54. Izin Suami

15.1K 1.7K 166
                                    

Maaf baru muncul 😁🙏🏽

Chapter 71-72 sudah tersedia di karyakarsa ya. Kalau malam ini rame, besok aku update lagi di wattpad dan karyakarsa ❤️

Selamat membaca 💕

***

Pagi ini, Putri sarapan bersama anak dan ayahnya. Semalam, Darma memang menginap di rumahnya. Pria itu ingin menemani cucunya menonton bola. Tanpa sosok Arya, sebisa mungkin Darma akan selalu berada di samping cucunya. Bukan bermaksud menggantikan. Dia hanya tidak mau Satria merasa sendiri sejak menantunya itu pergi.

"Nanti Papa ada rapat sama Pak Harris."

Putri hanya mengangguk, masih fokus memisahkan ikan dari tulangnya untuk Satria.

"Sebenernya rapatnya sama Ndaru, tapi mendadak dia nggak bisa. Jadinya diwakilkan sama Pak Harris." Darma menghela napas kasar. "Apa karena masalah kemarin? Dia marah?"

Putri ikut menghela napas kasar. Sepertinya pagi ini mereka akan membicarakan topik ini lagi. Memang sejak kejadian di ruangan kantornya, wanita itu tidak mengatakan atau menjelaskan apapun pada ayahnya. Dia menyimpan semuanya sendiri dengan rapat. Karena ini berhubungan juga dengan pekerjaan kotor suaminya.

"Tentang Shana, ada apa, Put? Dia masih ganggu kamu?"

Sebagai orang tua, Darma tahu akan hubungan Putri dan Shana yang tidak baik. Jauh sebelum Shana masuk ke keluarga mereka. Hanya saja, itu masalah internal keluarga mereka dan tidak terlalu menanggapinya serius. Namun seiring berjalannya waktu, sepertinya Shana semakin mengusik ketenangan anaknya.

"Bilang sama Papa. Jangan diam saja."

"Bisa kita jangan bahas hal ini, Pa?"

Darma kembali menghela napas kasar. "Jadi benar dia masih ganggu kamu?"

"Bukan masalah penting. Shana dengan keyakinannya masih sama. Nggak usah dipikirin, Pa. Orang dia asal tuduh tanpa bukti." Putri mengatakannya dengan santai. Padahal dalam hati dia kembali mengutuk perbuatan suaminya.

"Papa cuma khawatir sama kamu. Arya sudah nggak ada, tapi bukan berarti kamu sendiri. Ada Papa di sini, jadi kalau ada apa-apa atau butuh sesuatu, bilang sama Papa." Darma menatap anaknya lekat. "Jangan sampai pertengkaran kamu sama Shana berdampak pada bisnis Papa dan Atmadjiwo. Kamu tau kalau kita juga sudah keluar banyak untuk kampanye Guna dan IKN."

"Aku paham. Papa nggak perlu khawatir."

Senyum tipis Putri pun menjadi penenang untuk ayahnya.

***

Pagi ini Shana tidak lagi menghindar. Mengingat jika Ndaru bersikap biasa saja semalam, dia bertekad untuk melakukan hal yang sama. Peduli setan dengan ciuman, toh ini bukan kali pertama untuk mereka dan mereka juga sama-sama sudah dewasa.

Bukan hal yang harus dipikirkan, bukan?

"Selamat pagi, Bu Shana," sapa Bibi Lasmi saat Shana memasuki area dapur yang dibalas dengan senyuman manis.

Seperti biasa, Shana melihat Ndaru sudah duduk rapi di kursi utama dengan iPad dan secangkir kopi. Pria itu memang sangat rajin. Shana tidak bisa mengelak fakta itu.

Tidak seperti Shana, dia hanya bangun pagi saat akan mengantar Juna sekolah. Seperti hari ini, dengan kemeja berwarna biru serta celana putih, Shana sudah terlihat rapi, bersiap untuk menemani Juna ke sekolah.

"Pagi, Mas Juna," sapa Shana mengusap pelan kepala Juna. "Sarapan apa, nih?"

"Mau makan sama Mama." Juna meletakkan brokolinya dan mengulurkan kedua tangannya pada Shana.

Duda Incaran ShanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang