Bab 70

45.2K 2.8K 474
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
.
.
.
.
.

Jangan lupa perbanyak istigfar dan sholawat!

Happy Reading!

=_=_=

"Lebih baik kamu memperbanyak hapalan dari pada banyak menghayal!"

"Saya nggak boong, Gus. Percaya sama Salwa, ya. Salwa kangen Gus yang dulu." Salwa menatap sendu suaminya.

"Saya mau istirahat. Jangan ganggu saya lagi." Gus Ghaazi melenggang pergi tanpa mau mendengarkan penjelasan Salwa.

"Kapan Gus ingat Salwa lagi? Salwa kangen dengerin cerita Gus. Salwa pengen dengerin sholawatan Gus lagi sebelum tidur. Gus jangan lama-lama lupain Salwa nya, ya."

Salwa pun kembali ke asrama dengan rasa sedih yang semakin menumpuk di dadanya.

Entah sampai kapan semua akan membaik seperti dulu. Kini ia tak memiliki sandaran selain pada-Nya.

Menggantungkan segala harap pada sebaik-baiknya pemilik takdir.

=_=_=

Sore itu Gus Ghaazi telah memakai seragam hitam dengan sabuk putih melingkari pinggangnya. Tatapannya tegas mengarah pada santriwan yang berbaris rapi di depannya.

"Baik lah, hari ini kita adakan latihan tarung." Gus Ghaazi mengambil botol bening yang telah di siapkanya tadi. "Di dalam sini, sudah tertulis angka satu sampai sepuluh. Kalian nanti akan berpasangan sesuai nomer yang kalian dapatkan."

Semua santriwan mengangguk. Satu persatu maju, mengambil kertas itu. Setelah di persilakan membukanya, mereka gegas melakukannya. Setelah tahu lawan masing-masing, sebagian langsung mempersiapkan diri untuk bertarung.

Sementara yang lain mengambil matras yang ada di gudang pesantren. Saat menunggu muridnya kembali, Gus Ghaazi di kejutkan oleh kedatangan sepupunya.

Terlebih Gus Birru mengenakan pakaian yang sama dengannya. Bangkit untuk menghampiri sepupunya itu, ia melakukan salam terlebih dahulu yang lantas di balas.

"Ente mau ikut latihan? Atau mau gantiin ana ngelatih?" tanya Gus Ghaazi agak heran. Pasalnya, selama ini Gus Birru enggan mengikuti latihan rutin.

Dulu mereka masuk padepokan silat bersama, tapi sepupunya itu tidak benar-benar menyukainya. Dia ikut atas permintaan ayahnya.

"Ana mau tanding sama ente!" sahut Gus Birru to the point.

Gus Ghaazi tak mampu menutupi rasa terkejutnya. "Tumben? Biasanya ente males soal ini?"

Gus Birru meregangkan otot-ototnya. "Ana mau ngetes masih seberapa kuat tenaga ana ngadepin ente."

Meski terdengar tidak sungguh-sungguh. Namun, netra Gus Birru berkata sebaliknya. Ada kobaran amarah yang berusaha ia tutupi.

"Ternyata ente udah banyak berubah, ya."

Gus Birru menepuk dadanya. "Jelas! Ingatan ente yang balik ke jaman bahela, makanya kagetan liat ana mode garang."

Gus Ghaazi mengerutkan keningnya, mulai merasakan sesuatu hal yang tak beres.

"Gus, ini matrasnya!" Sekelompok santriwan kembali.

"Cepat tata, ana udah nggak sabar mau tarung!" Gus Birru yang menjawabnya, terlihat sekali bendera peperangan yang di kibarkan lelaki itu.

Gus Ghaazi tak mempermasalah kan itu. Ia justru mengikuti keinginan sepupunya dengan senang hati. Jujur saja, ia pun ingin menguji kemampuan beladirinya.

GuS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang