Part 19 Kepergian Zahira

Mulai dari awal
                                    


Zahira telah sampai di dapur. Melihat kehadirannya, Kirana mengenalkan Zahira sebagai sahabat yang sudah dianggap saudara pada Alysa.

Zahira mengulurkan tangan yang langsung disambut Alysa seraya menyebutkan nama masing-masing. Zahira menarik napas lega, rupanya sikap Alysa tidak seburuk yang ia pikirkan. Putri Rahman mulai mengakrabkan diri dengan bertanya banyak hal yang berkenaan dengan masakan.

"Ra, aku ke warung sebentar, ya. Daun seledri di kulkas habis." Kirana yang baru saja mengecek stok sayuran di kulkas menggamit pundak Zahira seraya meraih kunci motor yang tergantung di dinding dekat lemari pendingin.

"Ah, iya."

Alysa yang semula duduk di kursi makan dan tengah mengupas kentang mendekat ke tempat Zahira setelah terdengar Kirana membuka dan menutup pintu depan.

"Sudah berapa lama kalian tinggal satu atap?" tanya Alysa yang tiba-tiba sudah berada di belakang Zahira yang tengah mencuci piring. Dan itu cukup membuat Zahira terkejut.

Zahira membalikkan badan, perasannya mulai tak enak. "Hampir satu tahun."

"Lumayan lama juga, ya. Sependek pemahamanku, kurang etis cewek tinggal satu rumah dengan cowok yang bukan muhrim. Ya, meski pun nggak ngapa-ngapain. Apalagi kalian tidak punya tali persaudaraan."

Kata-kata Alysa seperti menampar Zahira. Tubuhnya membatu. Ucapan gadis berdagu lancip di hadapannya ini telak membuat detak jantungnya seperti berhenti. Sesak.

Apa yang Alysa katakan ada benarnya, aku saja yang tak tahu diri. Batin Zahira.

"Terima kasih nasihatnya. Memang saya yang nggak tahu diri," jawab Zahira tanpa berani menatap Alysa.

"Eh, jangan tersinggung dong. Aku cuma nanya, jangan diambil hati, ya, " Alysa berkata seraya tersenyum, tapi jelas sekali dipaksakan.

💕💕

Zahira tengah membereskan baju-bajunya. Perkataan Alysa beberapa hari lalu sukses membuat hidupnya tak tenang. Ia sudah meminta saran pada Fatma rekan kerjanya. Gadis itu ikut membenarkan ucapan Alysa. Zahira menyadari dirinyalah yang tak tahu diri. Bisa jadi, calon istri Dyaz tengah cemburu padanya. Manusiawi jika Alysa merasakan hal itu.

Kemarin ditemai Fatma, Zahira sudah mendapatkan tempat indekos baru. Jaraknya dari rumah Fatma juga tidak jauh. Semua sudah ia pikirkan matang-matang demi menjaga perasaan banyak orang. Perihal keinginannya untuk hidup mandiri di Ibukota belum ia beritahu pada Dyaz dan Kirana. Nanti saja pikirnya.

Zahira yakin, Dyaz orang yang akan menentang keras pilihannya. Tapi, mau sampai kapan ia terus merepotkan orang. Gadis bermata bulat ini berniat kerja part time di waktu senggangnya untuk tambah-tambah uang kost dan makan.

"Ra. Kamu mau ke mana?" tanya Kirana yang baru saja memasuki kamar. Ia terkejut mendapati sahabatnya tengah memasukkan baju ke dalam tas.

Zahira diam. Sumpah! Dadanya sesak untuk menjawab pertanyaan Kirana. Ia mengalihkan wajah, berusaha menahan agar air matanya tak jatuh.

"Emm ... aku mau pulang dulu ke Lampung beberapa hari, Kir."

"Bu Dewi?" tanya Kirana terdengar khawatir.

"Ah, enggak. Ibu baik-baik aja, kok."

"Kenapa mendadak sekali. Ini udah sore, loh."


Zahira tertawa kecil menutupi kegundahan hatinya, ia meyakinkan sang sahabat bahwa semua akan baik-baik saja. Zahira mengatakan bisa naik Travel yang biasa mereka pesan.

💕

Sepekan sudah Zahira angkat kaki dari kontrakan Kirana. Meski lega tetap ada rasa bersalah mengganjal pikirannya. Bagaimana pun ia harus pamit baik-baik pada Kirana dan Dyaz yang telah memberinya tumpangan hidup hampir satu tahun ini. Namun, Zahira belum menemukan momen dan kata-kata yang pas untuk ia sampaikan.

Seorang wanita berhijab putih terlihat terburu turun dari ojek online yang mengantarnya. Ia bahkan sampai lupa melepas helm yang dikenakan, sampai-sampai saja si abang gojek berteriak meminta helmya di kembalikan.

Sementara itu dari jarak 50 meter seorang pria berkacamata hitam yang tengah menuju pintu keluar parkir sebuah rumah sakit dibuat terkejut melihat gadis yang tengah berjalan menuju abang gojek yang meminta helm.

Untuk meyakinkan penglihatannya ia sampai membuka kacamata. Tak salah lagi itu memang gadis yang sempat menjadi bahan perbincangannya dengan Dyaz beberapa hari lalu. Dirinya masih ingat betul ucapan sahabatnya.

Zahira tumben bisa ambil cuti lama. Udah hampir seminggu belum balik.

Tak mau kehilangan momen tersebut, pria yang tak lain Bara meraih ponsel di dash board mobil lantas membidikkan kamera ke arah gadis yang tak lain Zahira.

Ketika tubuh gadis tinggi semampai itu telah memasuki rumah sakit sampai tak terlihat lagi. Bara melajukan mobilnya menuju kantor. Benaknya terus menerka, ada apa sebenarnya? Dyaz bilang Zahira pulang kampung, tapi tadi itu jelas-jelas ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau gadis itu masih ada di Jakarta.

Kalau saja sang mama tidak meminta diantar ke Bakti Mulia karena akan ada meeting, mungkin Zahira akan terus mengelak dan bersembunyi. Tapi kenapa? Batin Bara.

💕

Mendengar kabar jika ternyata Zahira masih ada di Jakarta bukan hanya membuat Dyaz terkejut dan kecewa, Kirana yang Dyaz hubungi via telepon pun merasakan hal yang sama.

Mereka bahkan berencana untuk mencari keberadaan Zahira. Mengawasi gerak-gerik gadis itu sejak sampai di rumah sakit sampai akhirnya tiba di kostan yang terletak di gang sempit.


Kirana sempat mendatangi kostan Zahira, saat sahabatnya itu pergi kerja.

"Baru satu minggu yang lalu. Pulang juga malam terus, jarang ada di kostan. Zahira, kan kerja part time di warung makan padang di seberang jalan ini."

Betapa sesaknya dada Kirana mendengar keterangan dari ibu kost Zahira yang ia temui. Gadis ini sampai menitikkan air mata.

"Ada masalah apa sebenarnya, Ra?" bisik hati Kirana.

Merasa mendapat informasi yang cukup, Kirana pamit pada ibu kost Zahira.


Sore hari Kirana yang seharian ini membuntuti Zahira mendatangi Kostan Zahira. Dyaz sudah ia hubungi tadi, dan meminta kakaknya itu menyusul.

Tiga kali sudah Kirana mengetuk pintu bercat putih di hadapannya. Tapi, akses keluar masuk itu belum juga terbuka. Hingga lima belas menit berlalu, penguni di dalamnya terlihat menekan gagang pintu dari dalam.

Saat pintu terbuka, Zahira di buat tercengang melihat sahabatnya sudah berdiri di depan pintu. Bersamaan dengan itu Dyaz yang diminta menyusul tiba tepat waktu. Kedatangan pria berkacamata itu semakin membuat Zahira sesak napas, apalagi melihat seseorang yang berjalan di sampingnya.









Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang