Adit membawa Aylin dan ketiga anaknya pergi ke rumah Wanda untuk merayakan hari ibu. Tak lupa Adit membawa hasil gambar Chika, yaitu gambar wajah Wanda, yang telah dipigura. Sepanjang jalan Aylin merasa resah memikirkan reaksi Wanda ketika melihat hasil gambar Chika, yang bahkan lebih parah dibandingkan hasil gambar wajah Aylin.Chika adalah cucu kandung mama Wanda, tak mungkin wanita itu murka. Lagipula Chika sudah menggambarnya dengan sepenuh hati. Aylin menghibur diri.
Saat memasuki teras, seorang pelayan menghentikan Adit.
"Maaf, Mas. Nyonya pesan hanya anak-anak yang boleh masuk. Mas sama mbak Aylin disuruh pulang. Nanti anak-anak pulang diantar supir." Pelayan itu menunduk, tidak berani menatap raut wajah Adit yang marah bercampur kesal. Karena mamanya menolak menemui Aylin. Padahal Aylin sudah mau diajak ke rumah ini. Wanda tidak mau repot-repot menghargai itikad baik Aylin.
Pelayan itu mengambil alih Citra yang masih tidur dalam gendongan Aylin. Kemudian mengajak Chika dan Kaesang masuk rumah. Dan pintu di tutup rapat.
"Mama sudah keterlaluan ...."
"Nggak papa, Mas. Aku ngerti perasaan mama. Mungkin beliau masih butuh waktu untuk menerima aku." Aylin mengusap pelan lengan Adit untuk menenangkan pria itu. "Setidaknya mama masih mau menerima Citra."
Akhirnya, setelah ditolak Wanda, Adit dan Aylin memutuskan untuk menemui Tika. Tak lupa Adit juga memberikan hadiah untuk Tika.
"Selamat hari ibu, Ma. Terimakasih karena selama ini Mama sudah merawat kedua istriku dengan baik." Adit mengucapkan dengan tulus, seraya memberikan amplop yang cukup tebal. Adit tau, Tika lebih suka mentahan. Ini justru memudahkan Adit, pria itu tak perlu pusing memikirkan hadiah untuk ibu mertuanya.
"Kamu nggak ngasih Mama, Lin?" tanya Tika kepada Aylin.
"Aku cuma bisa ngasih ini, Ma." Aylin menyerahkan paper bag berisi daster pesanan Tika tempo hari.
"Anak-anak nggak ikut?" tanya Tika lagi.
"Mereka lagi main di rumah mama Wanda, Ma." Aylin yang menjawab.
"Oh, begitu." Ada raut kekhawatiran di wajah Tika. Kemudian wanita itu mengajak Aylin ke dapur, dengan dalih meminta bantuan Aylin.
"Kenapa, Ma?" tanya Aylin yang tau siasat mamanya.
Tika melirik ke arah Adit di ruang tamu, pria itu sedang sibuk bicara di telepon, entah dengan siapa. Kemudian Tika berbicara berbisik-bisik.
"Kenapa kamu tinggalkan ketiga anakmu di rumah wanita siluman itu?" tanya Wanda geram.
"Kenapa, Ma? Mama Wanda neneknya anak-anak. Ada yang salah?"
"Takutnya wanita itu menghasut anakmu. Apalagi Citra masih bayi, Mama khawatir dia ngapa-ngapain anak kamu." Tika bicara dengan penuh nada kekhawatiran.
"Nggak mungkin, Ma. Mama jangan suuzon terus." Aylin berusaha menenangkan mamanya.
"Kamu dibilangin nggak percaya. Liat aja nanti."
Terdengar suara salam di balik pagar, Aylin berjalan keluar, untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Hera.
"Ada lo di sini, Lin?" tanya Hera senang sembari masuk rumah. "Sama siapa?"
"Sama Mas Adit aja. Anak-anak lagi di rumah mertua semuanya. Lo ngapain ke sini?"
Hera menunjukkan rantang yang dibawanya. "Biasa. Mama gue kalau lagi bebikinan, selalu ingat sama mama lo. Ini isinya bubur sumsum."
Setalah masuk rumah, dan menyerahkan sendiri amanah mamanya, Hera kembali mengajak Aylin ngobrol di teras.
"Lo kesini ngapain, Lin?" tanya Hera lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Kakak Ipar
RomanceAylin terpaksa menerima desakan orang tuanya untuk menikah dengan kakak iparnya. Keputusan impulsif itu ia ambil karena kecewa dengan pacarnya Bagas yang tak kunjung menikahinya. Akankah ia menyesali keputusannya?