02

537 61 0
                                    

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

Sepasang anak adam itu berjalan gontai ke arah pintu gerbang rumah sakit. Kondisi Arsana sebetulnya masih belum bisa ditentukan, entah baik-baik saja atau masih memerlukan perawatan. Lelaki kurus tersebut malah menyeret Haidar keluar dengan terburu-buru. Arsana harus menghindari Dokter Adam bagaimanapun caranya. Ia sadar kalau ia memang bebal, tetapi hanya dengan begitu ia bisa menyelesaikan masalah restoran dengan cepat. Kalau ia menuruti Dokter Adam, ia bisa dipaksa mendekam di rumah sakit.

Manik Arsana kemudian menyorot wajah datar milik Haidar. Lelaki yang merupakan tetangga apartemennya itu mengekori Arsana tanpa hanyak bertanya. Ia tentu bersyukur, tetapi makin tidak enak hati karena telah merepotkan Haidar sampai sejauh ini. "Maaf, ya, Mas Haidar. Saya jadi ngerepotin," ujar Arsana sambil memberi senyum ringan.

"Santai," balas Haidar. Walaupun dalam hati ia kebingungan dengan tindakan Arsana. Ia yakin kalau Arsana sebenarnya belum boleh meninggalkan rumah sakit. Namun, ia hanya diam. Arsana adalah orang yang baru ia kenal, tidak etis kalau ia banyak bertanya.

"Mas tadi ke sini naik apa?" tanya Arsana kemudian.

"Gue ngikut dalem ambulans."

"Kalau gitu kita pesen taksi online aja, ya?" tawar Arsana seraya mengeluarkan ponsel. Sudah siap untuk memesan taksi online lewat salah satu aplikasi.

Namun, Haidar langsung berujar, "Eh, gak usah! Tadi gue udah chat kakak gue buat jemput. Dia kebetulan lagi ada urusan gak jauh dari sini."

Tadi selagi menunggu Arsana sadar, Haidar mengirim pesan pada kakaknya supaya menjemput ia di rumah sakit. Sang kakak yang sudah terbiasa disuruh-suruh pun setuju. Namun, kakak Haidar baru bisa menjemput setelah urusannya selesai. Haidar tentu saja tidak keberatan, yang penting ia dijemput. Sang kakak tidak mungkin ingkar janji. Kalau ingkar nanti tinggal diadukan saja ke mama mereka.

"Maaf jadi ngerepotin lagi."

Haidar menggeleng sambil menepuk pundak sempit milik Arsana. Kalau dilihat-lihat, Arsana ini kurus sekali untuk ukuran lelaki dewasa. Pinggangnya bahkan sekecil milik model-model yang berjalan di atas catwalk. Berbanding dengan Haidar yang rajin pergi ke gym. Padahal umur mereka tidak berbeda jauh. Mengingat kembali hal tersebut, Haidar pun berujar, "Btw, lebih enak pake lo-gue aja gak sih? Tadi gue liat KTP lo buat ngurus administrasi, ternyata umur kita gak beda jauh."

"Oh, ya? Boleh." Arsana mengiakan tanpa banyak pertimbangan. Ia juga lebih nyaman menggunakan bahasa informal sebenarnya. Hanya saja sedikit canggung kalau harus berubah tiba-tiba. "Ngomong-ngomong, gue liat di kartu nama lo kemaren, lo pegawai di KS Corporation, ya? Udah lama kerja di sana?"

"Lumayan. Kenapa? Mau masuk situ juga?" Haidar balas bertanya.

Arsana segera menggeleng. Ia sudah punya restoran, tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan lain. "Enggak. Cuma nanya aja karena katanya masuk ke sana susah banget. Emang iya, ya?"

RotasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang