"Sephia?"
Sephia tersenyum sambil membaca gerakan bibir Musa yang memanggil namanya,"Musa?"
"Gak mungkin, kamu meninggal tujuh tahun lalu?"
"Apa? sebentar!" Sephia tidak bisa menerka apa yang diucapkan Musa kali ini. Suasana terjeda sampai akhirnya dia selesai memasang kembali alat bantu dengarnya.
"Apa tadi kamu bicara apa?"
"Maaf aku tuli," sambungnya dengan senyum yang merekah.
"Gak mungkin," bisik Musa mundur beberapa langkah.
"Hay, Musa." lambaian tangan itu membuat Musa semakin terperangah.
"Bagaimana bisa? kamu sudah meninggal tujuh tahun lalu."
"Aku pikir kamu akan hancur setelah aku tinggal, tapi syukurlah kamu baik-baik saja, Dan aku lega." Sephia menatap Musa dari bawah hingga atas, yang mana pada saat itu Musa begitu tampan dengan setelan kemeja yang rapi.
Musa tersungkur ke tanah mendengar kalimat panjang dari wanita itu, "kamu menipu aku selama ini?"
Gadis itu tersenyum lagi, "kamu berhasil menemukan aku lagi, Musa. walaupun...."
Sephia melihat seorang pria dari jauh tengah berlari di seberang sana melintas zebra cross dengan lambaian tangan yang sangat tinggi padanya.
"Sudah terlambat."
Kemudian Musa terkaget oleh kehadiran Raline yang mengalihkan pandangannya.
"Kak Musa! dari mana aja!"
Fokus Musa belum sepenuhnya mencerna semua hal yang baru saja terjadi, ia memicingkan matanya sembari mengedarkan pandangan mencari kemana Sephia berlari.
Lamat-lamat, Sephia berlari meninggalkan Musa yang masih kebingungan. Ia tidak mau kekasihnya dan Musa bertemu, ini bukanlah hal baik untuk dilakukan. Kemudian ia memeluk pria oriental itu yang sudah tiba untuk menjemputnya, pelukan dan sentuhannya selalu hangat. Bagi Sephia, kekasihnya ini merupakan pria termanis yang pernah ia temui.
Dalam perjalanannya saat masuk mobil, tergambar kembali wajah Musa dengan tatapan yang sulit dijelaskan itu. Ingin rasanya ia merengek pada tuhan untuk brharap sekali lagi, karena ia sungguh merindukan Musa Mahesa.
*****
Liam menelepon Musa berkali-kali menanyakan keberadaannya sebab mereka sudah berjanji untuk makan malam bersama di tempat yang sudah ia tentukan sekaligus mengenalkan kekasihnya. Musa berdecak kesal mengenakan kembali jasnya dengan paksa, ia sungguh malas untuk bergabung makan malam yang mana di dalamnya pasti akan ada basa-basi dan obrolan membosankan. Tapi ia tahu sifat Liam yang pantang menyerah itu pasti akan merusuh jika tidak dituruti, padahal isi otaknya saat ini adalah ratusan pertanyaan perihal Sephia. Seperti kenapa ia masih hidup? sedang apa dia di Singapore? ada apa dengan pendengarannya? atau siapakah laki-laki yang ia peluk tadi?
Shitt!! Semuanya begitu membingungkan.
Selama perjalanan di apartemennya menuju parkiran, ia terlalu sibuk menggerutu hingga tidak menyadari Istrinya telah menekuk satu lutut di samping mobilnya menunggu Musa sedari tadi.
"Lama!" dengusnya menepuk-nepuk lutut.
Musa memutar bola matanya dan menatap gadis itu dengan sarkas, "Lo ikut?"
"Gue istri Lo kalo Lo lupa! dan lagi Liam ngajak gue, gak mungkin gue tolak. Dan ya, kita harus pura-pura harmonis." Gadis dengan tinggi sekitar 170 cm ditambah tinggi heels nya 10 cm itu membuat dirinya hampir sepantar dengan Musa.
"Gak usah ngatur gue."
"Ingat! pengacara Mama Lo bisa aja mengintai kita dimana pun. Misi kita gak boleh gagal!"
"Cerewet!" Musa membantu pintu mobil dengan malas.
"Senyum!" titah gadis itu saat mereka sedang berada di mobil, ia berniat untuk mengambil foto mereka berdua dan mengunggahnya di media sosial.
"Lo mau kita kecelakaan?" sarkas Musa beberapa kali membunyikan klakson.
"Yaudah video aja."
"Narsis Lo!"
"Musa, Lo bisa gak sih gak galak sehari aja. Tenaga gue habis setiap ngeladenin sikap ketus Lo itu," ucap gadis itu dengan wajah sebal.
Lalu Musa memilih bungkam sampai mereka tiba di sebuah restoran ellite di pinggiran kota, sepanjang jalan gadis itu menautkan tangannya pada tangan Musa untuk memperlihatkan keharmonisan. Sampai terlihat Liam mengangkat tangan agar Musa melihat posisinya, sepasang Suami Istri itu melangkah mendekat dengan senyuman yang ikut melenggang.
"Sayang, ini Kakak ku. Musa Mahesa, dan ini Istrinya, Nichole Claire."
"By the way dia model loh, Sayang," bisik Liam memperkenalkan keluarganya pada kekasihnya sebagai bentuk penyatuan.
"Oww, Hay! you so pretty!" Nichole mencubit dagunya gemas.
"You too."
"Dan ini kenalkan, pacar gue. Gesma Sephia."
Terpaut jelas rinai mata Sephia dan Musa menyatu dengan rasa nelangsa juga pedih antara keduanya, pun tak berkedip bagai tengah merasakan jatuh cinta untuk kedua kalinya.
Chapter satu udah dibikin dagdigdug aja kan, gimana pendapat kalian? apakah sesuai tebakan kalian? atau kisah kelanjutan ini tak tertebak sama sekali.
Jika Musa remaja melakukan kegilaan dengan sikap kasar dan obsesinya, maka Musa dewasa aku buat dia melakukan kegilaan dengan tingkah dan penokohan yang tentunya beralasan juga matang. Pokonya lebih seru, menegangkan, dilema dan tegang wkwkwk.
TINGGALKAN KOMEN, aku gak sabar baca reaksi kalian. Btw aku upload tengah malam loh ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Seusai Pisah (BAGIAN II)
RomanceRate age : 21 terdapat adegan kekerasan, kriminal dan ajaran dark psikologi "Aku ingin menjadi puncak mata rantai." ~Musa Mahesa Setelah dipisahkan dengan tangan manusia, rupanya Musa dan Sephia kembali dipertemukan dengan tangan tuhan. Namun perte...