Bab 32 Lagi Lagi aku mengalah

2.3K 201 154
                                    

"Zee bolehin papa nikah lagi."

Sean memandang kosong layar ponselnya setelah sebelumnya panggilan terhubung dengan Roy. Baru saja ia berbincang dengan anak semata wayangnya yang hampir tiga minggu tidak ingin bertemu papanya. Hanya bisa lewat panggilan.

Perkataan anak perempuannya kembali melintas di benak Sean. Menikah, bahkan setitik pemikiran tak pernah melintas untuk melangsungkan pernikahan apalagi dengan Zea yang masih tidak ingin menemuinya. Meletakkan ponselnya dengan kasar, Sean berdiri dari duduknya, berjalan menuju jendela besar di ruangannya.

Sean rindu putrinya

Zea menurunkan genggaman ponsel dari telinganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zea menurunkan genggaman ponsel dari telinganya. Pandangannya jatuh ke bawah---memandang lantai marmer yang sedikit rerlihat bayangan dirinya yang tidak berekspresi. Satu bulan ini, Zea mencoba menyehatkan pikirannya dengan bantuan Mama dan Om Roy yang selalu di sisinya.

Zea kira hidupnya tidak serumit ini. Setelah kehilangan mamanya apakah papa juga akan direnggut oleh orang lain? Tidak, Zea tidak akan menyesal telah berkata demikian pada papanya. Zea ingin papanya bahagia, bukan hanya mengurusi dirinya yang penyakitan. Lagi pula siapa yang akan mengurus papa jika dirinya telah pergi dari dunia ini. Zea tidak ingin papa dan mamanya menangisi kepergiannya nanti.

Zea bukan gadis polos yang percaya jika penyakitannya bukanlah sesuatu yang bisa cepat di sembuhkan. Ia sakit dan itu parah, Zea tahu itu. Zea memejamkan mata sejenak. Zea akan kembali pada papa lagi karena mamanya bukanlah tempat dirinya pulang. Walaupun Zea selalu mengiyakan saat mamanya berkata jika mama selalu ada disisinya tapi Zea tahu diri, ia bukan lagi prioritas mama.

Zea mengangkat pandangan ketika suara ketukan langkah kaki mendekat ke arah nya. Zea menerbitkan senyum pada mama dan Om Roy.

"Zea mau pulang, Ma."

Perrkataan Zea tanpa basa basi membuat Mama sedikit tersentak. Om Roy pun hanya memandang Zea lekat.

"Pulang?" Om Roy membeo.

"Iya, Zea mau pulang ke rumah papa." ulang Zea.

"Boleh, kemanapun adek pergi, Mama akan selalu nunggu adek kembali datang ke Mama lagi." Iriana memandang sendu putrinya.

"Zea juga udah lebih baik, Zea gak perlu lagi ke psikolog." Om Roy mengangguk.

"Dokter juga sudah bilang kalau Zee udah sehat, gak masalah untuk berhenti." kata Om Roy.

" kata Om Roy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Piece Of ZEA'S MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang