Doubel update!
Aku nggak tahu Riani sudah pulang atau belum, karena begitu dia menyerahkan kartu kredit milik Jun, aku langsung ditarik ke lantai dua tempat di mana Jun mengurus laporan sekaligus tempatnya istirahat saat di kedai.
Aku juga nggak tahu apa yang sudah kulewatkan belakangan ini, tapi lihat Jun udah kasih kartu kreditnya ke Riani dan mempercayakan itu, mungkin hubungan mereka sudah lebih jauh dari dugaanku.
Jun langsung membuka jendela ruangannya setelah melempar Hoodie yang ia kenakan ke sofa tanpa berbicara apa pun lagi. Wajahnya terlihat kaku, hingga rasanya rentetan pertanyaan yang pengin aku tanyakan ke dia, baiknya aku simpan saja.
Aku memilih duduk di sofa panjang yang ada di sini kanan ruangan, lantas mengambil Hoodie yang tadi dia buang untuk kulipat rapi. Sedangkan Jun masih nggak bersuara, dia berdiri di belakang mesin kopi dengan tangan yang sibuk menimbang biji kopi untuk digiling.
Nggak tahan dengan situasi ini, aku akhirnya beranjak bangun, menarik lengan kemeja yang kupakai untuk ikut Jun meracik kopinya.
Table di ruangan ini nggak terlalu besar, ada satu mesin kopi dan beberapa peralatan membuat kopi yang berada di dekat jendela. Nuansanya jadi bagus banget karena kita bisa meracik kopi dengan pandangan luar, sehingga menimbulkan kesan santai saat kita sedang meracik kopi.
"Kata kamu bikin kopi itu hasilnya akan menentukan sesuai kondisi hati, kamu marah-marah terus begini, hasilnya pasti nggak akan enak. Iya kan?"
Tangan Jun yang sedang menimbang biji kopi kini menggantung, ia menoleh ke arahku kemudian membuat garis lurus di tiap sudut bibirnya.
"Sini aku yang bikin, kamu tinggal bilang takarannya berapa."
Saat Jun menggeser badan, aku turut beralih ke bagian tengah. "Butuh biji kopi berapa gram?"
"Tujuh belas," jawab Jun singkat.
Saat timbangan sudah sesuai, aku lantas menggiling kopinya agar menjadi bubuk dan menyeduhnya, mengikuti arahan Jun termasuk saat membuat takaran susu dan mengaduknya hingga menemukan buih yang Jun maksud.
"Buih susunya itu 1:1 ya?"
"Hmm."
Rasanya udah lama banget kami nggak terlibat keintiman seperti ini. Di ruangan ini, alat-alat kopi ini, racikan kopi yang Jun buat adalah hal-hal yang membuat kami dekat dengan versi kami sendiri. Bertahun-tahun ikut dan menemani Jun mengembangkan kedai kopi hingga kini memiliki beberapa cabang, aku paham kalau dia secinta itu dengan kedai kopi miliknya.
Dia hanya berpikir bagaimana kedainya ini tetap berdiri dan berkembang, tak jarang dia perhitungan untuk masalah keuangan, makanya agak aneh kalau Jun dengan suka rela memberikan Riani kuasa atas kartu kreditnya padahal mereka terhitung belum lama kenal. Jun sendiri bahkan nyaris tak pernah memakai kartu itu selama kami bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
R A I N I N G
ChickLitProject one shot spesial birthday Junhoe Untuk Mas Jun.. Dari awal langkah kita sudah salah, kita sama-sama tahu jika ujung dari ini adalah perpisahan. Tidak ada harapan sama sekali, tapi bukan berarti aku tidak mau. Aku hanya tidak ingin membuatmu...