44 - SOLACE (PART II)

Mulai dari awal
                                    

Elia tak sanggup menepis genggaman tangan Adrian yang terlampau kuat. 

*

Tak ingin membuang kesempatan dalam membuktikan ketulusannya, Adrian berganti mengecupi jemari Elia. Namun kemudian pandangannya tak sengaja jatuh pada pergelangan tangan Elia. Ia pun terhenyak ketika diingatkan betapa kejam dirinya saat menyaksikan memar warna ungu di kulit istrinya.

Adrian terus menelusuri jejak paksaan-nya dengan menaikkan arah pandangannya hingga sampai pada bagian leher Elia. Adrian lantas menjulurkan tangan menyingkap rambut panjang Elia ke belakang dan memeriksa area dada sang istri dimana berjejalan bekas kecupan liarnya.

Adrian menatap sedih bercampur menyesal. "Maaf..." katanya sambil memandang Elia yang tengah menunduk. 

"Elia..." Adrian berbisik lagi dengan suara rendahnya yang serak. Ia kemudian mengelus pipi Elia.

Elia tergemap saat mendapati jemari Adrian mendarat di pipinya. Ia refleks mengintip Adrian yang tengah memandangnya sendu. 

Saat pandangan mereka bertemu, Adrian langsung tersenyum. Namun Elia justru memalingkan muka menghindar dari tatapan penuh cinta Adrian untuk kesekian kali. 

Walau direspon dingin, Adrian terus memindai Elia seolah gadis itu adalah objek yang amat menawan.

Ia bahkan sampai memiringkan  kepalanya kala ia menatapi sembari menyapukan jemari di pipi Elia yang sedikit chubby. Pipi Elia terasa amat halus di jemarinya, kulit putih nan lembut selicin porcelain tanpa pori-pori .

Tak bosan Adrian pandangi paras jelita Elia dengan tatapan terpesona.

"Cantiknya istriku... mirip baby-doll"
Adrian menggumam pelan menyanjung Elia. Ia bahkan menyertainya dengan mencubit kecil pipi Elia. Sepertinya ia tak ingin buang waktu untuk meluluhkan hati Elia dan langsung melemparkan gombalan maut.

Begitu menerima cubitan sang suami di pipinya, Elia spontan memundurkan kepala. Namun dengan ia yang tersentak, Adrian justru menahannya menjauh dengan meraih tengkuknya. 

Elia menahan nafas, kini ia tak bisa banyak bergerak. Satu tangan kuat Adrian menahan belakang kepalanya, sedangkan satu tangan yang lain mulai Adrian gunakan untuk menaikkan dagunya. 

Saat Adrian berhasil menengadahkan wajahnya, saat itu juga Elia mendapati Adrian menatapnya lembut sambil perlahan menunduk. 

Elia seketika memejamkan mata dan merapatkan bibirnya yang gemetar. 

Sementara itu, Adrian kian maju dan hendak mencium bibir plumpy Elia yang merah berair. Ia terus perlahan merunduk demi menemui bibir Elia.

Tinggal beberapa senti lagi dan Adrian masih menahan tengkuk Elia sementara wajah mereka hampir bertemu.

Namun setelahnya, kelopak mata Elia justru membuka dan gadis itu secepat kilat menolehkan kepala guna menghindari kecupan Adrian.

Adrian mengerjap. Ia pun menyadari telah mendapat penolakan dari Elia. Adrian segera menegakkan punggung diikuti mengulas senyum getir.
'Sial. Jangan-jangan Elia masih belum mau maafin aku' Adrian mengumpat kecewa dalam hati.

Adrian lantas menatap pilu bibir Elia.
'Kandas lah niat cium bibir seksi rasa ceri'
Ia membatin tertegun.

"Argh"
Adrian refleks menggaruk-garuk kepala guna melampiaskan rasa jengkel.

"Kakak kenapa...?" Elia bertanya waktu melihat tingkah ganjil Adrian. Walaupun ia tau mungkin Adrian tengah frustrasi karena ia tolak. Tapi ia hanya ingin memastikan itu tak berhubungan dengan rasa sakit. 

"Enggak apa-apa" Adrian hanya membalas klise disertai melengkungkan senyum kaku.

.

*
.

Melupakan kegagalannya dalam upaya menunjukkan kasih sayang, Adrian tak patah arang dan terus berusaha mendekatkan diri pada Elia. 

"Sayang, aku belum makan. Mau gak kamu suapin aku?"
Adrian melirik nampan berisi menu makan siangnya di atas nakas. Sekali lagi ia melempar tatapan melas agar Elia bersimpati. Ia sudah tak gengsi harus merana manja di depan Elia. 

Elia turut melirik nampan tersebut.

"Ingat waktu kamu pingsan di rumah? Aku juga kan yang panggil dokter dan bantu kamu minum obat. Sekarang suami kamu baru enggak berdaya kayak gini, masa kamu-"

Kalimat Adrian terhenti saat menyaksikan Elia dengan setengah terpaksa akhirnya meraih nampan dan cutlery untuk bersiap menyuapinya.

Adrian melipat bibir demi menyembunyikan seringai kemenangannya.

Elia lantas mulai mengambil sendok dan memotong salmon juga mengambil side dish berupa sayuran. Baru saja ia mengangkat sendok untuk hendak menyuapkannya pada Adrian, Adrian berceletuk. 

"Sayang, maaf, tapi... aku enggak mau makan peas-nya" Adrian meminta Elia menyingkirkan kacang polong dari suapan pertama.

Elia sempat mendelik namun ia menuruti tuntutan Adrian. Ia pun mengganti kacang polong dengan irisan zucchini.

"Nah, not the zucchini too" Adrian kembali menyela sebab tak menghendaki memakan sayur serupa timun yang berjuluk terong Italia tersebut.

Elia menengadah melirik kesal Adrian yang terlalu pemilih.

Adrian gelagapan diberi tatapan maut oleh Elia.
"Just the salmon, please" Adrian buru-buru mengoreksi menyampaikan dengan jelas hidangan mana yang ia inginkan untuk dimakan.

Dan Elia mengabulkan permintaan Adrian.

"Aaaa-" Adrian membuka bibir lebar-lebar.

Elia segera menyuapkan potongan besar ikan salmon ke dalam mulut sang suami.

Nymm nymm nymm

Adrian menyeringai senang saat mengunyah makanannya.

"Kakak juga harus makan sayur, ini baik buat kesehatan" Elia menyarankan.

"Tapi aku gak suka itu, sayang. I do eat veggies, but not that one" tolak Adrian. Ia memang menjalani gaya hidup cukup sehat tapi tetap tak menyukai sayuran tertentu. 

"Enggak apa-apa, ini kan enggak beracun, dimakan pelan-pelan" Elia membujuk lagi. 

"Ck" Adrian mendengus berat hati.

"Biar kakak cepat pulih, usahakan makan sayur juga" Elia mendesak. Ia lantas menaruh di atas sendok secuil salmon beserta satu irisan besar zucchini.

"Dikit aja sayang zucchini-nya. Jangan banyak-banyak!" pinta Adrian melas. 

"Iya, ini sedikit"

....

Dan dengan dibantu disuapi oleh Elia, Adrian pun berhasil menyantap menu makan siangnya sampai habis tak bersisa.

*****

Hold Me With Your Lies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang