Budayakan vote sebelum membaca.
Ruang utama rumah Tiffani sudah disulap sedemikian rupa sehingga mirip dengan kelab yang remang-remang. Ada juga Lampu yang kelap-kelip digantung di tengah sana. Semua orang memegang gelas di tangan mereka, badan mereka bergoyang kesana-kemari mengikuti dentuman musik."Aduh, ini gue harus kemana?" Risau perempuan itu kemudian melangkah jauh lebih dalam. Niatnya mau nyariin ketiga sobatnya.
Soalnya jujur aja, Sheila ketakutan saat ini. Kakinya yang terbalut heels setinggi 5 cm bergerak melewati orang-orang yang beberapa kelihatan agak mabuk.
Ruangan itu seinget Sheila tidak sebesar ini, tetapi kenapa dengan adanya banyak orang seperti ini rasanya sangat luas. Dia memang menemukan beberapa teman kelasnya di sana, tapi sama sekali dia ga nemuin Dea, Vida dan Tiff.
Sampe di area belakang rumah Tiff yang berupa kolam renang, Sheila mendelik. Beberapa orang berciuman dan baju mereka bukan baju yang menutup, melainkan baju yang terbuka. Amat sangat terbuka.
Karena takut, Sheila memilih balik ke dalam rumah dan duduk di dekat tangga. Dia memejamkan matanya, lelah sekali rasanya di bagian betis. Sheila tidak terbiasa jalan memakai hak tinggi, makannya tadi itu adalah siksaan baginya.
"Minum?"
Mendengar suara seorang laki-laki di dekatnya, Sheila membuka kelopak matanya. Dan mendadak pipinya terasa panas saat menyadari siapa sosok yang berdiri di sana.
Sergav.
"Um, maaf. Tapi aku nggak minum alkohol," tolaknya pelan.
Si empu mengangguk dan menarik kembali tangannya. Sheila menunduk untuk menyembunyikan merah wajahnya. Sergav, si lelaki pendiam itu, barusan menyapanya? Ah ini hoki besar. Sepertinya Sheila tidak jadi menyesal karena datang ke acara tidak jelas ini.
"Lo kesini sendiri?" Tanya Sergav memecah sunyi di antara mereka berdua.
Sheila mengangguk, "Nyariin Tiff, Dea sama Vida ngga ketemu soalnya."
"Mereka ada di belakang, di kolam renang. Mau gue anterin?"
Sheila membumbung di udara, i-ini beneran? Jujur Sheila nervous parah. Ini pertama kalinya ada cowok yang begini ke dia. Lagi pula, Sheila juga baru ini suka orang.
Maksudnya suka ke cowok gituh.
"Iya, boleh."
Perempuan itu berdiri dan sempat limbung karena—yah, tau sendiri heels sialan itu, tapi sebelum ia jatuh, sebuah lengan sudah duluan menyangga pinggang rampingnya. Mendadak wajahnya merah seperti tomat. Jantungnya berdetak kencang, kencang sekali sampai rasanya mau copot.
"Pelan," ujar Sergav dilanjutkan dengan mengamati wajah feminim yang ada dalam rengkuhannya itu.
Tak sadar, Sheila menggigit bibir bawahnya, ia tersipu. Sergav membuang muka dan berdehem sejenak. Perempuan itu kembali berdiri dengan kakinya sendiri.
Dengan langkah yang pasti, Sergav menuntun perempuan dengan baju biru ditambah kardigan ungu itu menuju ke back yard. Sergav mengedarkan pandangannya mencari dimana perempuan perempuan yang dicari Sheila. Sedangkan si gadis di belakangnya menunduk menatap langkah Sergav yang ada di depannya, dia tidak berani melihat ke arah sekitar karena sekarang banyak insan yang berlaku tidak senonoh di kanan kirinya.
Hawanya panas dingin, Sheila gemetaran saat mendengar suara laknat dari orang-orang di sana. Rasanya nggak nyaman dan mau muntah.
"S-sergav," panggilnya, memaksa dirinya agar berani memanggil lelaki yang jauh lebih tinggi darinya itu.
Si pemilik nama menoleh, melihat ekspresi Sheila yang takut bercampur gelisah Sergav lantas menaikkan alisnya tinggi tinggi, "Kenapa, Sheila?"
"T-takut.." perempuan itu mencicit lalu kembali menatap permukaan lantai.
