Chapter 3

57.6K 4.9K 377
                                    

"Dekornya benar-benar cantik. Ini elegant, sederhana namun memberi kesan mahal."

"Terima kasih, Mr. Yordanov. Putriku yang mendekornya, dia yang mengubah tempat ini menjadi seberkesan yang kau katakan barusan."

"Uhm? Jadi putrimu yang melakukannya?"

"Benar sekali. Putriku mencintai dunia fashion, dia pun berkuliah dan mengambil jurusan fashion design. Penampilan adalah yang terpenting baginya, sebab dari sanalah penilaian orang dimulai."

Aku mendengar percakapan Valdos Roscoe Yordanov bersama ayahku di sana. Mereka berdiri sembari memegang gelas minuman masing-masing. Sudah kutebak, pria itu pasti akan sangat memperhatikan design halaman samping rumah kami yang malam ini kami gunakan untuk makan malam bersama para tetangga—termasuk dengan dirinya.

Makan malamnya berjalan hangat. Semua tetangga yang kami undang datang. Ada yang datang bersama anak-anak mereka, ada pula yang hanya suami istri. Sementara Valdos, dia hanya datang seorang diri. Itulah yang membuatku semakin yakin untuk memenangkan perhatiannya.

Melalui perbincangannya bersama ayahku, aku berhasil mendapatkan informasi penting. Kalian tahu apa?

Benar, dia belum menikah. Tahu apa lagi? Usianya 37 tahun, sesuai tebakanku. Tadi ayahku bercanda mengenai seorang istri, dia terkekeh dan menjawab, "Mencari seorang wanita untuk dijadikan istri itu mudah. Yang sulit adalah, bisakah aku menjadi suami yang baik setelah nanti dia kunikahi? Itu masalahnya, dan aku ragu pada diriku sendiri."

Dari jawabannya, dapat kunilai bahwa, dia pria yang mengutamakan tanggung jawab. Dia pria yang memilih lebih baik tidak menikah daripada harus menyengsarakan seorang wanita.

Kurasa dia bukan ragu mengenai finansial. Tetapi ragu pada dirinya yang ... mungkin dia menyadari kekurangan-kekurangan dalam dirinya, atau sifatnya, hingga dia memilih untuk melajang sampai di umur semapan itu. Usianya bahkan hanya berbeda 6 tahun dari ayahku, dan 17 tahun denganku.

Ternyata, bukan lagi rahasia bila Valdos merupakan pemilik tanah sekaligus bisnis perumahan mewah ini. Semua tetangga yang datang amat menyeganinya, begitu juga ayah dan ibu.

Makan malam berjalan dari pukul 8 sampai pada pukul 10 malam ini. Yang lain telah pamit pulang, hanya tersisa dua orang wanita dewasa matang yang masih mengobrol bersama ibu, lalu Valdos bersama ayahku.

Masih di kursiku aku duduk. Tegap pundakku ikut mengobrol bersama kedua wanita di depan serta ibuku di samping. Aku duduk dengan cara merapatkan kedua kaki kemudian dimiringkan ke kiri. Beginilah cara duduk yang elegant.

Tangan kananku memegang gelas kaca berisi minuman warna biru, dan tangan kiriku bergerak sesuai dengan apa yang kujelaskan ketika berbicara.

Aku tahu, di sana Valdos pasti sesekali melihatku. Sebab posisinya berdiri tepat menghadap ke arah meja jamuan di sini, sementara ayah membelakangi kami.

Kau salah bila mencoba menarik perhatian pria dengan cara tertawa terbahak-bahak di dekatnya, cengengesan, atau bahkan sampai bertepuk-tepuk tangan serta memekik ketika berbicara.

Tak perlu seperti itu, tak perlu juga melirik-lirik ke arahnya. Bersikaplah biasa, tarik perhatiannya dengan cara elegant. Tunjukkan kualitasmu dalam bersosialisasi, dalam berbicara, dan jangan sekali-sekali tertawa besar cengengesan. Itu benar-benar salah.

Sebab, semakin kau diam dan tenang, semakin kau menonjol di antara mereka yang ribut tertawa serta cengengesan tidak jelas.

Aku juga menahan diri untuk tidak melihat atau melirik-lirik ke arah Valdos di sana meski aku sangat ingin. Biarkan saja, santai saja, biarlah dia mengira bahwa aku sibuk dengan dunia elegantku.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang