saphira yang seperti ini menimbulkan kekecewaan Alam dipermukaan.

Alam memandang Mico yang kini memainkan mainannya. Pasti Mico sudah semangat sekali. Dan sebagai om ia tidak mau memberikan harapan palsu pada keponakannya itu.

Deringan ponsel Alam berbunyi dan nama Saphira muncul di layar.

"Halo, Lam."

"God, Saphira aku udah hubungi kamu dari tadi."

"Iya maaf tadi ponselku mode silent."

"Kamu udah siap-siap? Biar dijemput."

"Enggh kamu nggak usah jemput aku. Aku udah dimall, kebetulan tadi aku ketemuan sama temenku."

Alam mengulum bibirnya. "Kalau gitu tunggu aku, aku mau kesana sekarang."

Pria yang mengenakan kemeja polo Frappuccino dengan celana denim itu memasukkan ponsel ke sakunya. Akhir pekan ini ia akan menghabiskan wakt bersama Saphira dan Mico.

________

Tbc.

FIX YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang