BAB 21

9.4K 275 2
                                    

"Lo dimana?"

"Saya berada di eropa. Kenapa kamu menelpon saya? Apakah kamu akan mengabarkan berita tentang adik saya?" Tanya seseorang dari balik ponsel.

"Ya, kabar buruk yang gue sampein ke lo. Bahwa civa udah menikah,"

"Jika itu omong kosong, lebih baik kamu tidak menelpon saya, Kalingga! Jangan membuat saya emosi!!"

"Beneran, bang. Kemaren dia ngelamar kerja ke toko gue. Anehnya dia gak ngenal gua. Gue heran saat ada laki-laki yang deket dengan dia. Saat gue ngajak dia jalan, laki-laki itu nyaut, dia adalah istrinya. Istri yang di maksud itu civa, adik gue."

"Sekitar 2 atau 3 hari saya akan pulang, menghampiri civa, jika omongan mu tidak benar mengenai adik saya maka siap-siap kamu,"

"Jangan bertindak gegabah-

Tutt.

Daniel mematikan panggilannya sepihak. Kalingga duduk diatas kursi. Mengacak-acak rambutnya frustasi, kemudian mengusap wajahnya kasar. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kondisi rumah? Di saat dirinya tidak ada. Apakah ayahnya belum berubah-ubah juga.

***

Pukul 6 pagi, alatta dan Izhar tengah berada di perjalanan menuju, entah kemana. Ata juga tidak tahu, Izhar mau mengajaknya di mana tiba-tiba saja dia membangunkan dirinya jam 3 pagi. Katanya sih, akan menyusul Fathir.

"Ibu dan bapak mertua suka makanan apa?" Tanya ata.

Izhar tersenyum. "Beliau sama-sama menyukai roti bakar dan gado-gado,"

Ata mengangguk. "Nanti lo berhenti di sana, mau beliin makanan buat mertua biar di sayang sama mereka."

Izhar terkekeh.

"Kalo adik? Punya?"

"3,"

"Suka apa?"

"Semua jenis makanan mereka sukai." Mobil Izhar berhenti di pinggir jalan sesuai permintaan istrinya.

Ata segera turun dari mobil. Begitu juga dengan izhar ia turun di mobil.

Ata mengernyit. "Mending nunggu di dalem mobil aja dari pada lo ikut gue," kata ata.

"Tidak. Saya akan menemani kamu,"

Mereka berdua berjalan menuju ke tempat bapak penjual roti bakar. "Pak roti bakarnya satu, rasa... " ata menoleh kebelakang, dengan tatapan seolah ingin bertanya.

"Rasa nanas," ucap Izhar.

"Oke. Ditunggu yah,"

Ata mengangguk. Tiba-tiba ponsel di dalam tasnya bergetar. Ia segera mengambil ponselnya di dalam tas, setelah itu ia mengangkat panggilan dari Devan.

Oh gitu?? Semalem gue telponi kagak di angkat? Gue cari lokasi di rumah lo dari beberapa tetangga, nunggu di depan simpang, Lo kaga muncul-muncul nyampe badan gue pegel, anjir memang lo mengingkari janji manis yang lo buat sendiri. My heart sungguh terluka," ucap Devan dramatis.

"Ngga gitu, gue bisa jelasin, anjai." Ata menoleh kebelakang, menatap Izhar yang tengah menatapnya. Ia menggeser tubuhnya kesamping untuk menjauh darinya. "Soalnya dia ngelarang gue buat keluar bareng lo, itu makanya gue gak bisa keluar," bisiknya. Dan tentunya di lihat oleh Izhar.

"Alesan. Udahlah gue buang aja kaca mata lu itu."

Ata berdecak. "Lama-lama gue gampar juga Lo!!"

"Canda-

Tutt

Devan menatap malas layar ponselnya. "Dasar anaknya pak Dimas!!"

AlatthalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang