"Pak Ndaru di sini?"
Lihat, bahkan suara Shana berubah lembut di telinganya saat ini. Membuat hatinya berdebar.
Mata Ndaru terbuka. Dia menoleh dan mendapati wanita itu berada di belakangnya. Berdiri canggung dengan penampilan yang luar biasa... menggoda.
"Kenapa bangun?" tanya Ndaru mencoba untuk tenang.
Shana menggeleng dan mendekat. "Tadi kebangun, tapi Bapak nggak ada di tempat tidur," ucapnya mulai duduk pinggir kolam renang dan memasukkan kakinya ke dalam air. Bersampingan dengan Ndaru yang tengah merendamkan tubuhnya.
"Saya nggak bisa tidur." Ndaru mengalihkan pandangannya. Tak mau menatap Shana yang mampu membuatnya hilang fokus.
"Pak Ndaru kan sakit? Kenapa berenang pagi buta begini?" Shana mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Ndaru, tetapi pria itu menghindar. Membuat Shana terkejut dan menarik tangannya kembali.
Lagi. Selalu seperti ini setelah mereka menghabiskan malam berdua.
"Maaf," gumam Ndaru menyadari gerakan refleknya yang melukai perasaan Shana.
Shana tersenyum kecut. Dia menyadari posisinya. Hubungannya dan Ndaru belum benar-benar membaik. Masih ada tembok yang menghalangi mereka.
Namun apakah boleh dia berharap lebih?
"Saya belum pernah berenang di sini," ucap Shana memainkan air dengan kakinya. Dia tengah mengalihkan pembicaraan.
Ndaru memutar tubuhnya. Meletakkan kedua tangannya di tepi kolam renang dengan terlipat. Kali ini dia tidak menghindar. Dia menatap Shana sepenuhnya.
"Mau berenang?" ajak Ndaru.
Shana terkejut. Sempat ragu dan berpikir selama beberapa detik. Sampai akhirnya dia berdiri dan mulai melepas kemeja Ndaru yang ia pakai.
Di tengah keheningan, Ndaru tak beniat mengalihkan pandangannya. Tentu dia tidak akan menyia-nyiakannya. Dia terpaku pada pemandangan indah di depan mata. Tidak ada yang salah. Shana adalah istrinya, candu baginya.
Dengan berbalut pakaian minim, Shana mulai masuk ke kolam renang. Ndaru tersadar dan langsung membantu wanita itu. Kulit yang bersentuhan memberikan sengatan yang mengejutkan. Namun keduanya kompak mengabaikan.
"Dingin, Pak." Shana meringis saat tubuhnya sudah benar-benar masuk. "Pak Ndaru nggak kedinginan?" tanyanya tak percaya.
"Bukannya kamu suka dingin?"
"Yang ini dinginnya beda." Shana mengusap wajahnya dan mendekatkan diri pada Ndaru, berharap bisa mendapatkan sedikit kehangatan di sana.
Dengan tanggap, Ndaru meraih tubuh Shana. Memeluk pinggang wanita itu dan menariknya mendekat hingga tubuh keduanya bersentuhan.
"Masih dingin?" tanya Ndaru tersenyum tipis melihat wajah linglung Shana.
Shana menggeleng. "Anget... dikit."
Senyum Ndaru melebar, memperlihatkan giginya. Tembok yang sempat ia buat tadi seketika hancur. Ternyata dia memang tak bisa mengabaikan Shana. Wanita itu terlalu luar biasa utuk diabaikan.
"Pak Ndaru sering berenang pagi-pagi kayak gini?" tanya Shana menumpukan kedua tangannya di dada Ndaru.
"Nggak selalu, tapi kalau ada waktu pasti saya sempatkan."
"Saya nggak suka berenang," curhat Shana.
"Kenapa?" Tangan Ndaru terangkat menyingkirkan anak rambut wanita itu dari wajahnya.
"Karena saya nggak bisa berenang," jawabnya polos.
Ekspresi geli Ndaru berikan. "Nggak mungkin."
"Beneran, Pak. Saya dapat D di tes berenang waktu SMP." Shana tersenyum geli mengingat kekonyolannya dulu, "Guru olahraga saya sampe kesel waktu liat saya berenang tapi nggak berubah tempat. Padahal saya udah yakin bakal nyampe ke garis finish, ternyata saya renang di situ-situ aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Incaran Shana
RomanceHandaru Gama Atmadjiwo tidak tahu jika keputusannya untuk kembali ke Ibu Kota menimbulkan petaka. Baru satu hari tiba, dia sudah terlibat skandal dengan seorang gadis muda. Skandal yang membuat citra keluarga Atmadjiwo ternoda. Sialnya, dia harus be...
73. Pasangan Halal
Mulai dari awal