Adit pergi ke kantor sambil membawa oleh-oleh berkardus-kardus untuk para stafnya di kantor. Adit memerintahkan pak satpam untuk menurunkan semua bawaannya di bagasi.
"Pak, saya ada oleh-oleh dari Palembang. Tolong dibagi ke yang lain, ya?"
"Wah, makasih, Pak. Repot-repot." Pak satpam senang karena Adit selalu tidak lupa membawa oleh-oleh setelah berpergian.
Tidak hanya pak satpam yang senang, karyawan yang lain juga senang punya bos royal seperti Adit. Mereka merasa sangat dimanusiakan. Adit tidak sungkan datang ke acara hajatan sederhana yang mereka adakan di rumah, entah anak sunat, entah pernikahan. Bahkan Adit mau makan menu sederhana yang mereka sediakan. Dan yang paling membahagiakan, angpao Adit selalu berlipat lebih banyak dari tamu undangan yang lain. Adit memang bos idaman.
"Oh, ya. Istri pak Amir sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Adit perhatian, tempo hari Adit juga menyempatkan diri menjenguk istri pak Amir yang opname karena sakit usus buntu dan harus dioperasi.
"Alhamdulillah sudah, Pak. Lusa kontrol lagi." Amir menjawab sopan.
Adit membuka dompetnya dan mengambil sepuluh uang merah. Diserahkan kepada pak Amir.
"Ini untuk apa, Pak?"
"Buat kontrol."
"Kan sudah ditanggung asuransi, Pak." Amir merasa sungkan menerima pemberian Adit.
"Kan uang transportasi tidak ditanggung asuransi, Pak. Tolong bawa istri Bapak kontrol pakai taksi, ya. Jangan motor. Nanti jahitannya rusak."
Mata Amir berkaca-kaca menerima perhatian tulus dari Adit.
"Terima kasih, Pak. Sampai segitunya Bapak perhatian sama saya. Bahkan saudara saya sendiri pun tidak mau membantu."
"Yang sabar, Pak. Mungkin mereka juga sedang kekurangan." Hanya itu yang Adit ucapkan.
"Tapi ini terlalu banyak, Pak."
"Nggak papa. Sisanya buat beli buah. Supaya istri pak Amir cepat sembuh." Adit menepuk bahu pak Amir sebelum menaiki lift.
"Masya Allah, pak Adit baik banget. Sangat dermawan. Pantas saja rejekinya berlimpah."
Amir memang telah banyak dibantu Adit. Ketiga anaknya sekolah pun mengandalkan bea siswa dari kantornya Adit.
"Ya Allah, limpahkan rejeki pak Adit, berikan dia kesehatan, lapangkan urusannya, berikan dia jodoh yang baik, yang solehah. Aamiin." Amir berdoa dengan tulus.
Bisa dibilang, hidup Adit terbilang mulus karena doa dari orang-orang seperti Amir.
***
"Selamat pagi, Pak."
Sekretaris baru Adit yang bernama Siska, menyapa Adit dengan sopan. Siska baru bekerja dua Minggu, menggantikan Nabila yang cuti hamil.
Adit memperhatikan penampilan Siska yang semakin hari semakin seksi. Belahan dadanya semakin turun, sedang roknya semakin naik. Adit menghela nafas dalam.
Ya Allah, gini amat cobaan jadi duda. Mentang-mentang aku lama menduda, setiap wanita yang di sekitarku auto menggatal. Tidak Soraya, Terry, sekarang Siska. Hamba takut terjerumus ya Allah.
Bukan Adit tidak tau, semua wanita itu berlomba-lomba menarik perhatiannya menggunakan kemolekan tubuh mereka. Bahkan Siska beberapa kali secara sengaja menempelkan dadanya ke lengan Adit saat mereka ada lift. Memang saat itu lift sedang penuh. Adit memang tidak mau membedakan lift untuk karyawan atau untuk dirinya. Ia menganggap dirinya setara dengan karyawan. Sama-sama manusia apa yang perlu disombongkan. Adit butuh karyawan, mereka butuh gaji. Sama-sama membutuhkan.
Lama-lama Adit merasa risih dengan ulah wanita-wanita itu, hanya di samping Aylin Adit merasa aman.
"Siska. Ke ruangan saya sebentar," pesan Adit sebelum masuk ke ruangannya.
"Baik, Pak."
Siska menyemprotkan minyak wangi ke leher sebelum masuk ke ruangan Adit. "Biar Pak Adit makin nempel."
"Temui bagian HRD. Ambil pesangon kamu." Ucap Adit setelah Siska masuk ke ruangannya.
"Sa-saya dipecat, Pak?" tanya Siska kaget.
"Iya, kamu dipecat." Adit menjawab singkat.
"Tapi apa salah saya, Pak?" tanya Siska dengan berurai air mata.
"Kamu tau persis, dimana salah kamu." Adit berkata dengan tegas. "Tempo hari bukannya saya sudah memberi peringatan, perbaiki cara berpakaian kamu, tapi kamu tetap saja tidak berubah."
Adit sudah beberapa kali memberikan kesempatan, kerana merasa kasihan dengan Siska yang merupakan tulang punggung keluarga.
Siska diam sambil menangis terisak-isak.
"Ini kantor, Siska. Tempat orang mencari rezeki halal. Saya tidak mau terjadi hal yang tidak-tidak di sini. Kamu tau, sebagian besar karyawan di sini laki-laki, dan sudah beristri. Dengan pakaian kamu seperti ini, apa nggak memancing huru hara? Sebelum semuanya terjadi, dengan berat hati saya harus mengeluarkan kamu."
"Saya tidak bermaksud menarik perhatian siapapun. Ini memang style saya. Saya nyaman berpakaian seperti ini. Kalau ada yang berpikiran negatif, itu bukan urusan saya. Salah otak mereka sendiri yang kotor."
"Ini kantor, Siska. Berpakaianlah sesuai tempat. Pakaian yang kamu kenakan itu cocok kalau dipakai di bar. Saya begini demi keamanan kamu sendiri, supaya tidak ada yang melecehkan kamu."
"Tapi justru ucapan Bapak yang terkesan melecehkan saya."
"Maaf, saya nggak bermaksud seperti itu. Saya hanya bicara apa adanya. Sebelum kamu ingin dihargai orang lain, lebih baik kamu menghargai diri kamu sendiri. Saya sudah selesai bicara, silakan keluar." Adit mengusir Siska secara halus.
"Oh, ya. Beberapa hari lagi idul Fitri, mungkin kita tidak sempat bertemu lagi. Sebelumnya saya mohon maaf lahir batin, kalau ada perkataan saya yang menyinggung kamu."
Siska keluar dari ruangan Adit dengan berderai air mata. Usahanya selama ini untuk menarik perhatian Adit sia-sia. Bukannya tertarik, Adit justru memecatnya.
Setelah Siska keluar ruangan, Adit segera menghubungi HRDnya.
"Tolong carikan sekretaris baru, saya mau laki-laki. Terimakasih."
***
Orang beradab mah gitu, nggak lupa bilang tolong dan terima kasih 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Kakak Ipar
RomanceAylin terpaksa menerima desakan orang tuanya untuk menikah dengan kakak iparnya. Keputusan impulsif itu ia ambil karena kecewa dengan pacarnya Bagas yang tak kunjung menikahinya. Akankah ia menyesali keputusannya?