Part 23

77 6 0
                                    

happy reading all!

○○○

Cavya memukul-mukul bantalnya frustasi. Setengah jam yang lalu ia pulang dengan diikuti Kafi dibelakang motornya.

Setelah pertanyaan Kafi itu, ia hanya terdiam kaku. Tidak tahu mau menjawab apa.

Ngapain kerumahnya dengan membawa keluarga?

Cavya memekik kencang, "GIMANA INI?!"

Kakinya dengan cepat keluar kamar, menuruni anak tangga dengan tergesa sampai hampir tersungkur. Menghampiri kedua orangtuanya yang sedang santai diruang keluarga. Tak ada Caisya, gadis SMA itu sedang sibuk belajar dikamarnya untuk ujian besok.

Ayah mengerutkan keningnya melihat muka Cavya memerah, rautnya juga terlihat frustasi. "Kenapa, kak?"

"Ayah, umur aku berapa?"

Kerutan di kening ayah semakin mendalam, bahkan kini Ibu juga menatap Cavya heran. Anaknya ini lupa dengan umurnya sendirikah?

"20, kan, kak? Kenapa, sih?"

"Udah dewasa belum itu, Yah?"

"Ya menurut kamu? Tapi kedewasaan gak bisa diukur dari umur, kak. Yang udah tua kayak Ayah gini aja ada yang belum dewasa, kok" 

Ibu meraup muka Cavya, "Kenapa kamu mukanya merah gitu kayak kepiting rebus?"  

Cavya berteriak. Suaranya teredam bantal sofa yang ia gunakan untuk menutup mukanya. Kelakuannya itu membuat kedua orangtuanya semakin membuatnya bingung.

"Ibu sama Ayah punya target nikah buat aku, gak?"

"NIKAH?!" Cavya memejamkan matanya erat saat Ibu memekik kencang.

"Kamu mau nikah?" Tanya Ayah serius membuat Cavya menelan ludahnya kasar.

Gadis itu menggeleng lalu tak lama kemudian mengangguk lalu menggeleng lagi.

"Apa maksudnya, kak? Iya apa nggak?" Tanya Ibu.

"Huaa aku gak tahu, Bu" Rengeknya.

"Ibu sama Ayah gak ngeburu-buru kamu nikah, kok, kak. Kamu-nya juga kan baru 20. Masih mau main kesana kesini, kan?"

Cavya cemberut, "Kalau yang lamarnya pas aku umur 20, gimana, Bu?"

Ayah benar-benar memasang raut serius kali ini. Bahkan duduknya tegak. "Siapa yang lamar kamu, kak?"

Cavya menunduk, "Kak Kafi" Cicitnya.

Ibu tersenyum menatap Ayah yang tampak berpikir. "Gercep juga anaknya" Ucap Ibu.

"Kapan dia lamar kamu?" Suara Ayah berubah, kini terdengar tegas.

"Em.. tadi?"

"Ragu gitu, kak, ngomongnya" Sahut Ibu.

"Ya tadi, Bu"

"Gimana dia ngomongnya?" Tanya Ayah kembali.

"Katanya bulan depan dia mau bawa keluarganya kesini, Yah" Cicitnya, tangannya dibuk memilin piyamanya.

"Terus kamu jawab apa, kak?"

Cavya menggeleng, "Kakak gak jawab apa-apa. Bingung"

"Astaghfirulloh!" Pekik Ibu.

Ayah tersenyum geli. Anak pertamanya ini dewasa sebenarnya tapi kadang juga keluar sifat kekanakannya.

Ayah duduk disamping Cavya, mengusap rambut Cavya dengan sayang. "Kalau dia emang punya niat baik dan punya nyali ngadepin Ayah, kenapa nggak, kan?"

Mantan? SIAPA TAKUT!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang