"Minta dia masuk." Ndaru mulai berdiri.
"Pak—" Shana menahan tangan Ndaru.
"Tetap di sini sama Mas Juna. Biar saya yang keluar."
Shana tidak bisa menahan Ndaru. Pria itu sudah berlalu dengan langkah mantap. Shana tentu panik. Dia penasaran dengan tujuan Darma datang ke rumahnya. Apa karena kejadian tadi siang? Apa Putri mengadu pada ayahnya?
"Bi, tolong ambilkan kardigan saya di kamar. Panggilkan Suster Nur juga buat bawa Mas Juna sebentar," pinta Shana pada Bibi Lasmi.
"Iya, Bu. Sebentar."
Shana tentu tidak akan diam. Dia tidak mau terus bersembunyi seperti permintaan Ndaru. Sejak awal, dia sudah melemparkan dirinya ke jurang saat memutuskan untuk menikah dengan anggota keluarga Atmadjiwo. Bersembunyi bukanlah dirinya. Apa lagi saat ini namanya menjadi kandidat tersangka dalam pembunuhan Arya. Cukup ayahnya yang difitnah. Kali ini Shana tidak akan diam saja.
"Ini, Bu." Bibi Lasmi datang dengan barang permintaan Shana. Di belakangnya juga ada Suster Nur yang langsung mengalihkan perhatian Juna.
"Saya keluar dulu," ucap Shana memakai kardigannya cepat.
"Jangan, Bu. Bapak bilang Ibu di sini aja." Bibi Lasmi mencegah. "Saya takut Ibu kenapa-napa. Tadi wajah Pak Darma serem banget."
"Ini pasti karena tadi siang, Bi. Saya harus keluar."
"Tapi—"
"Ada Bapak di sana, saya nggak sendiri." Setelah itu Shana langsung keluar. Semakin langkahnya mendekat, suara keras bentakan mulai terdengar.
Darma, sepertinya pria itu sangat marah.
"Kenapa kamu selalu bela dia?! Buka mata kamu Ndaru! Dia bawa kesialan buat keluarga kita!"
Suara itu terdengar jelas di telinga Shana. Hatinya terasa tercubit saat mendengar itu. Ternyata begitu pandangan Darma atau bahkan keluarga Atmadjiwo yang lain terhadap dirinya. Menyedihkan.
"Jaga ucapan Anda."
Shana bisa mendengar Ndaru membelanya.
"Saya nggak terima kalau istri kamu tampar anak saya. Kamu mau bela pembunuh kakak kamu itu?!"
"Saya bukan pembunuh." Shana muncul dan mengelak tuduhan Darma mentah-mentah.
"Kamu! Dasar wanita nggak tau malu. Kamu apakan anak saya?! Berani-beraninya kamu tampar dia!"
Shana menatap Darma lekat. Tidak peduli pada tatapan jengah Ndaru. Jelas pria itu kesal dengan kedatangan Shana yang sudah ia larang.
"Saya hanya melakukan hal yang sama dengan apa yang anak Bapak lakukan." Shana menunjuk pipinya. "Anak Bapak juga tampar saya," balasnya tenang.
"Kamu pantas ditampar. Kamu sudah bunuh menantu saya."
Shana menarik napas dalam. Tidak mau terpancing dengan ucapan Darma yang penuh dengan provokasi. Shana berharap Ndaru tidak terpengaruh dan tetap berada di sisinya.
"Satu-satunya orang yang harus marah di sini itu saya, Pak. Menantu Bapak yang buat ayah saya masuk penjara. Keluarga saya hancur, Pak. Dan sekarang saya dituduh sebagai pembunuh. Apa lagi setelah ini?"
"Jangan sok polos!" Darma berdecih. "Kamu lihat istri kamu Ndaru. Dia pintar mengelabuhi kamu. Sekarang saya semakin yakin kalau otak kamu sudah dicuci sama dia!"
"Selama belum ada bukti kuat, saya tidak akan menganggapnya demikian, Pak."
"Ndaru!" Darma membentak. "Buka mata kamu! Dia sudah bunuh kakak kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Incaran Shana
RomanceHandaru Gama Atmadjiwo tidak tahu jika keputusannya untuk kembali ke Ibu Kota menimbulkan petaka. Baru satu hari tiba, dia sudah terlibat skandal dengan seorang gadis muda. Skandal yang membuat citra keluarga Atmadjiwo ternoda. Sialnya, dia harus be...
76. Pertengkaran Hebat
Mulai dari awal