Let's Dance Baby

146 8 0
                                    

.

.

.

Keesokan harinya mertuaku kembali ke Fukuoka. Rumah terasa senang. Seolah-olah angin topan baru saja selesai melanda. Tetapi, entah kenapa aku jadi ingin mendengar suara ibu mertua yang memanggilku. Aneh, ya.

Tiba-tiba aku tersenyum sendiri. Dalam sekejap, ibu mertua bisa menerimaku sebagai menantunya. Dan dalam waktu sekejap pula, dia menyayangiku. Sifatnya memang unik.

"Hinata, mangkuknya kelebihan satu, " Ujar Shikamaru sambil menatap meja makan.

"Aku merasa ibu masih ada disini, " Ucapku malu-malu. Aku sedang menyiapkan makan malam.

"Ha ha ha ... . Aneh, ya. Seperti bukan kamu saja. ".

"Ibu kan tinggal disini cukup lama, " kilahku.

"Ya, hampir setengah bulan. Kamu jadi terbiasa makan bersama ibu. "

Aku hanya membalas dengan mengangguk pelan. Segera kuambil mangkuk yang sudah kuletakkan di atas meja tadi dan menyimpannya di lemari peralatan makan.

"Kenapa aku jadi merasa kesepian, ya? "

"Kenapa kamu merasa seperti itu? "

"Entahlah ... "

"Ha ha ha ... Bukannya kamu sebal ya sama ibuku? "

"Enggak,"

"Tapi, lebih baik orang tuaku kembali ke Fukuoka, kan."

"Iya, sih. Tapi ... "

"Tapi apa? "

"Entah kenapa, aku kangen ibumu. Aku menyayanginya. "

"Kok bisa? "

"Mungkin karena ibumu. "

"Hinata ... " Shikamaru memanggilku dengan lembut dan menatapku sambil tersenyum.

Kami melalui hari-hari berikutnya dengan tenang. Beberapa hari kemudian datanglah surat dari ibunya Shikamaru.

"Hinata, ada surat dari ibu, " Panggil Shikamaru dari ruang tengah.

Sekarang hari minggu. Cuaca hari ini cukup cerah. Aku menghampiri Shikamaru yang sedang duduk disofa dan memeluknya dari belakang.

"Surat dari ibu? Tolong bacakan, "

"Dengar baik-baik, ya. "

'Hinata dan Shikamaru, apa kabar? '

"Kami baik-baik saja bu! " Kataku seolah-olah sedang menjawab perkataan ibu. Shikamaru hanya tertawa melihat tingkahku. Lalu dia melanjutkan membaca surat itu.

'Selama ibu tunggal di rumah kalian, sudah banyak merepotkan, terutama Hinata. Ibu sudah bikin Hinata bingung. Ibu memang kekanak-kanakan. Sekarang ibu menyesal. "

Aku hanya bergumam.

"Apakah ibu benar-benar menyesal? " Ujar Shikamaru sambil tersenyum usil.

"Sudah-sudah. Ayo cepat lanjutin." protes ku. Shikamaru tetap tersenyum usil sambil menatapku.

'Sekarang ibu sudah baikan sama auah. Hubungan kami makin mesra, enggak kalah mesranya dengan kalian .. '
"Ha ha ha... Ibu hebat juga! " seruku.

"Entah kenapa, kok aku merasa orang tuaku seperti jadi orang tua kamu juga, " kata Shikamaru.

"O, ya. Bukannya memang seperti itu ya? "

'Cucu pertama akan lahir pada bulan Mei tahun depan. Jaga kesehatan Hinata baik-baik supaya cucu kami lahir dengan selamat dan sehat. Ayah dan ibu tidak sabar menanti saat itu datang. Jaga diri kalian baik-baik. Salam. '

"Hinata, ini ada catatan tambahan juga," kata Shikamaru.

"Apa itu? "

'P. S. : Ibu merasa cemas karena ini adalah anak pertama kalian. Makanya beberapa bulan sebelum Hinata melahirkan, ibu mau ke Tokyo untuk mengajari Hinata berbagai hal. '

"Ibu memang begitu, ya. " kataku.

Tanpa sadar aku tertawa terbahak-bahak. Shikamaru memandangiku dengan ekspresi kesal.

"Ibu merepotkan saja, " kata Shikamaru.

"Hush, kamu enggak boleh bicara begitu. Beliau kan ibu kita. Beliau juga akan menjadi nenek dari bayi yang akan kulahirkan. "

"Hinata ... "

Shikamaru tersenyum lembut dan mengambil tanganku lalu menciumku dengan lembut. Anak yang akan kulahirkan tahun depan laki-laki atau perempuan, ya? Kalau dia lahir, akan kuceritakan kisah cinta kami berdua. ❤

.

.

.




_END_

Sekarang udah resmi tamat.
Horeeee.

An Affair!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang