"Anin cuma butuh istirahat sebentar, kamu tenang dulu."
Sekarang Erlan menunggu di luar, sementara Anin masih di bersihkan dan bisa di temui kembali ketika sudah di pindahkan ke ruang inap bersama bayinya.
"Kamu juga harus bersih bersih, nanti biar Mama yang siapin baju buat kamu ya?"
Erlan mengangguk untuk kembali ke hotel, sambil menunggu Anin ia akan pulang sebentar, mandi, lalu berganti pakaian. Gimana dia tidak cemas Anin tiba tiba drop, hah? Dunianya seakan berhenti berputar begitu saja. Tapi setelah dokter menjelaskan, Erlan baru bisa meredakan emosinya jika Anin pingsan terlalu banyak kehabisan energi.
"Ini Anin beneran gak kenapa kenapa kan?" tanya Agnes.
"Enggak, dia cuma pingsan, kita sabar aja," balas Lexa yang ingin segera bertemu Anin melihat kondisi yang sebenarnya.
"Sumpah! Jantung gue hampir copot denger Anin tiba tiba drop!" punggung Devan merosot di kursi tunggu bersama yang lain.
"Apalagi Erlan, jelas di depan mata dia gimana gak shok." ucap Mahen.
Bisa dilihat sekarang Erlan diam, otaknya berputar memikirkan Anin dan berharap benar jika Anin hanya pingsan tak lebih dari itu, iyakan?
Erlan bangkit melangkah ke depan ruangan di samping, dari luar dia melihat anaknya yang sekarang di dalam ruangan masih di pakaikan baju tidak berhenti menangis, tangisan itu masih bisa ia dengar samar samar, tapi sayangnya tidak bisa melihat langsung anaknya seperti apa.
"Papa sayang kamu nak, nanti kita ketemu setelah buna pindah ke ruang inap ya."
***
Beberapa jam berlalu, sekarang Anin sudah di pindahkan ke ruang inap. Setelah menjadi ibu perempuan itu ber-aura semakin cantik, segar, bahkan sudah bisa duduk bersandar di atas brankar memancarkan senyuman bahagia melihat teman temannya yang bahagia akan kehadirannya.
Rasa sakit yang di lewatinya sungguh perjuangan yang tidak sia sia, Anin bisa cepat melupakan rasa sakit itu ketika dokter mengatakan bahwa anaknya lahir dengan selamat.
Selama di ruang bersalin Anin benar benar belum melihat anaknya seperti apa, mirip siapa, berjenis kelamin apa, jadi Anin tidak sabar menunggu baby datang dan membuktikan itu semua.
Resmi menjadi ibu muda, Anin merasakan rasa kasih sayang penuh pada anaknya, bukan lagi memikirkan diri sendiri, tapi memikirkan bagaimana anaknya tumbuh, berkembang, dan bahagia selalu kedepannya.
Dari ambang pintu Erlan berlari langsung memeluk bidadari cantik, mendekapnya hangat, mencium pucuk kepalanya penuh rasa haru, senang. Sempat berpikir kalo Anin tidak akan pernah kembali, tapi nyatanya tuhan masih baik.
"Maaf Nin... maaf..."
Anin membalas pelukan itu sambil tertawa kecil. "Cup cup cup, cengeng banget sih? Dari tadi nangis terus hm? Aku udah gak kenapa napa sayang."
"Enggak bisa, aku merasa bersalah." Erlan semakin terisak menangis di depan teman temannya, sungguh bukan Erlan yang biasanya cool, sangar, anti nangis.
"Udah kapok nih sekarang udah bikin aku gini?"
Erlan menggeleng di lekukan leher Anin membuat yang lain menertawakannya, apalagi orang tua yang gemas melihat mereka.
"Habis ini pasti otw anak kedua," ucap Faldo diiringi tawaan.
"Bilangnya gak kapok, tapi tadi siapa ya yang nangis nangis di depan ruang bersalin gak mau temenin istrinya lahiran?" ucap Resha menyindir anaknya.
YOU ARE READING
ERLANGGA | END
Teen Fiction‼️ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ‼️ Sesama anak tunggal kaya raya yang di satukan dalam sebuah ikatan sakral? *** "Lo nyuruh gue buat berhenti ngerokok? Berati bibir manis lo itu siap jadi pengganti rokok gue." "Satu hal lagi, gue gak suka penolakan!" I...