Aku memandangi benda pipihku yang tergeletak di atas kasur.
Sudah beberapa hari ini aku tidak bisa lagi memberi kabarpada Ibu ataupun kak Bayu.
Jaringan buruk, tidak ada sinyal masuk sama sekali padahal sebelumnya tidak pernah seperti ini.Aku takut jika Ibu mengkhawatirkanku. Sehari saja aku tak memberi kabar padanya, Ibu pasti akan mencemaskan ku.
"Gina, tolong bawakan ini ya ke rumah nenek Wasri! Kalau sedang istirhat, jangan di ganggu, simpan saja di meja makan." Perintah Ibu mertuaku.
Tanpa bertanya apa isi di dalam wadah, aku sudah tau jika itu adalah makanan untuk nenek Wasri dan nenek Titua.
Hanya berjarak beberapa langkah saja, aku meletakan makanan itu ke dalam rumah nenek Wasri.
Meletakan nya di meja makan dapur sesuai perintah, karena mereka sedang ada di kamar.Setelah mengantar makanan, aku duduk di teras rumah, berusaha mengotak-atik ponsel agar ada sinyal yang mau masuk. Mencoba berjalan kedepan dengan jarak lumayan jauh dari rumah, tapi tetap saja nihil.
"Ehh ada ibu hamil, sedang jalan-jalan ya Neng?" Tanya seorang ibu paruh baya mengemban bakul.
"Iya, Bu."
"Bagus kalau begitu, ibu hamil memang harus rajin jalan-jalan pagi, apalagi kalau sudah hamil besar, biar lahiran nya nanti lancar, Neng."
Aku jadi teringat Ibu, aku rindu sekali padanya.
Mataku tertuju pada bakul yang sedang ibu itu gendong. Sepertinya ibu itu memang sedang berjualan, tapi aku tak pernah melihatnya berjualan keliling kampung semenjak aku datang kemari.
Mungkin dia tak sampai keliling ke rumah mas Hari, lagipula aku saja tidak pernah berjalan sejauh ini sebelumnya.
"Ibu jualan apa?" Tanyaku, sehingga membuat wajah ibu itu langsung sumringah.
"Ibu jual macam-macam lauk, Neng. Ada, ayam goreng serundeng, jamur krispi, pecak ikan mujair, sambal lele, lodeh nangka, perkedel kentang, oseng jeroan, beningan juga ada. Neng mau beli?" Tawarnya.
Aku mendekat memilih jualan ibu penjual lauk, di sana ada salah satu oseng yang sama sekali belum pernah ku coba.
"Ini oseng apa, Bu?" Tanyaku.
"Itu oseng rebung, rasanya enak, manis." Jelasnya.
"Aku beli oseng rebungnya satu ya, Bu. Sekalian mau sambal lelenya sama ayam serundeng."
"Iya, Neng!"
Ibu penjual langsung meletakannya ke dalam kantong keresek.
"Neng ini warga baru di kampung ini ya?" Tanya Ibu penjual, sembari memberikan kantong keresek itu padaku.
"Bukan, Bu. Saya cuma main saja di rumah mertua, tapi memang sudah lama di sini sih,"
"Pasti Neng ini orang kota ya? Kelihatan sekali soalnya," Tebak ibu penjual sambil tersenyum.
Aku mengangguk, "Iya, Bu."
"Memangnya, dimana rumah suaminya, Neng?"
"Tak jauh dari sini kok, Bu. Rumahnya mas Hari, ibu Sari dan bapak Robi.
Tiba-tiba ibu penjual lauk itu terdiam, sesaat pandangannya liar memandang ke sekeliling.
"P a n t a s saja," Lirihnya, namun aku masih bisa mendengar.
"Kenapa, Bu?" Tanyaku penasaran, karena dengan singkat sikap ibu itu berubah drastis.
"Oh, tidak apa-apa." Jawab ibu itu, kemudian hening beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKUT ORANG MATI?
Non-Fiction"Kenapa kita harus sembunyi, ketika mendengar kabar orang meninggal?" "Takut!" "Apa yang perlu di takutkan? Bukankah kita semua juga akan meninggal?" "Sudah jangan membantah!" 🍁Kisah perempuan kota bernama Gina, yang tinggal di kampung suaminya. ...