Sergav menatapnya bingung, ia lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Mencoba mencari tahu apa hal yang membuat cewek itu takut. Dan begitu sadar bahwa suasana ini yang membuat gadis itu tidak nyaman, Sergav segera ambil tindakan.
"Ga apa apa, ada gue."
Sekejap kemudian, ruang antar jemari Sheila yang kosong terisi telapak tangan besar milik pria itu. Sergav menariknya untuk berjalan berdampingan. Mereka menyusuri sisi kolam renang dan akhirnya menemukan Tiff yang sudah kolaps di pangkuan seorang lelaki setengah bule.
"She, Lo dateng?" Dea yang barusan datang dari kamar mandi kelihatan kaget melihat temannya nongol.
Sheila mengangguk, "iya, tadi dianter Bang Shaka sampe depan."
Dea menatap ke arah Tiffani yang sudah memerah karena mabuk, bahkan bajunya sudah tidak berada di tempat yang tepat. Perempuan dengan gaun pink itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Ya gimana? Yang punya acara aja udah kobam duluan, She. Lagian Lo sih tadi ga telepon gue. Kan bisa gue jemput di depan. Makasih loh, Gav. Untung aja ada Lo. Udah mending Lo, She, duduk sama Sergav aja. Dijamin aman."
Mata Sheila berkedip-kedip, dahinya mulai membentuk linier tipis. "Loh, terus kalian mau ninggalin gue? Vida mana?"
"Udah ga tau dia dibawa kemana sama cowoknya. Palingan bikin anak," kata Dea santai.
Mendengar itu Sheila membelalak lebar, "Ih, Dea! Ngomongnya yang bener dong! Vida sama Amar kan belum nikah, masa udah bikin anak?"
Perempuan di depannya itu menghela napas, ia lalu beralih ke Sergav yang masih diam. "Gav, Lo kadang suka pengin bunuh orang ga sih? Tolong deh, ni anak ajarin biar nakal dikit. Capek gue ngasih tau dia biar paham. Sono, ajak cipokan ato ngapain kek di kamar."
Sheila melotot, "Dea!"
Sedangkan oknum bernama lengkap Sergav Maximilian Valentino itu malah terkekeh, bahkan Sheila sampai menoleh untuk menatap lelaki itu. Sumpah, suara ketawanya sopan banget. Sheila nge-fly anjae.
"Emang boleh, Dey?" Tanya Sergav ke Dea, tapi yang dia tatap malah wajah Sheila. Ya kalau begini caranya, gimana Sheila nggak salah tingkah?
"Boleh aja, asal ga sampe jam 11. Iya kan, She?" Kata Dea menenggak minuman keras yang tersisa di gelasnya.
"Sama satu lagi, Gav.." Dea mencondongkan tubuhnya ke arah Sergav yang tampak tertarik mendengarkan kalimat yang akan dikeluarkan cewek itu, "Jangan lupa pake pengaman, kakaknya Sheila galak banget. Kalo sampe jadi bayi, Lo bisa digeprek bolak balik sampe jadi perkedel."
Sheila yang merasa ada yang tidak beres di antara kedua insan itu kemudian berniat ikutan nimbrung, tapi Dea keburu menarik diri dan menepuk bahu Sergav dengan seringai di wajahnya. Ia menatap keduanya bolak balik.
"Ngomongin apa?" Ketusnya.
"Urusan orang dewasa, Dek. Kamu mending pulang aja, cuci kaki terus bobo."
Dea terkikik, Sheila mencebikkan bibirnya kesal. Selalu saja dia dianggap sebagai anak kecil, padahal Sheila sudah 20 tahun. Dia sudah punya KTP, dan dia ga mau dikatain bocah mulu.
"Sheila, ayo masuk lagi. Lo ga suka di sini kan?" Tanya Sergav menatap perempuan itu lembut.
"Tapi Dea di sini. Nanti gue ga ada temennya gimana?"
"Gue temenin. Nanti kita makan Snack sambil nonton film aja."
Lho? Ga bahaya ta?
✨🪻- S H E I L A ' S -🪻✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila's
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA AGAR TIDAK KETINGGALAN UPDATE] -- Berawal dari keisengan Sheila yang suka ngeliatin salah satu anak kelas sebelah dan berakhir menemukan sesuatu yang-mungkin seharusnya dia tidak perlu tahu.